| 14 Views

"Kebijakan Program Uang Sekolah Gratis Bobby Nasution'' Semoga Bukan Kebijakan Populis

Oleh : Kiki Puspita

Dilansir dari TRIBUN - MEDAN.COM, MEDAN -- Gubenur Sumut Bobby Nasution Mengatakan akan menggratiskan biaya pendidikan Sekolah Menengah Atas/kejuruan (SMA/K) Negeri di Tahun Ajaran Baru periode 2025-2026 ini.

Menurut Bobby Nasution, penerapan sekolah gratis untuk SMA/K Negeri ini akan dilakukan di awal Ajaran baru pada bulan juli mendatang.

Bobby Nasution menegaskan bahwa tidak akan ada pungutan biaya pendidikan apapun untuk tingkat SMA/K Negeri. Hal ini akan dimulai di ajaran baru, tidak bisa kita mulai sekarang, karena kalau mulai sekarang nanti nanggung ada yang sudah bayar (uang sekolah) di awal ajaran baru kemarin, nanti kita minta di semua ajaran baru (gratis) di bulan Juli, tidak ada pungutan lagi,'' jelasnya saat di wawancarai beberapa waktu lalu. 

Rencana Gubenur Sumatera Utara, Bobby Nasution untuk menghapuskan Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) bagi seluruh siswa SMA dan SMK negeri mulai tahun ajaran 2025-2026 menuai sorotan tajam dari pengamat kebijakan publik, Elfenda Ananda. ( MEDAN, HASTARA.ID).

Menurut Elfenda, kebijakan bertajuk Program Unggulan Bersekolah Gratis (PUBG) tersebut seharusnya tidak sekadar menjadi janji populis tanpa landasan kajian yang matang, terutama dari sisi keuangan. Ia menilai, meskipun program ini tujuannya baik, pelaksanaannya beresiko jika tidak disertai dengan perencanaan anggaran yang jelas dan berkelanjutan.

''Gubenur tidak boleh asal bunyi (asbun), menghapus SPP di seluruh SMA dan SMK negeri tentu membutuhkan alokasi anggaran yang belum jelas, ini bisa menjadi masalah serius,'' Katanya saat dimintai pendapat, Senin (23/6/2025).

Tentu publik sangat senang bila program ini benar-benar di jalankan. Namun perlu kita cermati, permasalahan dalam dunia pendidikan hingga saat ini masih belum terselesaikan. Mulai dari banyaknya gaji guru honorer yang belum di bayar. Listrik, alat peraga, pemeliharaan pembangunan, hingga kegiatan ekstrakurikuler ditanggung orang tua siswa melalui mekanisme musyawarah komite sekolah. Bahkan, tenaga kebersihan dan keamanan di beberapa sekolah negeri tidak masuk dalam pembiayaan APBD.

Tentu kita masih ingat dengan program unggulan Presiden dan wakil Presiden dalam memperbaiki gizi masyarakat dengan memberi MBG, sebagai program prioritas pemerintah Prabowo-Gibran periode ini, anggaran MBG saja masih gelap, atau gaib. Anggaran MBG yang mulanya Rp15 ribu mengalami pemangkasan menjadi Rp10 ribu per porsi. Turunnya besaran anggaran MBG menunjukkan belum matangnya persiapan baik dari tahapan maupun finansial. Alokasi dana sebesar Rp71 triliun untuk program MBG yang diambilkan dari APBN (sejauh ini masih belum berubah selama tidak ada perubahan APBN). Kondisi persiapan untuk penerapan program MBG masih “dinamis”.

Meskipun   program ini sudah mulai diimplementasikan sejak awal Januari 2025, namun program ini banyak mengalami permasalahan. Mulai dari kasus keracunan makanan di sejumlah daerah, transparansi anggaran yang minim, hingga potensi fraud akibat gagal bayar atau kasus penunggakan pembayaran operasional.

Apakah Program unggulan Bersekolah Gratis (PUBG) bisa berjalan sesuai dengan keinginan masyarakat? Mudah-mudahan ini bukan janji populis dari pemerintahan dengan Sistem Sekulerisme nya.

Saatnya kita kembali kepada sistem Islam. Dalam Islam, pembiayaan pendidikan untuk seluruh tingkatan (tidak hanya SD dan SMP) sepenuhnya merupakan tanggung jawab negara. Seluruh pembiayaan pendidikan, baik menyangkut gaji para guru/dosen, maupun menyangkut infrastruktur serta sarana dan prasarana pendidikan, sepenuhnya menjadi kewajiban negara. Ringkasnya, dalam Islam, pendidikan disediakan secara gratis oleh negara dalam semua jenjang.

Hal ini bisa terwujud karena Islam mengharuskan negara mengadopsi politik pendidikan Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunah (wahyu Allah Taala, Zat Pencipta manusia). Politik pendidikan Islam tersebut berdiri di atas sejumlah prinsip berikut.

