| 451 Views

Kelalaian Negara Membuat Kenaikan Tarif Tol Kerap Berulang

Oleh : Ummu Alvin

Setiap menjelang perayaan hari besar tertentu terutama memasuki bulan Ramadhan seperti saat ini,kita selalu disuguhkan berbagai macam kenaikan harga bahan pangan terutama bahan pokok, tidak cukup sampai disitu beberapa ruas jalan tol saat ini juga turut mengalami kenaikan tarif yang cukup signifikan,diantaranya Tol Jakarta Cikampek dan Jalan Layang Mohammad Bin Zayed ( MBZ), Pasuruan-Probolinggo, Serpong-Cinere dan Probolinggo-Gresik.

PT Jasamarga Transjawa Tol (JTT) menaikkan tarif Jalan Tol Jakarta-Cikampek dan Jalan Layang Mohamed Bin Zayed (MBZ) mulai Sabtu (9/3/2024) pukul 00.00 WIB.Kenaikan tarif ini mengacu pada Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) No. 250/KPTS/M/2024 tanggal 2 Februari 2024.Kenaikan tarif tol dilakukan sebagai kompensasi dari penambahan jalur pada Tol Jakarta Cikampek dan fasilitas emergency parking bay di Jalan Layang MBZ.Komponen pertimbangan lainnya adalah inflasi dan pengembalian investasi."Penyesuaian tarif ini dibutuhkan untuk memastikan iklim investasi jalan tol yang kondusif", ungkap Vice Presiden Corporate Secretary and Legal PT JTT Ria Mandala Paallo,dalam keterangan resminya,Rabu (6/3/2024, Katadata.co.id)

Awalnya pembangunan jalan tol adalah sebagai solusi dalam mengatasi kemacetan yang kerap terjadi di negeri ini, terutama di daerah ibukota dan pusat kota daerah, hingga dapat kita lihat sekarang hampir di setiap wilayah dan provinsi ada jalan tol membentang,yang dapat menghubungkan dari satu kota ke kota lainnya,namun sayangnya tidak semua rakyat bisa menikmati fasilitas ini,karena untuk melewati jalan tol ada tarif tertentu yang harus dibayar,dan mirisnya tarif tersebut terbilang cukup mahal,apalagi tarif ini terus merangkak naik dari tahun ke tahun.

Jalan tol notabenenya adalah fasilitas umum yang dapat dimanfaatkan oleh semua orang secara gratis dan negara berkewajiban untuk membangunnya, sayangnya dalam sistem kapitalis, pembangunan infrastruktur didanai dan diserahkan kepada swasta atas nama investasi, hegemoni investor asing bermula dari kebijakan Paket Ekonomi jilid XI di era Jokowi-Jusuf Kalla pada Februari 2016.Dalam kebijakan tersebut, investor asing diperkenankan berinvestasi di jalan tol sebesar 100%,jadi tidak heran jika untuk jalan tol ini akan selalu ada "penyesuaian tarif" .

Sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini,telah membebaskan negara untuk menyerahkan tanggung jawabnya kepada swasta termasuk dalam membangun infrastruktur jalan, negara hanya berperan sebagai regulator, orientasi pemerintah hanya pada kelangsungan bisnis para investor bukan rakyat,bukannya memperhatikan kebutuhan rakyat akan infrastruktur jalan yang bebas biaya, negara malah sibuk memberikan berbagai kemudahan kepada investor jalan tol.Kenaikan tarif tol jelas akan sangat membebani bagi rakyat,karena akan berimbas pada biaya distribusi bahan pangan yang didistribusikan ke daerah-daerah melalui jalan tol, otomatis kanaikan tarif tol akan memaksa kenaikan harga pada berbagai komoditas lainnya.

Berbeda dengan sistem Islam, pembagunan infrastruktur jalan meniscayakan negara mengambil peran yang terpenting, dalam syariat jelas dikatakan bahwa penyediaan infrastruktur adalah tanggung jawab negara dan harus dilakukan secara independen,tidak tergantung pada asing/investor,dan pembangunan infrastruktur juga harus berbasis kemaslahatan rakyat,pembangunan infrastruktur akan diserahkan pada ahlinya dengan pembiayaan oleh negara. Pembangunan infrastruktur juga harus tepat guna sesuai dengan kebutuhan rakyat dan negara.

Seperti pembangunan di masa Khilafah Utsmaniyyah, Khalifah Abdul Hamid II membangun Hijaz Railway dari Damaskus hingga Madinah untuk memudahkan jamaah haji berangkat ke tanah suci. “Jika biasanya naik kuda 40 hari, dengan railway cukup 5 hari. Khilafah membangunnya tanpa utang atau biaya dari asing, tetapi dana negara dari kepemilikan umum.Dan meskipun khilafah sudah tidak ada, keberadaan railway itu tidak menjadi milik swasta, tetapi tetap milik seluruh kaum muslimin.

Pada dasarnya, rakyat menginginkan infrastruktur jalan yang mudah dan cepat untuk mencapai tujuannya, agar segala aktivitas mereka dapat terlaksana dengan baik tanpa dibebani berbagai pembayaran yang memberatkan. Hal ini tidak mungkin terjadi di dalam sistem kapitalisme yang berorientasi mencari keuntungan materi semata, bukan memberi kemudahan dan bukan melayani rakyat.

Sudah saatnya, negara harus segera beralih dari sistem kehidupan kapitalisme yang selalu membuat kesusahan, kepada sistem yang memberikan kemaslahatan dan kesejahteraan, yaitu sistem kehidupan Islam yang menjadikan Islam tidak hanya sebagai agama tetapi juga sebagai the way of life.

Wallahu a'lam bish showaab.


Share this article via

108 Shares

0 Comment