| 217 Views

Investasi pada Perempuan, Benar Kah Akan Memuliakan Perempuan?

Oleh : Saima, S.I.P

 Dilansir dari liputan6.com, Jumat (1/3/2024), menjelang peringatan International Women's Day (IWD) atau Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada 8 Maret 2024, UN Women Indonesia kembali menyorot pentingnya berinvestasi atau memberi perhatian lebih terhadap kelompok perempuan dan kesenjangan gender. Hal tersebut sejalan dengan tema IWD tahun ini 'Invest in Women: Accelerate Progress' yang artinya 'Berinvestasi pada Perempuan: Mempercepat Kemajuan'. Mencapai kesetaraan gender dan kesejahteraan perempuan di semua aspek kehidupan menjadi semakin penting jika kita ingin menciptakan perekonomian yang sejahtera serta kehidupan yang sehat untuk generasi mendatang.

 

Polemik Kesetaraan Gender

IWD atau Hari Perempuan Internasional dirayakan di seluruh dunia setiap tanggal 8 Maret. Perempuan berkumpul merayakan pencapaian, mulai dari aspek politik hingga sosial dengan misi utama untuk menyerukan kesetaraan gender. Ide kesetaraan gender dapat diartikan sebagai sebuah ide yang mengusahakan penyamaan kedudukan, hak-hak serta kebebasan kaum perempuan dengan laki-laki dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Seperti dibolehkannya wanita menduduki kursi legislatif dan sebagainya. Karena adanya persamaan kedudukan, hak-hak serta kebebasan kaum perempuan dengan laki-laki inilah sehingga muncul anggapan bahwa kaum perempuan bebas dalam beraktifitas dan berkarir.

Faktor ketimpangan relasi kuasa masih sangat berperan dalam kasus pelecehan dan kekerasan seksual. Yang mana atasan atau rekan kerja senior merupakan pelaku paling sering. Identitas gender dan difabilitas menjadi faktor kerentanan yang mendasari pelecehan dan kekerasan seksual. Kekerasan dan pelecehan seksual di dunia kerja dapat terjadi di berbagai tempat, tidak hanya di kantor, tetapi juga di luar kantor dan secara daring.

Akibat dari ide-ide yang merusak ini tentang adanya persamaan kedudukan, hak-hak serta kebebasan kaum perempuan dengan laki-laki di masyarakat yang ditanamkan oleh negara-negara kapitalis, kaum perempuan lebih tertarik untuk beraktifitas di luar rumah. Seperti bekerja di kantor pemerintahan ataupun di kantor swasta. Menjadi sekretaris dan lain sebaginya. Bahkan kaum perempuan merasa rendah diri jika sekadar berperan sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT). Sehingga lahir lah generasi tanpa bimbingan dan pengasuhan optimal seorang ibu.

Angka partisipasi perempuan di sektor publik termasuk ranah politik pun meningkat. Angka partisipasi perempuan di parlemen cenderung meningkat meski belum mencapai target yang ditetapkan. Namun di saat angka partisipasi perempuan bertambah, angka kekerasan terhadap perempuan yang terdata juga justru terus bertambah. Ini yang harus kita evaluasi. Sudah seefektif apa program pemberdayaan perempuan dalam ekonomi dan politik dengan dalih kesetaraan gender guna menyelesaikan persoalan perempuan ini? 

Nasib perempuan di berbagai belahan dunia masih tetap sama dengan berbagai macam permasalahan yang semakin memburuk dan mengerikan. Bukankah ini jelas mengisyaratkan kegagalan-kegagalan kesetaraan gender dalam mewujudkan tujuannya memberikan hak-hak perempuan dan pemberdayaan perempuan?

 

Perempuan Sebagai Aksesoris Negara Kapitalis

Dalam perspektif kapitalisme, manfaat materi adalah tujuan tertinggi yang hendak dicapai dari aktivitas manusia. Sistem kapitalisme sejatinya telah menghancurkan kehidupan manusia, termasuk kaum perempuan. Dalam kungkungan sistem kapitalisme saat ini kaum perempuan dalam posisi serba salah. Di satu sisi mereka memikul amanah mulia menjadi benteng keluarga yakni menjaga anak-anak dari lingkungan yang merusak sekaligus mengurus rumah tangga. Di sisi lain mereka pun harus ikut bertanggung jawab atas kondisi ekonomi keluarga dengan cara ikut bekerja mencari nafkah tambahan atau bahkan sampai menggantikan posisi suami. Sehinggga tidak mengherankan jika akhirnya segala hal dimanfaatkan oleh negara kapitalis untuk mendatangkan pundi-pundi materi, termasuk membidik kaum perempuan. 

Kapitalisme membidik kaum perempuan untuk mempertahankan hegemoninya dengan dalih pemberdayaan perempuan. Diharapkan mampu meningkatkan taraf kesejahteraan di bidang ekonomi. Dengan memberikan suntikan dana untuk pengembangan modal usaha, perempuan dituntun untuk aktif dalam menjalankan kiprahnya di ranah bisnis dan ekonomi. Kapitalisme juga membuat kemolekan tubuh perempuan sebagai aset iklan, model, film, penghibur, bahkan pekerja seks. Kapitalisme terus mengeksploitasi waktu, pikiran, tenaga, bahkan mirisnya tubuh perempuan dijadikan sumber uang.

