| 256 Views
Jaminan Sejahtera Untuk Ibu dan Anak Dengan UU KIA, Benarkah?

Oleh : Yuni Ummu Zeefde
Ibu Rumah Tangga
Pengesahan RUU KIA menjadi UU KIA pada 4 Juni 2024 lalu, dianggap menjadi UU yang akan membawa angin segar bagi Ibu dan Anak. Menurut Diah Pitaloka, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI mengatakan UU KIA dijamin tidak akan mendiskriminasi perempuan di tempatnya bekerja. Dirinya juga menyinggung hak cuti perempuan dalam pasal 4 ayat 3 UU KIA mengenai cuti hamil yang dinilai bertujuan untuk mensejahterakan rakyat serta meningkatkan kualitas pekerja Indonesia (tirto.id, 07/06/2024).
UU KIA lebih spesifiknya adalah bentuk penguatan dari UU ketenagakerjaan. Dan di dalamnya tidak dilakukan perubahan mengenai UU cipta kerja. Antara lain hak suami untuk cuti 2 hari ketika mendampingi istri melahirkan, hak istirahat 1,5 bulan atau sesuai surat keterangan dari dokter/bidan, serta penyediaan fasilitas dan layanan kesehatan, gizi dan juga laktasi di jam kerja. Ketentuan lainnya yang termaktub dalam UU ini adalah mengenai cuti melahirkan 3 bulan pertama kemudian 3 bulan selanjutnya dengan kondisi khusus dan atas saran dokter. Tak hanya itu beleid juga mengatur bantuan hukum untuk ibu yang tidak mendapat hak upah/gaji dari perusahaan tempat bekerja selama cuti melahirkan (news.detik.com, 07/06/2024).
UU ini jelas mengarahkan perempuan agar dapat tetap berkarir karena mendapat cuti sehingga tenang dalan dalam bekerja.
Hal ini tidak lain untuk menguatkan pemberdayaan ekonomi perempuan. Sebagaimana paradigma kapitalisme bahwa Perempuan produktif adalah Perempuan yang bekerja. Perempuan dipaksa menjadi penggerak ekonomi. Dalam sistem kapitalisme ini jelas sekali memperdaya perempuan lewat ekploitasi kesetaraan gender.
Di samping itu cuti kelahiran selama 6 bulan tetap tidak cukup untuk ibu dan anak. Karena anak membutuhkan pengasuhan terbaik dari ibu hingga mumayyiz. Ekonomi sulitlah yang menekan perempuan untuk memenuhinya lewat dunia kerja. Tak sedikit perempuan terpaksa mengganti peran laki-laki dalam mencari nafkah. Kemudian menitipkan anak untuk diasuh orang lain. Meskipun ada sebagian yang bekerja karena karir. Hal itu akhirnya menggelapkan pola pikir perempuan yang harusnya secara fitrah menjadi istri dan juga ibu.
Untuk mengatasi diskriminasi perempuan dan anak justru tidak cukup dengan UU KIA. Banyak persoalan perempuan dan anak yang sumbernya dari satu masalah yakni kapitalisme. Padahal kapitalisme hanyalah memakmurkan perempuan dari sisi materi tapi justru menjauhkan perempuan dari fitrahnya. Dengan bekerja maka perempuan akan lebih mandiri. Perempuan mandiri justru menguntungkan kapitalisme. Namun kemandirian perempuan bukan jalan menghentikan diskriminasi, pelecehan maupun penindasan. Pergerakan perempuan ketika bekerja atau keluar rumah akan menimbulkan interaksi antara laki-laki dan perempuan yang tak jarang bisa menimbulkan banyak kejahatan. Permpuan bisa saja mengalami pencurian, pembegalan bahkan pelecehan seksual. Maka tentu perempuan dan anak-anak tetep butuh perlindungan serta pertolongan dari kaum laki-laki.
Inilah yang harus menjadi perhatian negara dalam mengatasi masalah perempuan. Karena masalah perempuan berpengaruh juga kepada anak-anak yang kelak akan menjadi generasi penerus bangsa. Ibu adalah pendidik utama dalam keluarga. Ayah sebagai penopang hidup keluarga. Kedua orangtua harus saling bersinergi. Tanpa meninggalkan peran yang lainnya.
Hanya Islam yang tulus memperhatikan kesejahteraan ibu dan anak. Tentu demi berjalannya fungsi strategis dan politis peran keibuan dan membangun profil generasi cemerlang. Memberikan lapangan kerja yang luas untuk para laki-laki agar dapat menghidupi keluarganya. Sehingga perempuan lebih fokus pada keluarga. Sistem ekonomi Islam menjamin tercapainya kesejahteraan rakyat termasuk perempuan tanpa meletakkan kewajiban mencari nafkah pada perempuan.
Negara menjamin kesehatan pada seluruh rakyat. Termasuk kepada calon ibu sejak awal kehamilan hingga melahirkan. Anak-anak lebih diperhatikan oleh orangtuanya. Kebutuhan utama rakyat dijamin negara. Dari mulai kebutuhan pribadi seperti : sandang yakni negara perlu memastikan rakyatnya mendapatkan pakaian yang layak yang sesuai syariat dan menutup aurat. Kemudian pangan yang artinya negara juga memperhatikan rakyatnya bisa makan dan mendapat gizi yang baik. Serta papan yaitu negara memberikan fasilitas kepada rakyatnya yang tidak memiliki tempat tinggal dengan memberikan rumah yang layak huni.
Di samping itu kebutuhan umum lainnya seperti:
- Kesehatan : Negara menfasilitasi rumah sakit serta tenaga medis yang cukup untuk menerima para pasien yang butuh pertolongan segera.
- Pendidikan : Negara menjamin rakyat dapat pendidikan yang bisa menjadikan masyarakat menjadi berakhlakul karimah. Serta gedung sekolah yang banyak serta guru-guru yang profesional.
- Keamanan : Negara menjaga kenyamanan rakyatnya agar terhindar dari berbagai kejahatan. Dan sanksi tegas kepada pelaku kriminal.
Sehingga tidak ada lagi masalah yang sering ditimbulkan dari ekonomi sempit seperti perceraian, anak-anak stunting, bunuh diri, gagal operasi, anak putus sekolah dan lain sebagainya.
Islam memuliakan Perempuan dengan semua peran fitrahnya, bukan dari berapa banyak uang yang dihasilkan. Rasullullah bersabda dalam sebuah hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim "Wanita (istri) adalah penanggung jawab dalam rumah tangga suaminya dan anak-anaknya". Hadis ini sungguh memuliakan perempuan dengan amanah yang sangat besar. Islam telah mengatur peran perempuan dalam kehidupan. Negara memfasilitasi dan memudahkan semua kebutuhan masyarakatnya. Maka perlu adanya mengubah pola pikir perempuan saat ini dengan tsaqofah Islam yang berlandaskan akidah Islam. Sehingga masyarakat tercedaskan dan bisa memilih mana yang harus lebih diutamakan dalam berkehidupan dan bermasyarakat. Wallahu A'lam Bishowab.