| 66 Views
Hanya Kepemimpinan Global yang Mampu Membebaskan Palestina

Oleh : Dewi Sartika
Penggiat Literasi
Akibat genosida yang dilakukan oleh Israel, kondisi warga Gaza kini semakin menderita. Kondisinya semakin parah karena mereka kekurangan bahan pangan, imbas dari penutupan pintu akses masuknya bantuan oleh Israel. Jadi, untuk memenuhi kebutuhan protein, warga Gaza mulai memakan daging kura-kura sebagai alternatif setelah tidak adanya sumber protein lain, meskipun daging itu tidak layak untuk dimakan oleh manusia.
Sementara itu, akibat genosida yang terjadi di Palestina menelan korban yang tidak sedikit. Dari data per April, korban telah mencapai lebih dari 51.200 jiwa sejak penyerangan pada Oktober 2023 lalu (www.aljazeera.com).
Krisis kemanusiaan di Gaza menjadi perhatian dunia, termasuk Program Pangan Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (WFP). WFP menyatakan bahwa setidaknya ada dua juta orang, yang sebagian besar mengungsi, saat ini hidup tanpa sumber pendapatan apa pun dan sepenuhnya bergantung pada bantuan kemanusiaan untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka.
Dalam kutipan The Peninsula, Minggu, 20/4/2025, WFP menyatakan keprihatinannya atas penurunan stok pangan yang ada di Gaza, dengan memperingatkan bahwa Jalur Gaza di ambang krisis pangan dan bencana kemanusiaan. Gaza sangat membutuhkan aliran pangan yang tidak terputus untuk menghindari keruntuhan total ketahanan pangan. Mereka juga memperingatkan tentang konsekuensi parah jika kondisi saat ini terus berlanjut, dengan menunjukkan bahwa warga sipil Palestina di Gaza telah menghadapi kondisi kemanusiaan yang mengerikan, dengan kekurangan sumber daya alam penting untuk menopang kehidupan mereka (metrotvnews.com, 20/4/2025).
Kekurangan bahan makanan, air bersih, tempat tinggal, serta kelaparan menambah daftar panjang penderitaan kaum Muslim di Gaza. Di tengah kondisi yang memprihatinkan, Israel justru terus-menerus melakukan penyerangan yang semakin brutal dan berbuat keji di luar batas kemanusiaan. Berbagai kekejaman dilakukan terhadap warga Gaza, di antaranya ada yang dibakar hidup-hidup, direbus, bayi-bayi dipanggang, dan tak ketinggalan bom yang meluluhlantakkan tempat tinggal mereka. Sebagian besar korbannya adalah wanita dan anak-anak.
Sebagaimana kita ketahui bersama, Israel dan sekutunya adalah manusia munafik, bengis, dan tidak memiliki rasa kemanusiaan. Mereka tidak mau mendengar suara atau peringatan dari negara lain, bahkan suara seruan seluruh dunia yang mengecam dan meminta penghentian penyerangan terhadap warga Gaza pun tidak digubris.
Sementara di sisi lain, para penguasa Muslim di sekitar mereka dan penguasa Muslim sedunia hanya diam seribu bahasa atas genosida yang terjadi di Gaza. Mereka hanya mengecam, mengutuk, tanpa melakukan aksi nyata untuk menolong saudara Muslim di Gaza. Meski mulut mereka mengecam dan melaknat, fisik mereka tetap bergandeng tangan dengan para penjajah. Walaupun umat Islam dunia telah menyatakan dan menyerukan jihad sebagai solusi terbaik untuk menuntaskan Palestina, para penguasa Muslim tidak bergeming dan terus menjalin diplomasi dengan mereka, termasuk dengan Israel.
Tidak heran jika para penguasa Muslim tetap akur dengan para penjajah. Karena pada dasarnya penguasa Muslim saat ini (penguasa Arab) adalah boneka dan antek penjajah, maka mereka akan berpihak kepada Barat dan akan bertindak sesuai arahan Barat. Dalam hal ini, Amerika Serikat adalah biang kerok terjadinya peperangan di Palestina.
