| 316 Views
Janin Tidak Diinginkan, Sepasang Sejoli Lakukan Aborsi, Kok Bisa?

Oleh : Yulisma
Memiliki anak yang lucu adalah impian banyak orang. Ada orang yang dalam masa penantian tahun bahkan berpuluhan tahun untuk mendapatkannya. Bahkan berbagai macam alternatif pengobatan dilakukan untuk kehadiran sang buah hati. Namun di sisi lain, banyak terkabar pula praktek aborsi yang terus merajalela. Hal ini tentunya menyayat hati. Ada orang yang menanti datangnya buah hati tapi tak sedikit juga orang yang membuangnya bak sampah tiada berguna. Inilah fakta kehidupan sekulerisme-liberalisme yang mengoyak moral para penganutnya.
Di Kalideres misalnya, sepasang kekasih nekat menggugurkan kandungan. Padahal usia janin sudah memasuki 8 bulan. Sebagaimana yang disampaikan Kompol Abdul Jana pada konferensi pers di Mapolsek Kalideres, Jakarta Barat. Berdasarkan pengakuan kedua pelaku bahwa aksi aborsi tersebut dilakukan karena janin tersebut tidak diinginkan. Selain janin yang dihasilkan di luar hasil pernikahan, pihak laki-laki ternyata sudah memiliki istri. Inilah yang menjadi sebab kelakuan biadab yang sanggup menghilangkan darah daging sendiri. (tribunnews.com, 30/08/2024)
Dari fakta tersebut, terlihat jelas bagi kita bahwa sesuatu yang diimpikan sebagian besar orang bisa menjadi momok menakutkan bagi orang lain jika didapatkan dari jalan yang salah. Pergaulan bebas mengakibatkan keretakan rumah tangga juga hilangnya marwah sebagai wanita. Seorang yang sudah menikah, jika tidak memperhatikan syariat dikala bergaul akan merusak janji suci pernikahan serta menciptakan kehancuran dalam rumah tangganya. Bukan hanya itu, pergaulan bebas akan menghancurkan masa depan juga merupakan dosa yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT bagi siapapun yang melakukannya. Inilah akibat penerapan sistem sekulerisme-kapitalisme di tengah-tengah masyarakat.
Sekulerisme merupakan ideologi yang lahir jauh dari fitrah manusia, dengan mengagungkan kebebasan bagi setiap penganutnya. Pemisahan agama dari kehidupan yang menjadi landasan mengakibatkan rusaknya tatanan kehidupan. Baik individu, masyarakat bahkan negara. Hal ini tampak pada kehidupan saat ini, berapa banyak kejahatan yang terjadi akibat hidup dalam bayang-bayang nafsu tanpa menghiraukan aturan halal dan haram? Hampir semua aktivitas dilandaskan nafsu jahat dan kepuasan sesaat.
Alhasil, dengan sistem sekulerisme-kapitalisme yang diterapkan di tengah-tengah masyarakat, mengontrol diri dari pergaulan bebas sangatlah sulit. Interaksi antar lawan jenis merupakan hal biasa hingga muncullah persepsi “Tidak mengapa bersama lawan jenis asalkan tidak terjerumus pada seksualitas.” Namun faktanya, pelaku zina kian menjamur bak penyakit kronis yang tak kunjung sembuh bahkan menimbulkan penyakit baru. Dari Interaksi yang diharamkan dengan lawan jenis, tumbuh menjadi pezina, berkembang lagi menjadi pembunuh. Siapa yang dirugikan? Tentu bukan hanya korban, tetapi keluarga, masyarakat bahkan negara juga dirugikan dengan penerapan sistem sekulerisme ini.
Berapa banyak kasus perceraian akibat perselingkuhan yang pastinya salah dalam pergaulan. Tidak pacaran seolah aib dan kekhawatiran sebagian orangtua terhadap datangnya jodoh pada anaknya merupakan bukti nyata masalah besar dalam masyarakat. Mereka yang menghindari pergaulan bebas dianggap kuper alias kurang pergaulan. Inilah potret rusaknya masyarakat bahkan gambaran nyata kualitas suatu bangsa.