Kapitalisasi tubuh perempuan dalam dunia industrialisasi menjadi hal yang memaksa dalam membentuk citra perempuan dengan basis komersialisasi. Padahal tubuh perempuan bukan sebuah bentuk melainkan satu tatanan nilai dalam dunia sosial. Tubuh merupakan atribut yang memiliki ruang dan tempat sebagai satu identitas dari dirinya. Tubuh yang seperti ini senantiasa berada dalam lingkaran dan paksaan modernitas kapitalisme. Tubuh menjadi mesin produksi, promosi, distribusi, dan konsumsi para kapitalis. 

Kata cantik menjadi tolok ukur dengan berbagai komposisi yang harus ada di dalamnya. Seperti putih, _glowing_, tinggi, langsing, dan mulus menjadi satu kesatuan komposisi konstruktivis modal sosial tubuh perempuan dalam dunia kapitalis. Sehingga para perempuan tidak sedikit yang bekerja untuk membeli produk yang telah diinvitasi oleh kapitalis. Cara inilah yang membuat perempuan terbius bujukan dan pada akhirnya membentuk kondisi lingkungan yang materialistik nan konsumtif.

Industrialisasi keindahan tubuh perempuan dalam konteks media saat ini telah menjelma menjadi objek konsumerisme publik yang tak dapat terelakkan. Alhasil paradigma tentang tubuh perempuan dalam realitas masyarakat yang luas menjadi objek keindahan yang direduksi bagi kaum laki-laki. Sisi seksualitas perempuan selalu dikonotasikan pada bentuk yang lain. Sehingga tidak jarang apa yang dilakukan oleh perempuan untuk merawat tubuhnya dijadikan sebagai salah satu bentuk pendisiplinan atas dirinya dan secara tidak sadar melekat ke dalam sifat alamiah perempuan. Apalagi saat perempuan dilekatkan pada objek lain seperti dunia fashion yang pada akhirnya tubuh perempuan menjadi petanda. Tubuh perempuan menjadi tidak lagi merdeka karena apa yang dipetandakan fashion menjadi tuntutan dalam dunia industrialisasi konsumtif.

Kaum perempuan, karena tubuhnya yang memiliki modal simbolik dan modal sosial sehingga apa yang mereka tampilkan akan berimbas pada diri, baik dirinya secara merdeka atau diri yang bersifat konsumtif. Modal yang dimiliki oleh tubuh perempuan akan menjadi 'arena' bagi sistem kapitalisme. Karena mereka melihat dengan modal tubuh perempuan dapat dikonversi menjadi modal materi yang tidak hanya akan menguntungkan dari segi materialistik. Tetapi juga stratifikasi sosial yaitu mendapatkan pengakuan dan status sosial yang lebih tinggi dari apa yang sebenarnya ia miliki.

 

Islam Memuliakan Perempuan

Pada dasarnya hukum Islam memberikan hak yang setara kepada kaum perempuan dan laki-laki. Seorang perempuan memiliki kemandirian dan identitas hukum, ekonomi dan spiritual yang independen. Tanpa kesetaraan gender, Islam mampu memuliakan dan memberdayakan perempuan secara maksimal terhadap perannya, baik dalam wilayah privat maupun publik.  

Selain itu, salah satu misi Islam dalam membangun peradaban adalah mengangkat derajat kaum perempuan. Islam menempatkan perempuan sebagai makhluk mulia. Mengangkatnya ke derajat yang tinggi dengan memberikan kebebasan, kehormatan dan hak pribadinya secara merdeka. Allah SWT menciptakan perempuan beserta keindahannya. Keindahan itu bukan hanya dinilai dari fisik saja, melainkan juga hati dan pikiran. Layaknya perhiasan, perempuan haruslah dirawat, dilindungi dan dijaga dari eksploitasi dan kehinaan.

Allah telah memberikan peringatan kepada siapa saja yang menjauhkan diri dari-Nya. Allah SWT berfirman, "Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah dia, Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat? Allah berfirman, "Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan." (TQS. Thaha : 124-126)

Tentunya kita sudah mengetahui bahwa fungsi atau peran utama kaum perempuan adalah sebagai seorang ibu dan manager dalam rumah tangga. Bukan hanya itu saja, seorang perempuan (ibu) adalah benteng dari suami dan anak-anaknya. Peran ibu sangatlah besar dalam keluarga, seperti menjaga serta mendidik anak-anaknya. Tentunya dengan pendidikan yang islami. Sehingga dapat melahirkan generasi muda yang akan mengguncang sekaligus meruntuhkan dominasi kafir Barat dengan peradaban sampahnya seperti IWD. 

Para intelektual muslimah di masa kekhilafahan menjalani kehidupan Islam secara kaffah, menunaikan kewajiban dalam rumah tangga, mengasuh anak-anak mereka, berpartisipasi dalam urusan masyarakat, dakwah amar ma’ruf nahi mungkar, dan melakukan muhasabah terhadap penguasa. Syariat Islam telah menggariskan bahwa perempuan harus mendapat perlindungan dan kedudukannya yang mulia di tengah masyarakat. Islam datang untuk mengakhiri penindasan terhadap kaum perempuan.

Islam memberi kesempatan bagi perempuan untuk mendapatkan kembali kehormatan dan kemuliaan. Dengan demikian kita tidak butuh program seperti IWD yang digaungkan oleh musuh-musuh Islam yakni negara kafir Barat. Yang kita (kaum perempuan) atau para muslimah butuhkan ialah aturan Islam kaffah dalam naungan khilafah. Agar pemberdayaan perempuan menjadi pemberdayaan yang mulia sesuai dengan syariat Islam seperti di masa-masa sebelumnya yakni di zaman Rasulullah hingga kekhilafahan terakhir.

Wallahu a'lam.


Share this article via

50 Shares

0 Comment