| 16 Views
Harapan : Keamanan dan Kenyamanan dalam Transportasi Mudik Lebaran

Oleh : Wahyuni M
Aliansi Penulis Rindu Islam
Pemerintah telah mengambil sejumlah kebijakan menjelang Idulfitri 1446 Hijriah guna menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan seperti pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) serta diskon tiket mudik diharapkan dapat meringankan beban finansial masyarakat selama perayaan Lebaran. Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Kabinet Paripurna juga menegaskan bahwa ketahanan pangan nasional dalam kondisi aman, sementara harga bahan pokok terus dipantau agar tetap stabil. Langkah-langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mengantisipasi berbagai tantangan menjelang perayaan hari besar umat Islam di Indonesia.
Di sisi lain, persoalan transportasi sangat penting menjelang mudik lebaran. Fenomena maraknya travel gelap kembali menjadi perhatian publik. Fenomena ini dinilai sebagai bentuk kegagalan pemerintah dalam menyediakan layanan transportasi yang merata, terutama di daerah pelosok. Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menyoroti bahwa kebutuhan masyarakat akan moda transportasi yang aman dan terjangkau belum sepenuhnya terpenuhi, sehingga banyak yang memilih menggunakan jasa travel ilegal meskipun memiliki risiko tinggi.
Pemerintah sebenarnya punya tanggung jawab untuk menyediakan transportasi umum yang aman, nyaman, dan terjangkau bagi masyarakat. Hal ini sudah diatur dalam Pasal 138 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Aturan ini menegaskan bahwa layanan angkutan umum harus tersedia secara merata agar semua orang, termasuk yang tinggal di daerah pelosok, bisa mengakses transportasi yang layak. Jika pemerintah tidak mampu memenuhi kewajiban ini, maka wajar jika masyarakat mencari alternatif lain, seperti menggunakan travel gelap, meskipun memiliki risiko tinggi.
Berbagai persoalan dalam sarana transportasi terlebih pada masa mudik selain travel gelap (mulai dari kemacetan hingga kecelakaan) tidak bisa dilepaskan dari buruknya tata kelola transportasi yang berasakan kapitalisme sekuler. Di Indonesia, ada tiga kelompok utama yang terlibat dalam sistem transportasi. Pertama, pengguna jasa transportasi, yaitu masyarakat umum, yang berperan dalam mendukung keberlangsungan layanan transportasi dengan membayar tarif yang ditetapkan. Kedua, pemilik dan pengelola transportasi, seperti pengusaha angkutan dan pemilik kendaraan, yang bertanggung jawab menyediakan serta mengoperasikan layanan transportasi dengan baik. Ketiga, pemerintah sebagai regulator, yang berperan dalam merancang dan menerapkan kebijakan untuk mengatur serta menyeimbangkan kepentingan pengguna dan operator transportasi. Dalam sistem ini, transportasi menjadi jasa komersil karena pengelolaannya diserahkan kepada pihak swasta. Negara hanya sebagai regulator yang lebih banyak berpihak kepada pengusahaan.
Tidak meratanya infrastruktur dan fasilitas umum menjadikan rakyat menggantungkan hidupnya di perkotaan. Akibatnya banyak yang mencari kerja di kota, sehingga tradisi mudik pun tak terelakkan.
Islam memandang transportasi sebagai fasilitas publik yang tidak boleh dikomersialkan. Meski pembangunan infrastruktur mahal dan rumit, haram bagi negara menyerahkan pengelolaannya kepada swasta. Negara wajib membangun hajat transportasi publik yang aman, nyaman, murah, dan tepat waktu, serta memiliki fasilitas penunjang yang memadai sesuai dengan perkembangan teknologi. Anggaran untuk mewujudkan semua ini adalah anggaran yang bersifat mutlak karena transportasi merupakan kebutuhan publik.
Negara Islam memiliki sumber pemasukan yang banyak dan beragam, sehingga mampu untuk membangun infrastruktur termasuk dalam transportasi yang baik, aman dan nyaman, sehingga rakyat mendapatkan layanan dengan mudah dan kualitas terbaik. Di sisi lain, Islam memandang bahwa kemajuan dan pembangunan adalah hak semua rakyat dan merupakan kewajiban negara. Oleh karena itu, negara akan membangun infrastruktur merata sehingga potensi ekonomi terbuka lebar di semua wilayah, bukan hanya di perkotaan.
Mewujudkan sistem transportasi modern yang berkualitas, terjangkau, mudah diakses, nyaman, dan aman bagi seluruh masyarakat tentu memerlukan biaya yang besar. Dalam pandangan ekonomi Islam, hal ini telah memiliki solusi yang jelas. Dalam kitab _Nizhamu al-Iqtishadiyi fii al-Islam_, Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah menjelaskan _berbagai sumber pendapatan tetap bagi baitulmal (kas negara). Sumber-sumber tersebut meliputi fai, ganimah, anfal, kharaj, jizyah, serta kepemilikan umum seperti minyak dan gas, listrik, laut, sungai, perairan, mata air, hutan, dan padang gembalaan._ Selain itu, terdapat juga harta milik negara seperti tanah, bangunan, fasilitas umum beserta pendapatannya, serta sumber lain seperti usyur, khumus, rikaz, dan zakat.
Harta milik negara, kecuali zakat, digunakan untuk kepentingan negara dan kesejahteraan rakyat. Salah satu bentuk pemanfaatannya adalah penyediaan transportasi yang berkualitas, terjangkau, aman, dan nyaman bagi semua orang. Para pemimpin memiliki tanggung jawab besar untuk mewujudkan hal ini, karena mengurus kepentingan masyarakat bukan sekadar tugas, melainkan amanah yang harus dijalankan dengan penuh kesungguhan.