| 75 Views

Kejahatan Siber Marak, Perempuan dan Anak Butuh Jaminan Perlindungan dari Negara

Oleh : Yeni Ummu Alvin
Aktivis Muslimah

Maraknya fenomena kekerasan pada perempuan dan anak sebagian besar bersumber dari paparan media sosial dan gadget. Hal ini membutuhkan perhatian yang serius, karena tingginya keterpaparan terhadap dunia digital tidak disertai kontrol dan bimbingan yang memadai. Selain itu beberapa kekerasan yang dialami atau dilakukan juga dipengaruhi oleh faktor pola asuh, fenomena ini mengalami lonjakan dalam beberapa waktu terakhir.

Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/ Kepala BKKBN, Wihaji, mengatakan bahwa remaja Indonesia kini memiliki ketergantungan berlebih pada handphone atau gawai, nasibnya penggunaan gawai di usia remaja menjadikan generasi muda semakin rentan terhadap ancaman siber."teknologi diciptakan untuk membantu, jangan sampai kita yang dikuasai teknologi, kita harus menguasai teknologi, kalau tidak hati-hati, handphone bisa menjadi masalah baru"ucapnya saat berdialog dengan para remaja yang bergabung dalam generasi berencana genre, pusat informasi dan konseling remaja (PIK-R), saka kencana dan organisasi remaja lainnya di kabupaten Tangerang pada Selasa 8 Juni 2025 (Dikutip dari tempo.co)

Sementara itu Pemerintah Republik Indonesia memperkenalkan Peraturan Pemerintah PP Nomor 17 tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak atau PP Tunas sebagai model regulasi yang bisa menjadi acuan global dalam melindungi anak-anak di ruang digital kepada organisasi telekomunikasi internasional yakni  International Telekomunikasi Union ( ITU). "PP TUNAS, mencerminkan komitmen Indonesia dalam melindungi anak secara daring demi kesehatan dan kesejahteraan generasi muda"ujar Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid dalam keterangannya terkait pertemuan dengan Sekretaris Jenderal International Telecommunication Union, Doreen Bogdan Martin di Jenewa Swiss pada Rabu 9/7/2025.(menpan.go.id)

Banyaknya persoalan yang muncul akibat kemajuan dunia digital saat ini, diantaranya dikarenakan penggunaan gawai yang terlalu masif di usia dini dapat menjadikan anak-anak semakin rentan terhadap ancaman siber, ditambah lagi banyaknya konten media sosial yang menjadi pemicu terjadinya kekerasan pada mereka, hal ini terjadi adalah buah dari rendahnya literasi digital dan juga lemahnya iman akibat sistem pendidikan yang berbasis sekuler. Namun sayangnya negara tidak memberikan perlindungan yang nyata, apalagi harus digitalisasi yang ditengarai membawa banyak keuntungan materi, sehingga aspek keselamatan luput dari perhatian selama mendapatkan keuntungan. Ini adalah hasil dari penggunaan teknologi tanpa ilmu dan tanpa iman, yang merupakan satu dari konsekuensi dalam kehidupan sekuler kapitalisme.

Penerapan sistem kapitalisme sekuler yang mengagungkan kebebasan dan pemisahan agama dari kehidupan menjadikan manusia hidup dengan memakai aturan-aturan yang rusak, tanpa mempedulikan halal dan haram, begitu pula dengan sistem pendidikan sekuler yang menghasilkan generasi yang lemah iman dan akhlak yang menjadikan visi dan misinya hidupnya demi pemuasan hawa nafsu belaka, ditambah buruknya tata pergaulan menjadikan kemajuan teknologi terutama media sosial dimanfaatkan untuk melakukan berbagai tindak kejahatan yang salah satunya adalah kekerasan berbasis siber pada perempuan dan anak.

Penguasaan atas dunia siber juga menjadi alat untuk menguasai negara, seperti yang diketahui dunia siber saat ini dikuasai oleh teknologi asing, maraknya tontonan pornografi, judi online, bahkan drakor marak merusak generasi yang ikut trend yang tengah viral saat ini yaitu S-line. Meskipun negara sudah menetapkan berbagai kebijakan dan peraturan untuk mencegah kekerasan berbasis siber, namun tampaknya upaya tersebut tidak membawa pengaruh yang berarti, terbukti kekerasan dan kejahatan berbasis siber masih terus meningkat dari waktu ke waktu bahkan semakin mengerikan. Lemahnya sistem sanksi yang diterapkan membuat para pelaku bebas berkeliaran, sanksi dalam sistem kapitalis liberal tidak memberikan efek jera dan menjerakan, hal ini adalah bukti kelalaian negara dalam memberikan perlindungan terhadap kemaslahatan rakyatnya. 

Berharap solusi dalam sistem kapitalis hanyalah ilusi belaka, untuk keluar dari keterpurukan umat Islam saat ini dari berbagai kerusakan, hanya akan terealisasi dengan kembali kepada aturan yang berasal dari zat yang maha sempurna, dengan kembali kepada aturan Islam sebagai solusi tuntas bagi setiap problematika kehidupan, maka dapat dipastikan kemaslahatan umat akan terjaga. Peran negara dalam Islam adalah pelindung dan penjaga bagi rakyat, untuk menjaga agar terbebas dari kejahatan siber, negara Islam wajib membangun sistem teknologi digital yang mandiri tanpa ketergantungan pada infrastruktur teknologi asing, sehingga dengan demikian akan terwujud informasi yang sehat bagi masyarakat, ruang siber syar'i dan bebas dari konten pornografi serta judi online dan semisalnya yang merusak akal.

Hanya Khilafah yang akan mampu menghapuskan berbagai macam bentuk kejahatan yakni tentunya dengan penerapan sistem Islam yang tegas yang akan memberikan efek jera kepada pelaku, sistem pendidikan dan tata pergaulan yang berbasiskan Islam juga akan membentuk individu-individu yang berkepribadian Islam, bertakwa yang senantiasa melakukan Amar ma'ruf nahi mungkar yang akan menjadi generasi yang terbaik sebagaimana yang Allah subhanahu Wa ta'ala tetapkan.

Ketiadaan Khilafah menjadikan umat islam hidup dalam kegelapan, ketertindasan dan dijadikan objek penjajahan baik fisik maupun pemikiran nya, sebagai umat Islam sudah selayaknya lah kita bersama-sama berusaha untuk mengembalikan Khilafah yang akan menjadi pelindung bagi umat Islam di seluruh penjuru dunia, hanya Khilafah yang akan menerapkan syariat Islam sebagai aturan dalam seluruh aspek kehidupan agar membawa berkah bagi seluruh alam.

Wallahualam.


Share this article via

22 Shares

0 Comment