| 363 Views

Kemiskinan Menurun, Hoax Atau Fakta?

Oleh : Ratna Sari Dewi 

Pejabat mengeklaim kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia menurun. Padahal marak PHK di mana-mana, mahalnya barang-barang, daya beli menurun dan lain sebagainya.

Jumlah orang miskin di Indonesia terus mengalami penurunan. Namun hal ini terjadi di tengah rendahnya standar tingkat garis kemiskinan yang diberlakukan di Indonesia. Demi mencapai mimpi menjadi negara maju, angka kemiskinan merupakan salah satu indikator yang harus menjadi fokus pemerintah. Sayangnya selama 10 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo penurunan kemiskinan memang berkurang tapi tidak terlalu signifikan.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka penduduk miskin pada Maret 2024 mengalami penurunan sebesar 0,33 persen poin. Bila dibandingkan dengan Maret 2023, yakni menjadi 9,03 persen dari sebelumnya 9,36 persen.

"Persentase penduduk miskin turun 0,33 persen poin terhadap Maret 2023,” kata Plt Sekretaris Utama BPS Imam Machdi di Jakarta, Senin. (1/7/2024). Jumlah penduduk miskin pada Maret 2024 tercatat sebanyak 25,22 juta orang, atau lebih rendah 0,68 juta dibandingkan Maret 2023 yang sebanyak 25,90 juta orang.

Fakta tersebut menunjukkan bahwa sejatinya negara tidak sungguh-sungguh mengeliminasi kemiskinan dengan kebijakan nyata, tapi hanya sekedar bermain angka-angka. 

Pertanyaannya, jumlah penduduk miskin Indonesia yang benar berapa? Kemiskinan itu nyata, seharusnya jumlah penduduk miskin juga bisa diketahui riilnya. Bukan versi ini dan itu.

Jika kita bandingkan, acuan garis kemiskinan versi Bank Dunia lebih realistis daripada versi BPS. Sementara itu, garis kemiskinan versi BPS terlalu rendah. Bisa kita bayangkan, apa yang bisa didapatkan dengan uang Rp550.458 per bulan? Apalagi, harga barang dan jasa makin melejit. Layanan publik seperti pendidikan dan kesehatan juga harus ditebus dengan uang yang tidak sedikit.

Dengan demikian, tampak bahwa data kemiskinan dalam kapitalisme ambigu, tidak riil. Ini karena kemiskinan di dalam kapitalisme diukur dengan penghasilan atau belanja. Jika dalam urusan mendata kemiskinan saja sudah tidak akurat, apalagi dalam menyelesaikan nya. Jelas jauh dari efektif.

Sistem Kapitalisme meniscayakan adanya kemiskinan apalagi dengan peran negara hanya sebagai regulator, menjadikan rakyat diabaikan sementara pengusaha dianak emaskan.

Pada dasarnya, sistem kapitalisme meniscayakan hal itu terjadi. Sistem ini sifatnya eksplosif dan destruktif. Eksplosif karena eksistensi ideologi ini tidak bisa dilepaskan dari cara penyebarannya, yakni penjajahan atau imperialisme. Ditambah, nilai kebebasan yang diagungkan menjadi dalih pembenar atas eksploitasi yang mereka (negara adidaya) lakukan pada negeri-negeri yang memiliki kekayaan SDA yang melimpah ruah.

Destruktif artinya sistem ini memiliki daya rusak yang dahsyat. Atas nama kebebasan kepemilikan dan liberalisasi pasar, satu atau dua individu bisa menguasai satu negara. Inilah yang disebut oligarki kapitalis. Tidak jarang pula liberalisasi dan eksploitasi mengakibatkan rusaknya keseimbangan ekosistem alam yang berpengaruh pada perubahan iklim secara ekstrem. Berapa banyak hutan dibabat demi industrialisasi? Berapa banyak pula tambang mineral bumi dikeruk demi kesenangan materi? Berapa banyak pula bencana alam terjadi karena kerakusan dan keserakahan kapitalis juga korporasi?

Kondisi ini merupakan konsekuensi dari reinventing government, yang mana negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator. Reinventing government berarti mewirausahakan birokrasi, yakni mentransformasikan semangat wirausaha ke dalam sektor publik. Sesuai definisinya, negara diurus layaknya mengurus sebuah perusahaan. 

Dalam sebuah perusahaan, pasti ada unsur bisnis dan profit. Terdapat tiga prinsip dalam penerapan.
reinventing government yang begitu kental dengan nilai-nilai kapitalisme. Prinsip pertama, pemerintahan katalis (catalytic government) yang berarti negara berperan sebagai pengarah, bukan pelaksana dalam melayani urusan rakyat. Adapun yang berperan sebagai pelaksana diserahkan pada swasta atau melalui privatisasi.

Kedua, pemerintahan milik rakyat (community government). Sepintas tampak bagus, tetapi makna dari prinsip ini adalah pemerintah memberdayakan atau memberi wewenang ketimbang melayani (empowering rather than serving). Artinya, pemerintah berharap agar rakyat berdaya sendiri dengan memberi wewenang kepada masyarakat agar terselenggara pelayanan efektif dan efisien. Ini dilakukan agar kelak masyarakat mengurangi ketergantungannya kepada pemerintah dengan menjadi masyarakat mandiri. Dengan kata lain, negara berlepas diri dari kewajibannya sebagai pelayan rakyat.

