| 115 Views
Keseriusan Negara Cegah Stunting Melalui Program MBG dipertanyakan

Oleh : Irmawati
Dalam upaya menghasilkan generasi pendidikan berkualitas melalui pemenuhan gizi generasi muda sesuai Angka Kecukupan Gizi (AKG). Presiden Prabowo MBG (makan bergizi gratis) menjadi salah satu program unggulan. Program ini digadang-gadang mampu menjadi solusi atas permasalahan gizi buruk yang melanda banyak anak di negeri ini. Akan tetapi, program ini dalam pelaksanaannya justru memunculkan berbagai problem. Karena itu, program ini untuk menyelesaikan problem generasi perlu dipertanyakan.
Dilansir dalam dari CNBC Indonesia (17/01/2025), Presiden Prabowo Subianto "gelisah" karena masih banyak anak yang belum mendapatkan Makan Bergizi Gratis (MBG). Bahkan di ungkapkan oleh kepala Badan Gizi Nasional (BGN) butuh anggaran mencapai RP 100 T untuk memberi makan gratis ke 82,9 juta penerima manfaat.’ Sedangkan di sisi lain APBN yang dianggarkan untuk makan bergizi gratis mencapai Rp 71 T. Dari dana itu hanya cukup untuk memberikan makan bergizi gratis sebanyak 15-17,5 juta penerima manfaat. Tak hanya itu, ternyata karena tidak cukup pembiayaan anggaran makan bergizi gratis diambil dari zakat bahkan lebih parahnya diungkapkan ketua DPD untuk minta dana pada para koruptor.
Kemudian dari sisi kualitas makanan di program MBG juga bermasalah, hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana usai adanya 40 siswa SDN Dukuh 03 Sukoharjo keracunan usai menyantap makanan menu MBG. (tirto, 17/01/2025)
Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan pemerintah sebagai upaya mengatasi stunting di Indonesia telah menuai berbagai kritik. Pasalnya, kebijakan MBG banyak menuai masalah. Diantaranya adalah terkait pendanaan, makanan tidak berkualitas/membahayakan, sasaran, dll. Hal ini menunjukkan negara tidak becus mengurus rakyat. Kebijakan ini juga pada dasarnya tidak menyentuh akar masalah banyaknya generasi yg belum terpenuhi kebutuhan gizinya dan tingginya kasus stunting.
Meski program makan bergizi gratis didedikasikan untuk kepentingan rakyat. Tetapi faktanya, justru akan membebani rakyat. Betapa tidak ? Karena kebijakan ini dilakukan tanpa perencanaan yang matang. Mulai dari teknik hingga pendanaannya. Apalagi tidak ada sumber pendapatan negara yang kokoh. Karena pendapatan utamanya berasal dari pajak dan utang. Sehingga, kebijakan ini seolah-olah dipaksakan.
Disamping itu, program ini juga hanya dijadikan alat kampanye untuk menarik suara rakyat dan hanya menguntungkan korporasi. Sehingga program ini hanya sekedar pengguguran kewajiban semata. Karena sudah menjadi janji saat kampanye.
Sangat jelas realisasi MBG yang bermasalah menunjukan bahwa pemerintah telah gagal mengurusi rakyat. Negara tidak benar-benar memberikan solusi perbaikan gizi generasi.
Padahal dengan SDA yang berlimpah semestinya bisa menjadi sumber pemasukan negara. Dalam rangka menyejahterakan rakyat dengan terpenuhinya kebutuhan dasar rakyat secara utuh dan keseluruhan.
Akan tetapi, SDA tersebut tidak dikelola dengan baik oleh pemerintah. Negara justru memberikan wewenang kepada swasta untuk mengelolanya. Akibatnya, alih-alih memeratakan kesejahteraan, sistem kapitalisme justru menciptakan kesenjangan sosial. Lepas tangannya negara dalam mengurus SDA jelas berdampak langsung pada langkah dan mekanisme pemenuhan kebutuhan rakyat. Sementara itu, kepemilikan kekayaan hanya dinikmati oleh segelintir orang.
