| 327 Views
Intoleransi Tuduhan Keji bagi Umat Islam

Oleh : Sri Mulyati, S.Pd.
Pendidik Generasi
"Intoleransi" adalah framing yang digaungkan oleh mereka pemuja pluralisme. Bagaimana tidak, setiap yang berbau penolakan terhadap ajaran agama tertentu oleh sekelompok agama mayoritas ujung-ujungnya dituduh intoleran, tidak menjunjung kebhinekaan, atau lain sebagainya. Ya, begitulah nasib umat mayoritas (Islam).
Baru-baru ini penolakan pendirian sekolah Kristen oleh sekelompok masyarakat nuslim di Parepare, Sulawesi Selatan, dinilai intoleransi dan mencederai semangat toleransi dan Bhineka Tunggal Ika.
Dikutip dari barometer.co.id. Siti Kholisoh mengatakan bahwa kejadian tersebut adalah intoleransi yang merusak hak umat beragama lain hanya karena berbeda keyakinan dengan mayoritas orang Indonesia." (26/09/2024)
Dalam hal ini, perlu dikaji lebih mendalam lagi mengenai istilah intoleransi yang terus digaungkan di negeri ini. Seakan-akan Indonesia yang berpenduduk mayoritas muslim sedang diancam oleh penyakit intoleransi.
Miris, label intoleran sering kali ditujukan kepada umat Islam, tidak kepada agama yang lain. Sementara, pada faktanya perilaku intoleran yang nyata-nyata menghalangi umat Islam–melaksanakan ajaran yang terkandung dalam agamanya–para pelaku tersebut tidaklah dikatakan intoleran. Contohnya pelarangan penggunaan hijab di RS Medistra, Jakarta Selatan oleh dokter spesialis yang bekerja di fasilitas kesehatan tersebut hingga mengundurkan diri. (detikhealth.com, 03/09/2024)
Perbedaan keyakinan dan klaim kebenaran (truth claim) di antara para pemeluk agama memang bisa saja memunculkan sikap intoleransi yang mengarah kepada konflik. Akan tetapi, hal yang perlu digarisbawahi adalah selama kondisi tersebut tidak mengarah pada masalah secara fisik, sebetulnya tidak ada masalah. Sebab, benturan ini bisa diselesaikan melalui diskusi intelektual sebagai wadah pemikiran dalam penyelesaiannya. Tidak boleh mengarah kepada benturan fisik. Dengan cara ini pluralitas dalam keyakinan beragama bisa diselesaikan dengan baik.
Diskusi intelektual ini sebagai cara dalam menyebarluaskan pemikiran Islam tentang bagaimana Islam dalam mengatur hubungan dengan orang-orang di luar Islam. Melalui proses diskusi dan debat terbuka ini, akan menghasilkan argumentasi yang lebih unggul.
Hal inilah yang sesungguhnya diajarkan oleh Islam. Dalam ajaran Islam, tidak memaksa nonmuslim untuk memeluk dan meyakini Islam (QS. All-Baqarah [2]: 256). Baik pemeluk agama Kristen, Hindu, Buddha, dan lain sebagainya. Tetap bisa memeluk agama mereka secara bebas dan tetap bisa hidup dalam naungan Islam.
Hanya saja, keberagaman keyakinan bisa hidup rukun berdampingan tanpa adanya ketegangan di antara pemeluknya dapat dirasakan dalam naungan Islam. Yakni, menjadikan Islam sebagai ideologi yang diterapkan dalam sebuah negara.
Sejarah membuktikan, kisah masuk Islamnya ribuan orang Kristen di Irak di tangan Abu Hudzfail Al-'Allaf setelah melakukan debat intelektual. Mereka melihat Islam adalah agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi. Dalam perwujudannya agama Islam, menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan bagi siapa saja termasuk nonmuslim.
Islam melarang keras berbuat kezaliman terhadap orang kafir yang tidak memerangi kaum muslimin. Islam pun mengajarkan agar tetap berbuat baik dengan orang tua walaupun tidak beragama Islam.(QS. Lukman [31]: 15)
Dalam catatan sejarah peradaban Islam yang lain, praktik toleransi demikian nyata. Hal ini berlangsung selama ribuan tahun sejak masa Rasulullah saw. hingga masa kekhalifahan Islam. Para intelektual Barat mengakui hal ini sebagaimana dituangkan dalam buku berjudul "The Story of Civilization" karya Will Durant. Ia menggambarkan keharmonisan kehidupan antarpemeluk agama Islam, Yahudi, dan Kristen di Spanyol masa kekhalifahan Bani Umayyah. Mereka hidup aman, damai, bahagia bersama orang Islam di sana hingga abad ke-12 Masehi.
Dalam catatan seorang sejarawan Kristen bernama T.W. Arnold memuji toleransi beragama dalam Daulah Khilafah di era Kekhilafan Turki Utsmani. Dalam buku karya T.W Arnold yang diberi judul "The Peaching of Islam: A History of Propagation of The Muslim Faith" halaman 134, ia berkata, "Adanya perlakuan terhadap warga Kristen oleh pemerintahan Khilafah Turki Utsmani, selama dekade kurang lebih dua abad telah memberi contoh toleransi keyakinan yang sebelumnya tidak dikenal di daratan Eropa pada peristiwa setelah penaklukan Yunani."
Dengan demikian, sesungguhnya umat Islam tidak perlu paham pluralisme. Umat Islam cukup berpegang teguh terhadap akidah Islam dan hukum syarak yang menjadi pegangan hidup mereka. Niscaya kehidupan toleransi beragama akan terasa tenteram, aman, dan damai.
Wallahualam bissawab.