Pertama, pandangan tentang ilmu dan pendidikan. Terkait hal ini, Nabi Saw. bersabda dari Abu Musa, “Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku dengannya adalah bagai ghaits (hujan yang bermanfaat) yang mengenai tanah. ….”(HR Bukhari).

Islam memandang ilmu bagaikan jiwa dalam manusia. Ilmu ibarat air bagi kehidupan. Pendidikan merupakan perkara sangat vital, memiliki peran strategis yang tidak bisa diukur hanya dari dimensi keuntungan materi. Oleh karenanya, negara akan menyelenggarakan pendidikan dengan segenap kemampuan. Berapa pun biayanya akan diupayakan pemenuhannya oleh negara.

Kedua, fungsi negara. Rasulullah saw. pernah bersabda, “Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR Bukhari).

Negara bertanggung jawab penuh, tidak menjadi regulator, apalagi bergantung kepada kemampuan swasta (masyarakat ataupun korporasi) dalam berbagai pelaksanaan. Kewajibannya.

Negara (Khilafah) berkewajiban menjamin hak pendidikan sejak usia SD hingga pendidikan tinggi. Jaminan negara ini bersifat langsung. Maksudnya, hak ini diperoleh secara cuma-cuma atau berbiaya semurah-murahnya sebagai hak rakyat atas negara.

Dalilnya adalah Sunah dan ijmak sahabat. Rasulullah Saw. membebaskan sebagian tawanan Perang Badar yang tidak sanggup menebus pembebasannya, agar mengajari baca tulis kepada anak-anak Madinah sebagai ganti tebusannya. Ini menunjukkan pembiayaan pendidikan berasal dari negara.

Ijmak sahabat menunjukkan wajibnya negara menjamin pembiayaan pendidikan. Khalifah Umar dan Utsman memberikan gaji kepada para guru, muazin, dan imam salat jemaah. Khalifah Umar memberikan gaji tersebut dari pendapatan negara (Baitul mal) yang berasal dari jizyah, kharaj (pajak tanah), dan usyur (pungutan atas harta non muslim yang melintasi tapal batas).

Ketiga, sumber pembiayaan. Sistem pendidikan formal yang diselenggarakan Khilafah memperoleh sumber pembiayaan sepenuhnya dari negara, yakni Baitul mal.

Ada dua sumber pendapatan Baitul mal untuk membiayai pendidikan. Pertama, pos faidan kharaj, yang merupakan kepemilikan negara, seperti ganimah, khumus (seperlima harta rampasan perang), jizyah, dan dharibah (pajak). Kedua, pos kepemilikan umum, seperti sumber kekayaan alam, tambang minyak dan gas, hutan, laut, dan hima (milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan).

Biaya pendidikan juga biasanya diperoleh dari wakaf. Meskipun pembiayaan pendidikan adalah tanggung jawab negara, Islam tidak melarang inisiatif rakyatnya, khususnya mereka yang kaya untuk berperan serta dalam pendidikan secara suka rela.

Keempat, sentralisasi kekuasaan negara dan desentralisasi administrasi. Dalam Islam, kekuasaan negara terkait pembiayaan maupun kurikulum bersifat terpusat agar tujuan pendidikan segera terwujud. Jadi, bukan menggunakan konsep otonomi daerah sebagaimana dalam sistem kapitalis yang kerap menimbulkan problem.

Adapun secara administrasi, dilakukan dengan mengacu pada tiga prinsip, yakni sederhana dalam aturan, kecepatan dalam pelayanan, dan dilakukan oleh orang-orang yang kapabel. Prinsip-prinsip ini jelas akan memudahkan pelaksanaan berbagai program yang telah ditetapkan dan meminimalkan terjadinya kecurangan, semisal korupsi dan sejenisnya yang biasa terjadi dalam sistem kapitalisme.

Kelima, merupakan bagian integral dari negara (Khilafah) yang memberikan kesejahteraan bagi seluruh alam. Penerapan sistem politik Islam dan ekonomi Islam meniscayakan negara memiliki visi misi menyejahterakan rakyat.

Pemenuhan hak pendidikan pun bukan hal sulit. Dengan demikian, solusi hakiki bagi jaminan pembiayaan pendidikan sejatinya adalah kembali kepada penerapan syariat Islam secara kafah dalam bingkai Khilafah.

Itulah yang seharusnya diperjuangkan oleh umat Islam. Berharap pada peraturan yang lahir dari sistem sekuler kapitalisme tidak akan memberi kebaikan bagi umat, kecuali hanya sedikit dan tidak menuntaskan masalah. Semoga kita terus bersemangat pada perjuangan menegakkan kembali syariat dan Khilafah.

Waaulohua'lam bissawab.


Share this article via

9 Shares

0 Comment