| 80 Views
Judi Online Kian Merebak di Kalangan Pelajar, Inilah Wajah Buram Sistem Kapitalis

Oleh: Umi Fahri
Fenomena judi online, kini menjelma menjadi epidemi sosial baru di Indonesia. Tidak lagi eksklusif bagi kalangan marginal saja, akan tetapi merambah pada kaum pelajar. Dalam sekejap, kemajuan teknologi telah menghapus batas-batas yang dahulunya dapat memisahkan siapa saja dapat berjudi dan siapa yang tidak. Akses internet kini semakin murah, platform digital yang sulit dilacak, dan juga lemahnya kontrol sosial, menjadi kombinasi sempurna bagi suburnya praktik perjudian online.
Sungguh miris, dalam hal ini kaum pelajar menjadi salah satu kelompok yang paling rentan. Mereka tidak lagi memandang bahwa judi sebagai sesuatu yang tabu, tetapi dijadikan hiburan atau bahkan jalan cepat mencari uang. Praktik ini diperparah oleh para influencer media sosial, yang mempromosikan aplikasi slot bahkan game taruhan secara terselubung dengan dalih giveaway.
Semua itu tidak hanya datang dari ruang hampa. Dalam sejarah Indonesia, perjudian telah lama di lembagakan dalam berbagai bentuk dan justifikasi. Pada masa Hindia Belanda, perjudian hadir sebagai hiburan elit kolonial dengan bentuk permainan eksklusif di gedung-gedung perkumpulan. Tempat ini bukan hanya wadah berkumpul saja, melainkan sebagai simbol kekuasaan dan penaklukkan budaya.
Di zaman modern seperti saat ini, judi online semakin bertambah besar. Bagaimana tidak? Hanya dengan sekali klik, semua dapat diakses secara cepat dan mudah. Permasalahan judi online yang awalnya hanya dimainkan oleh kalangan berduit, pada akhirnya merambah pada anak-anak sekolah. Tidak sedikit anak mencuri demi bisa ikut memasang angka. Kecanduan berjudi mulai dianggap sebagai penyakit sosial yang menghancurkan mental masyarakat, terlebih lagi kalangan pelajar. Apalagi saat ini judi online tidak membutuhkan lapak, bandar, atau ijin pemerintah. Ia hidup di balik layar, tersamarkan dalam kode promosi, grup telegram atau platform chat yang tak dapat dijangkau oleh razia konvensional. Bahkan transaksinya tidak lagi menggunakan uang tunai, melainkan e-wallet dan mata uang kripto yang sulit dilacak.
Di masa kini, kita menghadapi krisis sosial yang berakar pada sejarah panjang toleransi terhadap praktik judi. Jika dulu judi dilegalkan demi pembangunan, hari ini judi bersembunyi di balik kebutuhan konsumtif dan juga kegagalan negara mengatur ekonomi digital. Tantangan ke depan bukan hanya soal bagaimana menutup akses ke situs judi, akan tetapi harus seperti apa membangun ketahanan sosial. Literasi digital, pendidikan karakter, dan pembatasan konten promosi perjudian di platform daring harus segera diperkuat. Jika tidak, semua itu hanya akan mengulang kesalahan masa lalu dalam versi yang lebih masif serta semakin menghancurkan.
Fakta di atas sebagai bukti gagalnya negara dalam melindungi generasi dari jerat Judol (judi online). Pemerintah tidak menyadari bahwa merebaknya judi online tersebut akar masalahnya adalah penerapan sistem kapitalisme. Maraknya Judol yang menyasar pada kalangan pelajar, bukan suatu kebetulan atau sekedar dampak sampingan dari perkembangan teknologi digital, tetapi konsekuensi logis dari penerapan sistem kapitalisme yang menjadikan keuntungan materi sebagai tujuan utama aktivitas manusia, tanpa peduli akan dampak sosial yang ditimbulkan.
Dalam sistem kapitalisme, segala sesuatu yang dapat menghasilkan uang akan dimanfaatkan secara maksimal demi meraup keuntungan yang sebesar-besarnya. Para pelaku industri Judol secara sadar telah merancang tampilan permainan yang penuh warna, interaksi, dan mirip seperti game yang banyak disukai anak-anak supaya mereka tertarik, kecanduan dan akhirnya menjadi konsumen tetap.
Selain salahnya penerapan sistem, kurikulum pendidikan juga berpengaruh dalam sistem kapitalisme. Sebab hal ini tidak dirancang supaya dapat membentuk anak berkepribadian Islam, tapi semuanya itu hanya untuk memenuhi kebutuhan pasar industri. Sistem pendidikan seperti ini sudah pasti akan melahirkan output generasi lemah kepribadiannya, sehingga tidak memiliki filter untuk dapat menyaring informasi yang benar dan salah. Akibatnya, generasi sekarang lebih mudah terbawa arus informasi, terlebih lagi pada era revolusi industri saat internet mudah diakses oleh siapa pun.
Kemudian juga dari sisi keluarga seperti ibu, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam membentengi putra putri mereka dari kerusakan moral, sering kali tidak optimal dalam menjalankan fungsinya. Itu semua disebabkan tekanan ekonomi yang ada dalam sistem saat ini, yang memaksa banyak para ibu ikut bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup. Akibatnya, waktu untuk mendidik anak menjadi terbatas.
Untuk mengatasi problematika tersebut, semua harus beralih kepada sistem yang totalitas mengatasi permasalah yang ada, terkait dengan judi online ini. Semua itu akan terwujud dengan menerapkan sistem Islam rahmatan lil'alamiin di setiap lini kehidupan manusia secara menyeluruh. Islam memiliki perlindungan berlapis-lapis, agar masyarakat dan juga generasi kita tidak terjerat kasus Judol.
Sistem Islam tidak hanya membebankan tanggung jawab pendidikan kepada keluarga saja, tetapi juga menyediakan pula sistem pendidikan yang integral. Dengan demikian, pendidikan Islam membentuk pola pikir dan sikap generasi agar sesuai dengan syariat, yakni menjadikan halal haram sebagai standar perbuatan termasuk dalam penggunaan teknologi.
Selain itu, negara Islam memiliki tanggung jawab penuh menjaga rakyat dari kerusakan fisik, moral, dan spiritual termasuk kejahatan seperti judi online. Untuk itu, pengawasan terhadap media internet dan segala bentuk informasi digital akan dilakukan secara ketat. Dengan hukum syara' sebagai tolak ukur, bukan asas manfaat ataupun kebebasan berekpresi. Ruang digital harus diamankan demi pertahanan negara dan keamanan warga negara. Oleh sebab itu, kedaulatan digital dalam arti berkuasa sepenuhnya terhadap konten maupun peredaran informasi di ruang digital, menjadi niscaya dalam sistem Islam.
Hanya dengan aturan Islam yang mampu melindungi masyarakat secara menyeluruh dari kerusakan sistemik yang muncul dalam sistem kapitalisme. Kepemimpinan Islam tidak sekedar memerintah, mengurusi dan juga melindungi, akan tetapi memastikan setiap umatnya hidup dalam lingkungan bersih dari kejahatan dan maksiat. Masih ragu kah untuk menerapkannya?
Wallahu a'lam bishawab