Syekh Taqiyuddin An-Nabhani menggambarkan karakter pemimpin Muslim yang membebek dan tunduk kepada Barat (Israel):
"Israel adalah bayangan dari sistem pemerintahan negara-negara Arab. Ketika benda itu hilang, maka hilanglah bayangannya."
Umat Muslim Bagaikan Satu Tubuh
Umat Muslim sedunia adalah satu tubuh. Ketika salah satu tubuh merasakan sakit, maka tubuh yang lain akan merasakan sakit. Begitu pula yang terjadi di Palestina. Seharusnya, Muslim yang lain turut merasakan sakitnya saudara Muslim di Gaza.
Allah dan Rasul-Nya memerintahkan umat Islam agar saling memberi pertolongan, membela, serta mendamaikan saudaranya sesama Muslim di mana pun berada.
Firman Allah:
"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara. Karena itu, damaikanlah antara kedua saudara (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapatkan rahmat." (QS. Al-Hujurat: 10)
Sabda Rasulullah dari Abu Musa Al-Asy‘ari berkata: "Antara seorang mukmin dengan mukmin yang lain adalah bagian dari satu bangunan yang saling menguatkan satu sama lain." (Hadis Riwayat At-Tirmizi)
Nasionalisme Mematikan Rasa Simpati
Matinya rasa empati kepada sesama saudara Muslim, terutama pada para penguasa Muslim, terjadi sejak umat kehilangan perisai yang mempersatukan mereka, yakni Khilafah Islamiyah, sejak runtuhnya Daulah Khilafah pada 3/4/1924. Sejak saat itu, umat Islam terpecah belah menjadi bagian-bagian kecil yang mudah dikoyak.
Pada masa dahulu, umat Islam begitu peduli dengan sesama saudaranya. Bahkan ketika satu orang dilecehkan, seorang pemimpin tidak segan-segan menurunkan pasukannya untuk memerangi pelakunya.
Berbeda dengan pemimpin Muslim saat ini. Meski fakta mengerikan terjadi di depan mata, penguasa Muslim akan terus bungkam dan menutup telinganya. Semua ini dikarenakan sekat nasionalisme warisan penjajah yang masih mereka emban. Nasionalisme mematikan rasa simpati dan empati terhadap sesama saudara Muslim. Mereka seolah buta dan tuli terhadap apa yang menimpa saudara kita di Palestina, meskipun negara mereka berada di sisinya.
Oleh karena itu, selama negeri-negeri Muslim di dunia masih tersekat oleh ikatan nasionalisme, mereka tidak akan benar-benar bersatu membebaskan Palestina. Seruan jihad yang dikumandangkan kaum Muslim di seluruh penjuru negeri sebagai satu-satunya solusi untuk membebaskan Palestina pun hanya sekadar seruan semata.
Sudah saatnya kaum Muslimin mencampakkan paham nasionalisme serta menyadari bahwa penjajahan (Israel dan sekutunya) hanya dapat diberhentikan dengan persatuan umat sedunia dalam satu wadah kepemimpinan global, yakni Khilafah, yang akan menjadi perisai bagi seluruh umat manusia.
Untuk itu, umat Islam wajib menyeru kepada seluruh kaum Muslim di dunia dengan seruan yang sama, yaitu menggalang persatuan dan kesatuan global dan menolong kaum Muslim di Gaza. Umat harus bersatu dan bergerak menuntut para penguasa untuk menolong Palestina dengan mengarahkan pasukan yang dimiliki untuk berjihad serta menegakkan Khilafah.
Agar institusi Khilafah dapat segera terwujud, umat harus bergerak. Gerakan umat ini harus memiliki pemimpin agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Pemimpinnya adalah jamaah dakwah ideologis yang menyerukan jihad dan menegakkan Khilafah, serta melakukan penyadaran dan pemahaman kepada umat. Mereka mengajak umat berjuang bersama untuk menegakkan Khilafah sesuai metode Rasulullah. Para kelompok dakwah harus membaur dengan masyarakat, mendakwahkan Islam kaffah, menyadarkan, dan bersama umat mewujudkan tegaknya Khilafah sebagai pemimpin global dan satu-satunya yang mampu memberi solusi atas problem umat manusia serta menuntaskan dan membebaskan Palestina.
Wallahu a‘lam bish-shawab.