| 183 Views
Kampus Kelola Tambang, Misi Pendidikan atau Bisnis?

Oleh : Suaibah S.Pd.I.
Pemerhati Kebijakan Publik
Perguruan tinggi adalah tempat bersarangnya para pemikir dan ilmuwan yang siap menyelesaikan berbagai persoalan ditengah masyarakat. Namun, apa yang akan terjadi jika fungsi ini mengalami pergeseran. Sebagaimana diwacanakan tentang adanya tata kelola tambang oleh kampus yang mengundang kontroversi opini di tengah masyarakat, terkhusus bagi kaum pelajar.
Selaku Direktur Pascasarjana STF Driyarkara Karlina Supelli, menyikapi wacana ini dengan kritikan keras. Usulan memberikan izin wilayah usaha pertambangan ke perguruan tinggi melalui perubahan keempat Rancangan Undang-undang Mineral dan Batubara (RUU Minerba) dianggap sebagai keputusan yang menyalahi kapasitas kampus sebagai lembaga akademis (cnnindonesia.com, 29-1-2024). Strategi kooptasi kampus menjadi hal yang harus diprotes. Demikian lanjutannya.
Salah satu pengamat pendidikan juga menyampaikan hal yang senada, Darmaningtyas. ia menilai tidak selayaknya perguruan tinggi dilibatkan dalam tata kelola tambang. Putusan ini jelas menodai muruah pendidikan tinggi.
Para guru besar sepakat bahwasannya tata kelola kampus harus dinaungi oleh industri profesional. Demikian disampaikan Baiquni, Ketua Majelis Dewan Guru Besar Perguruan Tinggi Berbadan Hukum.
Kebijakan Tidak Bijak
Disorientasi fungsi kampus ini akan merusak tujuan lembaga pendidikan tinggi, perjalanan sejarah telah membuktikannya. Dahulu, pada masa orde baru, hak pengusahaan hutan diberikan ke kampus. Walhasil, tata kelola tersebut justru bersantai di gunung. kebijakan ini berakhir mutlak dengan kegagalan.
Sejalan dengan program tata kelola tambang yang dicanangkan untuk kampus, kebijakan ini pun bukanlah ide brilian yang akan merubah nasib kampus saat ini. Dan yang pasti, kebijakan ini akan berakhir pada munculnya moral hazard yang menggadai kompetensi kampus sebagai lembaga pendidikan.
Penetapan rencana pendirian kampus (lembaga pendidikan tinggi) sebagai pengelola tambang dikarenakan adanya lembaga otonomi pendidikan tinggi yang membutuhkan dana operasional dalam memberdayakan aktivitas kampus.
Kebijakan tata kelola tambang oleh kampus, sesungguhnya akan membelokkan arah orientasi kampus. Disorientasi lembaga pendidikan tersebut terjadi sebagai imbas atas penetapan kampus sebagai PTN BH (Perguruan Tinggi Berbadan Hukum). Konsep industrialisasi lembaga pendidikan tinggi memunculkan ketegangan yang luar biasa. Kampus yang semestinya menjadi lembaga pendidikan justru beralih fungsi menjadi lembaga kapitalisasi.
Ini adalah konsekuensi ketika negara angkat tangan dan lalai pada fungsinya sebagai penjamin pendidikan rakyat. Kampus harus mencari dana mandiri agar bertahan tanpa ada eksistensi fungsi negara di dalamnya. Kebijakan negara kian hilang arah dengan menjadikan kampus sebagai lembaga yang ditunggangi oleh kepentingan penguasa kapitalis oligarki. Miris!!
Sistem kapitalisme sekular yang diadopsi dalam mengambil setiap kebijakan, hanya menitikberatkan materi sebagai satu-satunya tujuan. Kebijakan ini juga membuktikan disfungsi negara dalam memberikan pelayanan kepada rakyat.
Keuntungan materi adalah tujuan yang ingin diraih oleh negara lewat kebijakan ini. Hingga akhirnya lupa bahwa fungsi utamanya sebagai lembaga pendidikan tinggi yang mendidik rakyat agar kritis dan cerdas menghadapi berbagai masalah bangsa.
Di sisi lain, dalam sistem kapitalisme pembiayaan kuliah dibebankan secara mandiri atau orang tua semata, sehingga beban biaya pendidikan semakin berat. Konsep tersebut meminimalisir kesempatan mahasiwa kurang mampu untuk mengenyam pendidikan tinggi.
Pendidikan Tinggi dalam Islam
Kampus merupakan institusi pendidikan tempat bercokolnya para pemikir yang fokus dalam pembentukan kepribadian Islam dalam tatanan sistem pendidikan yang unggul. Generasi tangguh nan cemerlang dengan karya terbaiknya akan menjadi aset negara yang siap memberikan pelayanan yang terbaik kepada umat.
Dalam Islam, negara menjadi institusi yang wajib menjamin terpenuhinya kepentingan pendidikan umat. Sebagaimana sabda Beliau SAW. ,” Imam adalah ra'in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya ” (HR. Al Bukhari).
Dalam Islam, pendanaan kampus dibebankan oleh negara dengan mengambil dari kas kepemilikan umum, termasuk pos tata kelola pertambangan. Negara akan mengelola dengan strategi dan mekanisme yang amanah dengan mengembalikan hasil pengelolaan sumber daya alam kepada rakyat dalam bentuk sarana umum termasuk layanan pendidikan.
Sistem Islam melarang pengelolaan pertambangan oleh individu atau swasta, apalagi pihak asing maupun aseng seperti yang kini marak terjadi. Tambang merupakan kepemilikan umum, yang wajib dikelola oleh negara dan hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk berbagai pelayanan negara untuk rakyat. Rasullullah SAW. bersabda, “ Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api .” (HR.Abu Dawud dan Ahmad).
Begitulah kesempurnaan tatanan Islam dalam mengatur urusan rakyat. Setiap aturannya sesuai dengan fitrah penjagaan manusia. Dengannya kepentingan umat tetap terjaga, kezaliman pun akan sirna.
Wallahu'alam Bishowab