| 109 Views
"Horor" Kemacetan Mudik dan Puncak Arus Balik Lebaran

Oleh : Diana Soepadi
Freelance Writer
Seolah menjadi tradisi, kemacetan pada arus mudik dan balik Lebaran selalu terjadi. Di akhir cuti bersama Lebaran, horor kemacetan arus balik benar-benar terjadi. Kemacetan terjadi di Tol Jakarta Cikampek (Japek) 2 Selatan arah Jakarta, saat diberlakukan contraflow pada Minggu (14/4). Kemacetan mulai terjadi dari pintu Tol Japek 2 hingga kilometer (KM) 78 arah Jakarta, hingga kurang lebih 5 km. (www.cnnindonesia.com, 14-4-24).
Layanan kelancaran transportasi selalu menjadi problem setiap saat, terlebih di momen istimewa Lebaran. Berulangnya kasus kemacetan menunjukkan mitigasi tidak berjalan dengan baik. Perlunya langkah-langkah mitigasi yang terencana dan terarah, hingga mampu menyelesaikan persoalan kemacetan termasuk membuat langkah antisipasi, tentunya harus dijalankan dengan serius.
Mengurai Akar Kemacetan
Dr. I Gusti Ayu Andani, S.T., M.T.P, pakar Tata Kota dari Kelompok Keahlian Sistem Infrastruktur Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung (SAPPK ITB), menggambarkan fenomena mudik sebagai sebuah perjalanan massal orang-orang ke kampung halaman mereka untuk merayakan hari besar atau festival. Nyantanya, fenomena mudik juga terjadi di berbagai negara lain, seperti Lunar New Year di China atau Thanksgiving di Amerika. (www.itb.ac.idm, 4/4/2024).
Disebutkan beberapa alasan utama seseorang pindah ke kota yaitu pekerjaan, pendidikan dan akses ke layanan serta fasilitas yang lebih baik. Dengan banyaknya arus perpindahan masyarakat desa ke kota, maka konsentrasi populasi di wilayah perkotaan makin meningkat dan padat. Hal ini tentu menimbulkan masalah kemacetan, terlebih jika jalan-jalan di kota tersebut tidak dirancang untuk menampung volume lalu lintas yang terus membesar.
Konsentrasi populasi di perkotaan yang terus meningkat, dibarengi pertumbuhan kota yang cepat dan tidak terkontrol, ditambah rencana tata ruang dan infrastruktur yang tidak memadai akan menghasilkan mobilitas yang tidak efisien bahkan kemacetan yang serius. Semisal kondisi jalan rusak berlubang, bergelombang akibat pergeseran struktur tanah, juga banyaknya titik pasar tumpah di jalan. Belum lagi sarana trasportasi ke pusat-pusat permukiman dan fasilitas layanan masyarakat yang kurang menunjang, membuat masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi.
Kemacetan juga diperparah akibat manajemen lalu lintas untuk mengatur arus kendaraan masih kurang efisien. Kurangnya petugas untuk mengatur lalu lintas, rambu-rambu lalu lintas dan sistem lampu lalu lintas yang tidak disesuaikan dengan volume kendaraan. Sedikit atau bahkan tidak adanya alternatif rute untuk mencapai tujuan tertentu, menyebabkan semua arus lalu lintas terpaksa melewati beberapa titik choke yang sama sehingga memperparah kemacetan. (www.itb.ac.idm, 4/4/2024)
Power Negara Mengakhiri Horor Kemacetan
Saking melekatnya mudik dengan kemacetan, membuat masyarakat banyak memberikan pemakluman. Sebagian besar rakyat merasa wajar-wajar saja jika akan terjadi arus tumpah di setiap momen mudik lebaran. Hingga tak menyadari bahwa hal tersebut seharusnya menjadi tanggung jawab negara untuk memikirkan, merencanakan dan menyusun mitigasi dan langkah yang kongkrit dan tepat untuk menyolusi kemacetan.
Islam menetapkan negara mengurus rakyat sesuai hukum Allah SWT, termasuk melakukan mitigasi optimal sebagai bentuk pelayanan negara atas rakyat, khsususnya dalam hal transportasi mudik Lebaran. Maka beberapa hal yang menjadi akar persoalam kemacetan wajib dituntaskan.
Pemerataan fasilitas layanan masyarakat di seluruh wilayah negara, baik desa maupun kota sesuai kebutuhan dari jumlah populasi warganya, sehingga tidak akan menimbulkan arus urbanisasi.
Rencana tata ruang dan infrastruktur serta sarana transportasi yang memadai dan menunjang mobilitas yang efisien. Antara lain berupa perbaikan dan perawatan jalan umum, penataan titik pasar agar tidak tumpah di jalan, serta moda transportasi yang aman, nyaman dan murah atau bahkan gratis, tentu akan membuat masyarakat tak segan bepergian dengan kendaraan umum.
Manajemen lalu lintas yang efisien dan handal, dengan perekrutan petugas lalin yang memadai sesuai kebutuhan, sistem lampu lalu lintas dan rambu-rambu yang menyesuaikan volume kendaraan serta pembuatan alternatif rute pada tujuan tertentu, sehingga titik choke dapat terurai.
Hanya dengan power negara, ketiga masalah mendasar kemacetan dapat selesaikan. Islam memberikan kewenangan negara dalam melakukan tugas pelayanan dengan dukungan anggaran kas negara. Pengelolaan sumber-sumber pemasukan negara sesuai syariat, baik dari pos fai/ghanimah (jizyah,kharaj, usyur), kepemiilikan umum (sumber daya alam) dan zakat, akan lebih dari cukup untuk mendanai kebutuhan sarana dan sistem transportasi yang dibutuhkan rakyat.
Hingga negara akan mampu memberikan jaminan pada rakyat dalam melaksanakan Ramadan secara optimal penuh khusyu. Tak tercederai dengan “drama horor” kemacetan sehingga buah takwa sungguh-sungguh akan bisa diraih, insyaallah.
Wallahu’alam bishowwab