| 18 Views
Harga Tiket Turun: Kebijakan Musiman, Tak Mengurai Akar Persoalan

Oleh : Agnes Aljannah
Aktivis Dakwah Kampus
Kebijakan turunnya harga tiket menjelang mudik lebaran ibarat buah rambutan, musiman. Sejak 28 Februari lalu, Presiden Prabowo Subianto telah memastikan akan ada penurunan tarif tol saat arus mudik dan balik lebaran tahun ini. Hal tersebut disampaikan dalam konferensi pers di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Jumat, 28 Februari 2025. VIVA.co.id
Selain itu, Agus Harimurti Yudhoyono selaku Menteri Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, mengungkap pemerintah telah memberikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada harga tiket pesawat yang mulai berlaku pada sejak 1 Maret. Potongan tersebut diberikan untuk penerbangan domestik guna menekan harga tiket pesawat hingga 14 persen. Sabtu (01/03/2025), VIVA.co.id.
Lagi-lagi negara mengeluarkan kebijakan yang seolah menyelesaikan persoalan, seperti menurunkan harga tiket dan tarif tol. Kebijakan ini memang pantas dikatakan sebagai kebijakan populis. Karena sejatinya bukan solusi problem mahalnya biaya transportasi, tarif tol, dan sebagainya, mengingat tarif murah tidak terjadi di luar masa lebaran. Kebijakan turunnya harga tiket hingga mudik gratis memanglah tanggung jawab negara sebagai pengurus rakyat, tetapi hal itu harusnya tidak hanya berlaku saat mudik hari raya saja.
Apalagi negara bahkan tidak menganggap adanya pelanggaran manakala pihak swasta menaikkan tarif demi mendapatkan keuntungan. Inilah dampak penerapan sistem Kapitalisme, negara menyerahkan pengelolaan transportasi kepada pihak swasta (investor). Akibatnya, tarif transportasi berada dalam kendali swasta, sehingga tak semua warga mampu menjangkaunya.
Di sisi lain, sistem Kapitalisme menjadikan negara hanya berpihak pada kepentingan pihak korporat dengan membuat kebijakan populis otoriter. Alhasil, kebijakan yang dibuat hanya dipakai sebagai kedok belaka. Namun nyatanya, rakyat tetap hidup dalam penderitaan.
Transportasi yang berkualitas, murah, aman, dan nyaman merupakan hak yang seharusnya dinikmati oleh setiap warga negara, dan hal ini dapat dicapai melalui penerapan sistem ekonomi Islam di bawah institusi Khilafah Islam.
Dalam pandangan Islam, negara berfungsi sebagai raa’in atau pengurus yang memiliki tanggung jawab penuh terhadap kemaslahatan rakyat. Oleh karena itu, segala aspek yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat, termasuk transportasi, harus dikelola oleh negara, bukan diserahkan kepada pihak swasta.
Islam melarang pengalihan pengelolaan ini kepada swasta, agar negara tidak hanya berperan sebagai regulator, tetapi juga sebagai penyedia layanan yang memastikan aksesibilitas dan keberlanjutan hajat hidup masyarakat. Dengan demikian, transportasi yang berkualitas dan terjangkau dapat terjamin tidak hanya di bulan suci Ramadhan, tetapi sepanjang tahun.
Pemenuhan kebutuhan transportasi bagi publik adalah tanggung jawab negara. Negara berperan untuk menyediakan sistem transportasi yang efisien, aman, dan terjangkau, yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Pendanaan untuk pengembangan dan pemeliharaan infrastruktur transportasi ini biasanya bersumber dari kekayaan negara, termasuk dana yang tersimpan di baitul mal.
Wallahu'alam