| 306 Views
KDRT Dalam Sistem Sekular : Masalah Tanpa Solusi

Oleh : Dinna Chalimah
Pegiat Literasi, Ciparay - Kab. Bandung
DEPOK, KOMPAS.com - Seorang istri mantan Perwira Brimob berinisial MRF, RFB, mengalami penderitaan dalam rumah tangganya sejak 2020. RFB mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) berulang kali oleh suaminya. Kejadian terakhir pada 3 Juli 2023 adalah yang paling berat.
RFB diketahui mengalami luka fisik hingga psikologis akibat kekerasan yang ia terima dari sang suami. "Luka-luka yang diderita korban meliputi memar pada wajah, dada, dan punggung, serta lecet pada kepala dan tangan," kata Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Depok M. Arief Ubaidillah, Kamis (21/3/2024)
Ada lagi kasus, seorang menantu laki-laki bernama Joni Sing (49 tahun) di Kecamatan Kutalimbaru, Deli Serdang Sumut, tega membacok ibu mertuanya, Sanda Kumari. Penyebabnya, ia kesal saat ditegur oleh ibu mertuanya itu lantaran melakukan KDRT kepada istrinya.
Kapolrestabes Medan Kombes Pol Teddy Marbun mengatakan aksi pembunuhan itu dilakukan pada Senin (11/3) sekitar pukul 05.30 WIB. Sementara, pelaku berhasil ditangkap Kamis (21/3) malam. (KumparanNews)
KDRT sebenarnya bukanlah suatu kasus hal yang baru. Konsep ini ternyata dikenalkan oleh kaum feminis dengan ide kesetaraan gender. Di Indonesia, konsep ini berhasil masuk dalam perundang-undangan, yaitu dalam UU 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT).
Penerapan UU ini ternyata tidak membuat kasusnya berhenti, malah semakin tambah banyak kasus. Katanya menyelesaikan masalah, penerapannya justru menimbulkan masalah baru. Kasus berakhir dengan hukuman penjara bagi suami yang telah melakukan KDRT.
Ketika suami dipenjara, tidak ada yang menafkahi istri dan anak-anaknya. Malah istri harus bekerja dan terpaksa meninggalkan pengasuhan dan juga pendidikan anaknya. Anak-anak pun sampai telantar hingga timbullah berbagai macam masalah generasi. Jadi, penanganan ini belum menyentuh akarnya sehingga tidak menuntaskan masalah tersebut.
Tindakan KDRT, seperti memukul, menampar, menyiksa dan sebagainya, biasanya awali pertengkaran, misalnya masalah ekonomi, hubungan suami istri yang tidak harmonis, adanya pihak ketiga entah itu perselingkuhan dan lain sebagainya.
Kaum feminis memandang bahwa akar masalah KDRT itu adalah ketaksetaraan laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga. Posisi laki-laki sebagai pemimpin dalam rumah tangga dipandang menjadikan perempuan berada di bawah kekuasaan laki-laki. Inilah sebab yang menjadikan perempuan sebagai yang lemah menjadi korban kekerasan laki-laki.
Tentunya ini cara berpikir yang keliru. Apakah kepemimpinan laki-laki itu menjadikan mereka bisa melakukan kekerasan terhadap perempuan? Jika seperti itu, lalu bagaimana dengan kepemimpinan lainnya, seperti kepemimpinan organisasi, perusahaan, atau bahkan negara? Apakah ini berarti setiap pemimpin itu pasti akan melakukan tindakan otoriter atau semena-mena terhadap yang dipimpinnya? Jelas tidak demikian.
Akar masalah KDRT bukan karena kepemimpinan suami, tetapi karena tidak ada penerapan aturan yang benar mengatur hubungan antara suami dan istri, hubungan antara seorang pemimpin dan orang yang dipimpinnya.
Aturan yang benar adalah aturan Islam saja, aturan yang berasal dari Alloh Taala. Hanya penerapan aturan Islam akan terwujud keluarga yang sakinah, mawadah, wa rahmah, jauh dari pertengkaran, apalagi sampai berakhir dengan kekerasan.
Islam memiliki aturan sempurna perihal kehidupan berumah tangga dengan solusi terhadap berbagai masalah yang menimpa dalam berumah tangga. Islam menetapkan bahwa kehidupan pergaulan antara suami dan istri adalah pergaulan persahabatan, yang dapat memberikan kedamaian dan ketenteraman satu sama lain. Demikianlah yang Allah tetapkan.
Selain itu juga Islam memiliki aturan lengkap dan terperinci tentang segala hal, termasuk perihal KDRT. Seorang suami tidak boleh semena-mena memukul istrinya, kecuali pada situasi yang dibenarkan syarak, yaitu tatkala istri membangkang terhadap suaminya. Itu pun sebagai tahap ketiga, yakni dengan pukulan ringan dan tidak membekas sebagai ta’dib bagi istrinya.
Benarlah, hanya sistem Islam yang sungguh-sungguh menuntaskan masalah ini hingga ke akarnya.
Wallahu a'lam bish shawwab