| 210 Views
Judi Menjamur Akibat Sistem yang Rusak

Oleh : Ummu Silvy
Aktivis Muslimah Ngaji
Jumlah terbanyak judi online salah satunya adalah Indonesia. Judi online ini membawa dampak buruk yang sangat memprihatinkan. Bukan hanya orang dewasa saja yang kecanduan, anak-anak juga menjadi korban judi online. Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK M Natsir Konga, mengungkapkan pihaknya saat ini sudah memblokir sekitar lima ribu rekening masyarakat Indonesia yang terindikasi judi online.
Perkiraan sementara menunjukkan terdapat sekitar 3,2 juta pemain judi online yang berasal dari berbagai latar belakang seperti pelajar, mahasiswa dan ibu rumah tangga. "Lima ribu rekening lebih. Nilainya angkanya lupa. Tapi kalau akumulasi sejak sampai kuartal 1 2024 itu sudah mencapai Rp 600 triliun perputaran. Akumulasi," kata Natsir. (cnbcindonesia.com, 17/6/2024).
Seorang polisi wanita (polwan), Brigadir Polisi Satu (Briptu) Fadhilatun Nikmah, membakar suaminya yang juga polisi, Briptu Rian Dwi Wicaksono, di Asrama Polisi Polres Mojokerto, Jawa Timur, pada Sabtu, 8 Juni 2024. Pembakaran itu diduga dipicu karena korban menggunakan gajinya untuk judi online (judol). Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Jawa Timur, Komisaris Besar Dirmanto, mengatakan bahwa korban sering menghabiskan uang belanja yang seharusnya buat membiayai hidup tiga anaknya ini untuk bermain judi online. Sehingga istrinya marah tak terkendali.
Sementara dari dari pihak Otoritas Jasa Keuangan, Budi menerangkan juga sudah melakukan pemblokiran 5.364 rekening yang terafiliasi judi online, dan 555 e-wallet yang diajukan ke Bank Indonesia untuk ditutup. Adanya oknum aparat yang terjerat dan ketagihan judol menunjukkan bahwa negeri ini telah darurat judi online. Persoalan ini tentu harus diselesaikan hingga ke akarnya. Pasalnya, jika upaya yang dilakukan hanya menangkap pelaku atau memblokir situs judi online, hal ini tentu tidak akan mampu memberantas judi online.
Judi online maupun offline pada dasarnya adalah perbuatan haram yang membawa keburukan dalam kehidupan. Banyaknya generasi muda dan masyarakat yang terlibat dalam permainan ini dengan tujuan ingin mendapatkan cuan atau sekadar mendapatkan kepuasan saat bermain, sejatinya menggambarkan lemahnya keimanan masyarakat. Disadari atau tidak, hari ini masyarakat sedang dikepung oleh pemikiran sekulerisme kapitalisme yang menggambarkan kebahagiaan dengan ukuran materi.
Dunia pendidikan pun tidak lepas dari pandangan hidup yang condong pada kemaslahatan pribadi atau duniawi ini. Pasalnya, sekulerisme adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan sehingga peserta didik akan memahami Islam sekedar ibadah ritual. Sedangkan di luar dari itu mereka bebas bertingkah laku apapun. Tentu saja standar bertingkah laku itu akan merujuk kepada akal manusia yang lemah dan hawa nafsu, yakni kesenangan materi.
Disadari atau tidak, hari ini masyarakat sedang dikepung oleh pemikiran sekulerisme kapitalisme yang menggambarkan kebahagiaan dengan ukuran materi. Dunia pendidikan pun tidak lepas dari pandangan hidup yang condong pada kemaslahatan pribadi atau duniawi ini. Pasalnya, sekulerisme adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan sehingga peserta didik akan memahami Islam sekedar ibadah ritual. Sedangkan di luar dari itu mereka bebas bertingkah laku apapun. Tentu saja standar bertingkah laku itu akan merujuk kepada akal manusia yang lemah dan hawa nafsu, yakni kesenangan materi. Ada beberapa faktor yang menjadikan mereka terjebak dalam gurita judi online ini.
Yang pertama adalah faktor ekonomi. Banyak orang berharap memperoleh uang dengan mudah dan cepat, apa lagi setelah pandemi kemarin. Angka pengangguran tinggi karena banyak perusahaan yang gulung tikar atau melakukan pengurangan pegawai. Hal ini juga berdampak pada banyaknya lulusan baru yang tidak mendapat pekerjaan
Kedua, faktor lingkungan. Pergaulan dan lingkungan sosial ini mempunyai pengaruh yang penting dalam membentuk karakter anak. Maka jika teman-teman bergaulnya juga terbiasa melakukan judi online, anak akan ikut terseret dalam jeratan judi online.
Ketiga adalah faktor kesempatan. Para pengguna dimudahkan dengan perjudian yang dilakukan dalam genggaman tama. Cukup dengan modal HP dan internet, dengan mudahnya mereka berselancar di dunia maya. Top up dan isi saldo juga dilakukan tanpa harus ke Bank untuk mengambil uang. Bahkan jika tidak ada uangpun, banyak aplikasi pinjol tanpa jaminan yang menawarkan kemudahan.
