| 27 Views
Indonesia Tertinggi dalam Pengangguran di ASEAN pada 2024 : Realita atau Alarm ?

Oleh : Zamzam Sahara
Ciparay Kab. Bandung
Indonesia dikenal sebagai Zamrud Khatulistiwa karena keindahan alamnya yang hijau membentang sepanjang garis khatulistiwa. Julukan ini menggambarkan betapa subur dan kayanya negeri ini, baik dari segi alam, budaya, maupun sumber daya. Negara ini terdiri dari lebih 17.000 pulau, dihuni oleh ratusan suku bangsa dengan beragam bahasa dan adat istiadat. Gunung, hutan tropis, laut biru, dan kekayaan hayati menjadikan Indonesia salah satu negara paling kaya keanekaragaman di dunia.
Letaknya yang strategis di tengah jalur perdagangan dunia menjadikan Indonesia penting secara ekonomi dan geopolitik. Sebagai bangsa, sudah sepatutnya kita menjaga warisan ini. Keindahan dan kekayaan Indonesia bukan hanya untuk dikagumi, tapi juga untuk dimanfaatkan secara adil dan dijaga keberlangsungannya demi generasi yang akan datang.
Tapi sayangnya dari gemerlapnya negara ini tersimpan berjuta problem, dari mulai problem Pendidikan sampai ekonomi termasuk kemiskinan. Kemiskinan ini terjadi salah satunya karena kurang tersedianya lapangan kerja, sementara Makin banyak lulusan universitas di Indonesia justru masuk dalam lingkaran pengangguran, menunggu tanpa kepastian, di tengah pasar kerja yang kian selektif dan jenuh.
Menurut laporan World Economic Outlook IMF edisi April 2024, Indonesia mencatat tingkat pengangguran tertinggi di Asia Tenggara, yakni sebesar 5,2%. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada Agustus 2024, tingkat pengangguran terbuka (TPT) Indonesia berada di angka 4,91%, mengalami penurunan dari 5,32% pada tahun sebelumnya. Sebagai perbandingan, beberapa negara ASEAN mencatat tingkat pengangguran yang lebih rendah: Thailand: 1,1%, Filipina: 3,9%, Vietnam: 2,3%. Hal ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat pengangguran tertinggi di kawasan ASEAN.
Salah satu isu krusial adalah pengangguran di kalangan usia muda (15–24 tahun), yang mencapai 14%. Angka ini menunjukkan adanya kesenjangan antara pendidikan dan kebutuhan pasar kerja, di mana banyak lulusan tidak dapat menemukan pekerjaan yang sesuai dengan keahlian mereka. Problem ini bukan sekadar masalah ekonomi teknis, tapi merupakan akibat dari diterapkannya sistem kapitalisme yang rusak, Diantaranya :
Pertama, Negara Tidak Menjalankan Fungsi Pengatur Ekonomi Sesuai Syariah, Negara tidak mengelola kepemilikan umum (seperti tambang, migas, dan hutan) sebagaimana mestinya. Aset ini diserahkan kepada swasta dan asing, sehingga Keuntungan hanya dinikmati segelintir orang. Kesempatan kerja tidak merata dan minim.
Kedua, Sistem Pendidikan Sekuler, Pendidikan hanya mencetak lulusan untuk menjadi pekerja, bukan pengusaha atau pemimpin umat. Akibatnya Banyak lulusan yang tidak terserap pasar kerja. Selain itu Pendidikan sekuler hanya menjadikan Pendidikan sebagai alat bisnis para kapitalis, sehingga Pendidikan itu bukan mencerdaskan, hasilnya jauh dari harapan, lulusan banyak tapi krisis akhlak, kebodohan terhadap islam dan rusaknya tatanan sosial makin nyata.
Ketiga, Ketergantungan pada Investor Asing Pemerintah membuka lapangan kerja lewat investasi asing, tapi Pekerjaan yang tersedia bersifat temporer dan murah. Keuntungan dibawa ke luar negeri, bukan memperkuat ekonomi dalam negeri.
Keempat, Tidak Diterapkannya Sistem Ekonomi Islam Dalam Khilafah, negara Menjamin pekerjaan bagi laki-laki. Mengelola sumber daya alam dan kekayaan umum untuk kesejahteraan rakyat. Menyediakan lapangan kerja berbasis industri berat dan pertanian.
Karena problem ini bukan hanya sekedar problem teknis tapi juga ideologis maka untuk solusinya juga perlu solusi idologis sebagai berikut :
Pertama, Dalam sistem Islam (Khilafah), negara wajib menyediakan pekerjaan bagi laki-laki yang mampu bekerja agar mereka bisa menafkahi dirinya dan keluarganya Rasulullah saw. bersabda:
“Barang siapa di antara kalian membawa tali dan kapaknya, lalu pergi ke gunung dan mencari kayu bakar, lalu menjualnya untuk mencukupi kebutuhannya, maka itu lebih baik baginya daripada meminta-minta kepada manusia.” (HR. Bukhari).
Kedua, Mengelola Kepemilikan Umum, Islam mengatur bahwa kekayaan alam milik umum (seperti tambang, minyak, hutan, laut) tidak boleh dimiliki swasta atau asing, melainkan dikelola negara untuk kepentingan rakyat, termasuk menciptakan lapangan kerja. Sabda Nabi SAW :
“Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api.” (HR. Abu Dawud). Makna hadis ini yang termasuk "api" adalah energi, termasuk minyak dan gas harus dikelola negara.
Ketiga, Sistem Pertanian dan Industri Didorong Negara. Negara Khilafah mendorong pemanfaatan tanah mati dan pengembangan industri berat, sehingga membuka banyak lapangan kerja. Rasulullah saw. bersabda:
“Barang siapa menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya.” (HR. Abu Dawud). Imam Abu Ubaid menjelaskan bahwa tanah-tanah yang luas harus diberikan kepada mereka yang mampu menggarapnya, bukan ditelantarkan.
Keempat, Sistem Pendidikan Islam, Pendidikan Islam diarahkan untuk membentuk insan yang bertakwa dan produktif berlandaskan aqidah islam, bukan sekadar pencari kerja. Dengan demikian, umat bisa menciptakan usaha sendiri dan memberi manfaat kepada masyarakat.
Wallahu a'lam bish shawwab