| 502 Views
Kenaikan Harga Rumah di Sistem Kapitalisme

Oleh : Nadia Amelia Iqrima
Rumah merupakan salah satu kebutuhan yang perlu dipenuhi setiap manusia. Namun, harga rumah yang terus mengalami kenaikan setiap tahun membuat masyarakat kesulitan memenuhi kebutuhan tersebut dan kebutuhan penting yang lainnya.
Rumah aman dan nyaman yang dilengkapi dengan lingkungan yang memadai adalah kebutuhan pokok masyarakat, dan pada hari ini rumah makin mahal, makin jauh dari jangkauan rakyat miskin. Seperti yang dilansir dari salah satu sumber berita yang terpercaya yakni ;
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) mencatat harga properti residensial di pasar primer melanjutnya peningkatan pada kuartal I 2024.
Hal ini tercermin dari pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) yang mencapai 1,89 persen (yoy) pada kuartal I 2024. Angka ini, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada kuartal IV 2023 yang sebesar 1,74 persen.
Hambatan itu antara lain: kenaikan harga bangunan (37,55 persen); masalah perizinan (23,7 persen); suku bunga Kredit Pemilikan Rumah atau KPR (21,43 persen); dan proporsi uang muka yang tinggi dalam pengajuan KPR (17,31 persen).
Beberapa faktor penyebab kenaikan tersebut yaitu dengan terus bertambah jumlah penduduk dengan usia produktif yang terus meningkat telah mengakibatkan tingginya permintaan terhadap properti hunian.
Kemudian fakta yang menunjukkan di negara kita yaitu semakin berkurangnya lahan untuk hunian, terutama di kota-kota besar telah menyebabkan harga properti semakin mahal dan lahan yang semakin sempit diakibatkan dari aktifitas pembangunan yang sudah mulai merajalela dimana-mana.
Minimnya akses masyarakat terhadap rumah yang layak membuktikan bahwa gagalnya penguasa di Sistem Kapitalisme yang menjamin pemenuhan kebutuhan asasiyah rakyatnya, padahal negara memiliki tanggung jawab atas hal ini, sebab negara adalah pengurus rakyat.
Penerapan sistem yang menyengsarakan rakyat ini yakni Sistem Kapitalisme meniscayakan negara berlepas tangan dalam mengurusi rakyatnya, negara hanya membuat regulasi kemudian menyerahkan mekanismenya pada rakyatnya sendiri.
Dalam hal ini buah dari Sistem Kapitalisme yang menyerahkan pengadaannya kepada pengembang atau pihak swasta. Sebagai konsekuensi dari liberalisasi ekonomi yang berujung pada keuntungan materi untuk segelintir Oligarki (Para Pengusaha). Yang mementingkan urusan pribadinya tanpa memikirkan rakyat kalangan bawah yang sedang berusaha keras ingin memiliki hunian yang layak dengan aman dan nyaman.
Berbeda dengan sistem yang menyejahterakan rakyat yaitu Sistem Islam. Negara dalam Islam diposisikan sebagai Raa'in ( Pengurus Rakyat ) yang tanggung jawabnya menjamin terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan, dan papan rakyatnya melalui mekanisme yang diatur oleh Syariat Islam.
Sebagaimana dalam sebuah hadits yang menyatakan bahwa, Rasulullah Saw bersabda:
" Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Al-Bukhari)
Maka akan dipastikan semua kebutuhan rakyatnya terpenuhi memiliki hunian yang layak ditempati. Negara Islam memiliki tata kelola pembangunan perumahan yang memungkinkan rakyatnya tersedia rumah yang bisa diakases seluruh rakyatnya.
Sistem Islam berkewajiban mengatur semua sektor perindustrian dan menangani langsung jenis industri yang termasuk dalam kepemilikan umum, sehingga industri yang dikelola negara Islam mampu menyediakan bahan baku dasar konstruksi yang bertujuan untuk memudahkan bagi masyarakat yang ingin membangun rumah dengan mudah dan kuat dari peralatan produksi pembangunannya.
Pemenuhan memiliki rumah menjadi terjangkau dengan Sistem Islam karena negara tidak hanya berperan sebagai regulator. Namun memiliki wewenang dan tanggung jawab penuh dalam tata kelola perumahan, yang menghasilkan setiap orang mudah untuk memiliki kebutuhan rumah. Baik melalui usaha individu maupun pemberian negara.
Hanya dengan penerapan Sistem Islam kehidupan masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan primer maupun sekunder bisa terpenuhi dan bisa dirasakan kemanfaatan oleh seluruh wargany