Keempat adalah kesadaran individu terhadap halal dan haram yang sangat rendah. Kehidupan yang sekuleristik menjadikan masyarakat saat ini kehilangan keimanan dan rasa takutnya kepada Allah, termasuk hilangnya rasa berdosa karena melanggar aturan Allah.
Kapitalisme membuat para pemilik modal menjadi penguasa sesungguhnya dan menihilkan peran negara. Aspek keuntungan materi menjadi orientasi aturannya. Karena sistem ini yang eksis, meski pemerintah sadar akan kerusakan judol dan akhirnya membentuk satgas judol, cara pandang atas persoalan ini dan solusinya, tidak menyentuh akar permasalahan karena kekuasaan mereka dibatasi oleh para pemimpin modal. Alhasil, judol masih marak.
Inilah yang terjadi ketika sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. sistem sekularisme telah menghilangkan peran agama dalam kehidupan, sehingga melemahkan aqidah mereka. Mereka menjadikan tolok ukur perbuatannya hanya kemanfaatan dan keuntungan materi semata, bukan halal harom. Liberalisme juga mendorong kebebasan kepada masyarakat untuk menentukan perilakunya sendiri.
Mereka tidak peduli apakah perbuatannya ini benar atau tidak atau akan berakibat buruk pada diri, ataupun keluarganya. Di sisi lain, penguasa negeri ini sudah menempuh berbagai cara untuk menangggulanginya. Bahkan kebijakan pembentukan satgas anti judi online adalah salah satu upaya terbaru yang dilakukan Presiden. Namun kita tidak bisa menjawab seberapa efektifnya satgas tersebut.
Apalagi dengan masa kerjanya yang singkat samapai akhir tahun ini. Dalam sistem ini, siapa yang menjamin tidak terjadi suap dan kolusi, mengingat ini adalah perputaran uang yang besar dan sangat menggiurkan banyak pihak. Keterlibatan aparat sebagai pelindung di belakang layar dari situs-situs judi oline adalah rahasia umum yang diketahui berbagai pihak. Inilah yang membuat sulitnya memutus jeratan judi online.
Karena aparat yang seharusnya melindungi masyarakat, justru melindungi mereka yang memegang modal besar. Kesenangan berjudi hanya dimiliki oleh orang yang malas bekerja. Bahkan kadang mereka menganggap judi adalah salah satu dari jenis pekerjaan sebagai matapencahariannya. Hal ini berangkat dari pemahaman sekuler yang memang telah merasuki pemikiran dan pemahaman rakyat.
Pemikiran dan pemahaman rakyat tidak lepas dari ideologi yang diterapkan saat itu oleh negaranya. Ketika negara membiarkan situs-situs judi tersebar, itu sama dengan negara telah berlepas diri dari perannya sebagai penjaga rakyat.
Dalam pandangan Islam, judi apapun bentuknya adalah haram. Allah SWT Berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan" (QS. Al Maidah 90-91).
Negara seharusnya melarang semua bentuk perjudian. Aturan yang diterapkan seharusnya berdasarkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah agar rakyatnya tidak mudah berjudi. Keimanan dan ketakwaan individu inilah yang akan menjadi benteng pertama bagi setiap rakyat.
Namun, bagaimana ketakwaan bisa tumbuh tengah-tengah umat, jika tidak ada dukungan dari pemerintah? Di negeri ini jam pelajaran agama dikurangi, ulama dikriminalisasi, pengajian pun dibubarkan karena dianggap radikal.
Maka edukasi dan dakwah tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya, karena pembatasan dari pemerintah. Sungguh, penerapan syariat Islam jelas merupakan suatu keniscayaan untuk diterapkan. Bukankah sebagai muslim wajib terikat dengan aturan Allah? Semua permasalahan manusia pun hanya bisa dijawab tuntas dan diselesaikan dengan hukum Islam. Maka, ketika hukum Islam diterapkan oleh negara dan menjadikan agama sebagai landasan pendidikan, maka dia akan bisa membentuk generasi yang kuat iman segingah tidak mudah maduk ke dalam kemaksiatan seperti judi online.
Dalam hal kesejahteraan, negara berkewajiban menjaga warga agar tercukupi kebutuhan pokoknya seperti, sandang, pangan dan papan dan kendaraan. Negara juga yang bertanggung jawab memberi perlindungan dari penjajahan jasmani dan rohani.
Negara akan menjatuhkan hukuman berat pada semua orang yang terlibat dalam kegiatan bisnis kemaksiatan termasuk diantaranya adalah judi online. Dengan aturan ini maka masalah judi online ini akan terselesaikan, karena apa pun jenis judinya diharamkan oleh Islam.
Masalah judi ini dapat diselesaikan dengan tuntas jika kita kembali kepada sistem Islam secara kaffah. Dengan demikian generasi penerus bangsa ini tetap terlindungi dari setiap kemaksiatan. Oleh karena itu kita harus memperjuangkan tegaknya sistem Islam, karena hanya sistem islam yg mampu mensejahterakan seluruh umat. Wallahu a'lam.