Ketiga, pemerintahan kompetitif (competitive government). Maksudnya ialah pemerintah menjadi pesaing bagi organisasi bisnis lainnya. Pemerintahan semacam hanya akan memberi peluang swasta bermain di banyak sektor strategis. Sebagai contoh, hari ini semakin banyak sekolah swasta dan rumah sakit swasta berdiri dalam rangka mengakomodasi pelayanan dan fasilitas publik yang masih kurang pada sekolah dan rumah sakit yang berstatus negeri. Ini contoh pelayanan dalam pendidikan dan kesehatan. Alhasil, rakyat yang hidupnya terbatas dan ekonomi pas-pasan harus merasa berpuas diri mendapat layanan publik yang ala kadarnya. Kondisi ini akan memperparah kemiskinan menjadi semakin ekstrem.

Bahkan, di Indonesia, 6,7 juta warga diperkirakan akan mengalami kemiskinan ekstrem pada 2024 jika merujuk pada standar garis kemiskinan global, yakni USD2,15 PPP (purchasing power parity) (setara Rp10.229 per orang per hari atau Rp306.870 per bulan). Sementara itu, batas garis kemiskinan di Indonesia pada Maret 2023 ditetapkan sebesar Rp550.458 per kapita per bulan. 

Inilah salah satu kecacatan kapitalisme, yakni mengukur kemiskinan dengan utak-atik angka. Sedangkan angka tersebut belum menjelaskan dengan benar kondisi rakyat yang sesungguhnya. 

Hal ini tentu membahayakan generasi pada masa mendatang. Kemiskinan memicu banyak hal pada generasi, seperti meningkatnya angka putus sekolah karena biaya pendidikan makin mahal, rentan terserang penyakit karena layanan kesehatan yang sangat minim, gizi buruk, hingga kelaparan. 

Oleh karenanya, untuk menyelamatkan generasi dari ancaman kemiskinan ekstrem, kita tidak bisa menyolusinya dengan paradigma kapitalisme. Lantas, dengan apa generasi dapat terselamatkan dari problem sistem kapitalisme.

Islam menetapkan negara sebagai raa’in yang wajib menjamin terwujudnya kesejahteraan individu per individu melaui berbagai kebijakaannya 
Sistem politik dan ekonomi Islam mampu mewujudkan kesejahteraan secara nyata.

Jika persoalannya adalah sistem kapitalisme, Islam sebagai sistem kehidupan telah memiliki solusi sistemis dalam mengatasi kemiskinan ekstrem sekaligus menjaga generasi dari dampak kemiskinan ini. 

Pertama, pembagian kepemilikan secara benar. Pembagian kepemilikan dalam ekonomi Islam itu ada tiga, yaitu kepemilikan individu, umum, dan negara. Pembagian ini sangat penting agar tidak terjadi dominasi ekonomi, yakni hegemoni pihak yang kuat menindas yang lemah. 

Dominasi itu terjadi karena penguasaan sektor kepemilikan umum yang tidak semestinya dimiliki perseorangan atau perusahaan swasta. Semisal, penguasaan individu atau swasta atas barang tambang, gas, minyak bumi, kehutanan, sumber daya air, jalan umum, pelabuhan, bandara, dan sebagainya yang menjadikan ekonomi mereka kuat, meluas, hingga mendominasi kekayaan.

Kedua, pengaturan pembangunan dan pengembangan ekonomi yang benar, yaitu bertumpu pada pembangunan sektor ekonomi riil, bukan .

Ketiga, distribusi harta kekayaan oleh individu, masyarakat, dan negara. Sistem ekonomi Islam akan menjamin bahwa seluruh rakyat akan terpenuhi semua kebutuhan asasinya (primer). Sistem ekonomi Islam juga menjamin bagi seluruh rakyatnya untuk dapat meraih pemenuhan kebutuhan sekunder maupun tersiernya.

Keempat, negara (Khilafah) wajib memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Dalam hal kebutuhan sandang, pangan, dan papan, negara harus memberi kemudahan masyarakat untuk mendapatkannya. Semisal harga terjangkau, kemudahan bekerja untuk memenuhi kebutuhan, serta kemudahan mengakses kebutuhan tersebut.

Adapun dalam hal pendidikan, kesehatan, dan keamanan, negara harus memenuhinya secara gratis tanpa dipungut biaya. Tidak boleh ada komersialisasi dan kapitalisasi dalam tiga kebutuhan ini. Layanan pendidikan dan kesehatan harus diberikan kepada rakyat secara cuma-cuma. Jaminan keamanan setiap warga juga menjadi tanggung jawab negara sebagai pemelihara urusan rakyat. 

Khatimah
Melalui penerapan sistem Islam secara kaffah, kemiskinan dapat dicegah dan diatasi. Kalaulah dalam pemerintahan Islam ada penduduk miskin, jumlahnya sangat minim. Hal ini pun juga akan teratasi dengan baik sebab dalam sistem Islam terdapat perintah dan anjuran agar harta kekayaan tidak beredar di kalangan orang-orang kaya saja. Anjuran untuk bersedekah dan kewajiban zakat bagi orang kaya akan memberikan keharmonisan dalam mencapai kesejahteraan. 

Jika masyarakat sejahtera dengan terpenuhinya kebutuhan asasi mereka, generasi akan terbebas dari bayang-bayang penyakit, kelaparan, gizi buruk, dan kemiskinan. Wallahualam.


Share this article via

104 Shares

0 Comment