| 27 Views

Harga Bahan Pokok Melambung di Bulan Suci Tradisi Atau Salah Tata Kelola

Oleh : Endang Seruni
Muslimah Peduli Generasi

Harga bahan pokok di tengah tengah masyarakat masih tinggi. Daya beli makin melemah dan berpengaruh dalam rumah tangga. Para ibu menjerit sebab uang belanja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Sejumlah warga mengeluhkan harga yang melambung saat Ramadan. Seperti di pasar jembatan lima, Jakarta Barat pada Minggu 9 Maret 2025 harga cabai yang sebelumnya Rp 60.000,00 per kilogram kini mencapai Rp 120.000,00 per kilogram. Begitupun dengan harga bawang merah dari Rp35.000,00 menjadi Rp 60.000,00 per kilogram (Kompas.com,9/3/2025).

Kenaikan harga menjelang bulan Ramadhan dan idul fitri terus berulang. Sudah menjadi kebiasaan setiap momen lebaran barang-barang mengalami kenaikan harga. Sebab terjadi permintaan yang tinggi. Kenaikan permintaan barang menjelang Ramadhan dan Idul Fitri bisa diprediksi berdasarkan tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah juga bisa memastikan ketersediaan bahan pangan dan distribusinya lancar sehingga tak terjadi lonjakan harga.

Tetapi selama ini tidak ada upaya khusus untuk meningkatkan produksi bahan pangan pokok agar ketika permintaan masyarakat meningkat cadangan mencukupi. Sayangnya negeri ini tergantung pada impor pangan seperti beras, bawang putih daging, susu dan gula. Ketergantungan pada impor pangan membuat sebuah negara tidak memiliki ketahanan pangan. Sebab  harga bisa dimainkan oleh negara pengekspor.

Pemerintah menyatakan bahwa stok pangan aman, tidak ada kelangkaan dan cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pada saat Ramadhan dan menjelang Idul Fitri. Namun lonjakan harga tetap terjadi di setiap tahun. Masyarakat tetap kesulitan untuk mendapatkan bahan pangan. Hal ini disebabkan pemerintah tidak mau memastikan aspek distribusi pangan berjalan lancar atau terlambat. Kecukupan stok tanpa distribusi yang merata maka lonjakan harga tak terelakkan.

Persoalan distribusi yang tidak merata sebab terjadinya praktek penimbunan monopoli, kartel bahkan mafia impor. Mafia impor inilah yang leluasa mengatur harga pangan nasional sesuka hati. Parahnya oknum penguasa menjadi bagian dari mereka. Sehingga kebijakan impor dilakukan bukan untuk kepentingan rakyat tetapi untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

Lonjakan harga yang terjadi di bulan romadhon dan menjelang idul fitri menyebabkan masyarakat sulit mendapatkan bahan pangan. Hal ini merupakan kezaliman yang dilakukan penguasa terhadap rakyat. Inilah buah penerapan sistem kapitalisme yang menjadikan penguasa tidak berperan sebagai pengurus rakyat. Hanya sebagai regulator, mampu memastikan suntuk pangan yang ada tanpa memastikan distribusi yang merata.

Dalam Islam negara berkewajiban menentukan ketersediaan pangan dan distribusi yang merata bagi rakyat. Dalam kondisi tertentu seperti ramadhan negara makan menyusupply lebih banyak bahan pangan sehingga rakyat tidak kekurangan.

Untuk produksi pangan negara menerapkan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian, seperti pemberian bantuan bibit, pupuk, obat-obatan dll. Juga penyediaan lahan pertanian. Begitu juga yang dilakukan kepada peternak dan pengusaha lokal sehingga produksi pangan optimal. Semua pembiayaan diambil dari baitul mal dengan sumber pemasukan yang besar diantaranya sektor tambang dan sumber daya alam milik umum yang dikelola oleh negara.

Kebijakan impor boleh dilakukan tetapi jika produksi pangan lokal tidak mencukupi. Impor tidak dilakukan secara terus-menerus, akan tetapi dihentikan sikap kebutuhan dalam negara telah terpenuhi. Dalam distribusi negara melakukan pengawasan agar tidak terjadi kecurangan seperti penimbunan dan permainan harga. Negara menerapkan sistem ekonomi islam yang mampu menjamin terpenuhi nya kebutuhan pangan rakyat. Upah yang layak dan adil bagi pekerja. Sehingga rakyat memiliki daya beli yang tinggi dan mampu membeli bahan pangan sesuai kebutuhan.

Demikianlah jika sistem islam diterapkan rakyat akan hidup sejahtera. Moment menjalankan ibadah di bulan ramadhan bisa dilalui dengan khusyuk tanpa terbebani sulitnya memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Waallahu'alam bishawab.


Share this article via

29 Shares

0 Comment