Islam bukan hanya sebuah agama, namun juga sebagai ideologi (pandangan hidup) yang mengatur seluruh aktivitas yang dilakukan manusia. Dalam Islam, manusia merupakan makhluk yang patut tunduk dan taat pada aturan yang sudah ditentukan penciptanya karena hanya Pencipta lah Yang Maha Mengetahui apa yang ada pada manusia dan alam sekitarnya. Ia Maha mengetahui apa yang tidak diketahui oleh manusia baik yang sedang terjadi ataupun yang belum.
Dengan kesadaran bahwa posisinya sebagai makhluk, maka manusia yang beriman tidak akan mencari aturan hidup selain Islam, juga tidak memutuskan suatu keputusan dengan sesuka hati. Ia akan mencari keridhaan Allah SWT dengan mengikuti perintah dan meninggalkan larangan-larangan-Nya, meskipun sulit dan bertentangan dengan kebiasaan di lingkungan hidupnya. Namun demikian, senantiasa menumbuhkan kesadaran bahwa dirinya adalah makhluk yang harus taat kepada pencipta tidaklah mudah jika masih dalam sistem yang rusak dan merusak ini. Karena ia harus mengerahkan sekuat tenaga, pikiran bahkan waktu untuk menghindari kerusakan di sekelilingnya. Wajar, sebab berada dalam kehidupan abnormal.
Islam adalah agama yang universal, relevan untuk kehidupan zaman dahulu hingga hari kiamat datang. Bukan hanya untuk suatu golongan, tapi untuk seluruh manusia. Sebagaimana disampaikan Allah SWT dalam firman-Nya QS. Saba’ Ayat 28 yang artinya: “Dan kami tidak mengutus kamu (Muhammad) melainkan kepada umat manusia seluruhnya.” Karena Akidah Islam melahirkan aturan-aturan dengan sifat kemanusiaannya bukan sifat ras atau suku tertentu.
Untuk menjamin kemaslahatan masyarakat, Islam sudah mempersiapkan serangkaian aturan yang tidak bisa terlepas satu dengan yang lainnya. Kehadiran aturan Islam bukan untuk mengkriminalisasikan penganutnya, sebagaimana yang dikoar-koarkan oleh dunia Barat. Tetapi untuk mendatangkan kebaikan, menjaga kehormatan dan kemuliaan di tengah-tengah masyarakat. Ketaatan adalah bukti keimanan kepada Allah SWT beserta apa yang datang dari-Nya. Mulai dari memisahkan laki-laki dengan perempuan yang bukan mahram, mengharamkan berdua-duaan, membatasi interaksi sebatas yang diperbolehkan syara’, menutup aurat, menjaga pandangan, tidak tabarruj dan lain sebagainya. Hal ini dilakukan dengan landasan takwallah. Jika aturan ini dijalankan oleh setiap individu masyarakat, inshaaAllah Allah akan menurunkan kebaikan dari langit dan bumi.
Walau demikian, sanksi syar’i tetaplah harus dijalankan dengan tegas jika ada pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan individu masyarakat. Disinilah peran negara yang sangat menentukan suatu keberhasilan, yakni keberhasilan atas ketaatan warganegaranya terhadap hukum Allah secara keseluruhan. Tanpa ada aturan yang jelas dan tegas dari negara, warganegara akan terombang-ambing menjalankan kehidupannya. Pergaulan Islam beserta sanksi syar’i harus masuk dalam tatanan undang-undang negara yang berlandaskan akidah Islam. Bukan dengan mengembalikan kepada Hak Asasi Manusia yang kebablasan mengikuti nafsu belaka seperti saat ini. Pezina wajib dicambuk 100 kali cambukan ataupun dirajam sampai mati jika sudah menikah. Hukum Qishas bagi pembunuh, serta sanksi tegas bagi orang-orang yang membuka aurat dan lain sebagainya.
Hal ini hanya akan terjadi jika negara menerapkan sistem pemerintahan Islam yakni Khilafah. Jika masih bergantung pada sistem sekuler-demokrasi, kehidupan Islami hanyalah mimpi yang tidak akan pernah terwujud. Sudah saatnya kaum muslimin sadar bahwa idealnya kehidupan hanya ketika berada dalam sistem Khilafah. Meyakini, memperjuangkan bahkan menegakkan Khilafah merupakan kewajiban yang tidak bisa dielakkan dan akan dimintai pertanggungjawaban.
WaAllahu A’lam.