Disisi lain kualitas makanan yang disediakan kepada Anak-anak tidak selalu memenuhi standar gizi. Bahkan, ada dugaan beberapa makanan justru membahayakan kesehatan anak karena kualitasnya yang buruk. Meskipun pemerintah telah berjanji akan memperketat pengawasan terhadap makanan yang disediakan. Tetapi implementasinya masih jauh dari harapan . Hal ini menunjukkan lemahnya perencanaan dan pengawasan dalam program yang seharusnya menjadi prioritas nasional.
Kendati demikian, untuk mewujudkan kecukupan gizi bagi generasi hanyalah fatamorgana. Jika dengan sistem ekonomi kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme yang menjadi fondasi kebijakan saat ini, negara hanya berperan sebagai regulator yang menyerahkan sebagian besar tanggung jawab kepada sektor swasta. Hal ini menciptakan ketergantungan pada pasar dan menjauhkan negara dari tanggung jawab penuh untuk memenuhi kebutuhan rakyat
Karena itu, masalah stunting bukan soal angka. Melainkan mencerminkan kegagalan sistem. Dalam memenuhi kebutuhan pokok rakyat. Selama sistem kapitalisme yang diterapkan generasi sehat sulit terwujud, terpenuhi gizinya, dan bebas dari stunting.
Berbeda dengan sistem kapitalisme. Islam dan seperangkat aturannya mampu memecahkan berbagai permasalahan manusia. Termaksuk terkait gizi dan stunting. Dalam Islam negara wajib memenuhi seluruh kebutuhan dasar rakyatnya. Dengan mekanisme sesuai syariat Islam. Negara menjamin tercukupinya kebutuhan gizi tiap individu masyarakat secara merata dan tanpa kecuali. Ini adalah tugas penguasa sebagai pengurus dan pelayan rakyat.
Negara dalam Islam akan membangun sistem ekonomi yang mandiri. Sehingga negara mampu menyediakan program pemenuhan gizi yang berkelanjutan tanpa bergantung pada dana yang tidak pasti.Dengan sumber pendapatan yang beragam seperti zakat, fai, kharaj dan pengelolaan sumber daya alam. Serta pendapatan dari harta kepemilikan negara seperti usyur, khumus, dan rikaz. Hal ini mampu menjamin kebutuhan rakyatnya secara utuh dan berkualitas.
Negara juga wajib menyediakan lapangan kerja yang luas, membangun kedaulatan pangan di bawah departemen kemaslahatan umum. Departemen ini akan menjaga kualitas pangan di tengah masyarakat.
Selain itu, negara juga akan melibatkan para pakar dalam membuat kebijakan terkait, baik terkait pemenuhan gizi, pencegahan stunting maupun dalam mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan. Dengan menjamin bahan dan produk pangan yang beredar di dalam negara adalah yang halal, tayib, dan berkualitas terbaik. Serta pemerintah harus menyediakan layanan keamanan, pendidikan, dan kesehatan secara gratis untuk seluruh rakyat.
Dalam negara Islam juga akan merealisasikan amanah pengelolaan harta kepemilikan umum seperti pertambangan, hutan, laut, sungai, padang rumput, dan lainnya untuk dikembalikan dalam wujud kepentingan umum. Komersialisasi atas SDA milik umum adalah haram. Dengan begitu, rakyat tidak akan terkendala dengan inflasi pangan dan energi―seperti mahalnya harga bahan pangan maupun BBM dan elpiji―serta tingginya harga hunian (rumah) akibat monopoli oleh pengembang (developer) swasta.
Dengan demikian, hanya dengan penerapan syariat Islam kaffah dengan khilafah , stunting bisa disolusi secara serius dan sistemis karena ditinjau dari berbagai aspek.
Rasulullah saw bersabda :
“Jabatan kelak pada hari kiamat hanya akan menjadi penyesalan dan kehinaan, kecuali bagi orang yang dapat menunaikan kewajiban dan tanggung jawabnya.” (HR. Muslim)
Wallahu A'lam