| 33 Views

Haji: “Momentum Persatuan Umat, Benarkah?”

Oleh : Uni Ameera

Pemerintah Arab Saudi telah menetapkan 1 Dzulhijjah jatuh pada 28 Mei 2025, sehingga Hari Raya Idul Adha bertepatan pada Jumat, 6 Juni 2025. Ini berarti puncak ibadah haji, yakni wukuf di Arafah, berlangsung pada 5 Juni 2025. Penetapan yang sama juga terjadi di Indonesia. Berbeda dengan Arab Saudi dan Indonesia, beberapa negara Asia seperti Malaysia menetapkan Hari Raya Idul Adha pada 7 Juni 2025.

Haji sebagai Perekat Umat

Haji merupakan rukun islam kelima yang diwajibkan bagi mereka yang mampu secara fisik dan nansial. Sejak ratusan tahun yang lalu, ibadah haji menjadi sarana berkumpulnya jutaan kaum Muslim dari berbagai penjuru dunia. Data dari Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi memperkirakan bahwa pada tahun 2025 lebih dari dua juta jemaah akan berhaji, termasuk 221.000 jemaah dari Indonesia. 

Selama di Tanah Suci, para jemaah mengenakan pakaian ihram yang sama, melakukan rangkaian ibadah yang sama, dan melafalkan doa yang sama. Keseragaman ini sejatinya menjadi simbol persatuan umat Islam tanpa memandang perbedaan bangsa, ras, dan bahasa. Persatuan ini terwujud karena kesamaan akidah Islam yang tertanam dalam diri setiap Muslim.

Nasionalisme Biang Pudarnya Persatuan

Sayangnya, esensi persatuan umat dalam ibadah haji semakin pudar. Keseragaman pakaian ihram, doa, dan rangkaian ibadah yang seharusnya memperkuat ukhuwah Islamiyah di antara jutaan jemaah dari berbagai belahan dunia kini hanya terasa sebagai ritual belaka. Setelah kembali ke negara masing-masing, umat Islam kembali terpecah oleh batasan nasionalisme dan kepentingan politik.

Salah satu bukti nyata dari perpecahan ini adalah perbedaan penetapan Hari Raya Idul Adha di berbagai negara. Ketidaksepahaman ini mencerminkan bahwa umat Islam belum meiliki kesatuan yang utuh.

Selain dalam konteks ibadah, sekat nasionalisme juga menghambat solidaritas umat Islam dalam menghadapi berbagai permasalahan global. Salah satu contohnya adalah sulitnya memberikan bantuan secara leluasa kepada saudara Muslim yang tertindas, seperti di Palestina.

Padahal, dengan jumlah umat Islam yang mencapai lebih dari dua miliar jiwa di seluruh dunia, persatuan ini seharusnya menjadi kekuatan besar.  Namun, sebaliknya, umat Islam justru seperti buih di lautan, banyak, tetapi tanpa kekuatan kolektif yang nyata.

Rasulullah SAW menggambarkan kondisi ini dalam sabdanya:

“Hampir-hampir bangsa-bangsa (kafir) mengajak untuk memerangi kalian, sebagaimana orang-orang yang akan makan saling menuju piring besar mereka.” Seorang sahabat bertanya,“Apakah disebabkan karena sedikitnya kami di hari itu?”. Beliau menjawab,“Tidak, bahkan pada hari itu kalian banyak, tetapi kalian buih, ibarat buih di lautan. Dan Allah menghilangkan rasa gentar dari dada musuh terhadap kalian...” (HR. Abu Dawud)

Refleksi Idul Adha dan Jalan Menuju Persatuan

Saat ini, ibadah haji hanya menjadi rangkaian ritual tanpa nilai persatuan yang nyata. Selama di Makkah, para jemaah tampak sama dalam pakaian dan aktivitas, tetapi ketika kembali ke negara masing-masing, nilai persatuan itu lenyap. Mereka kembali tercerai-berai, bermusuhan, dan tidak peduli dengan keadaan saudara-saudara mereka, dengan alasan perbedaan bangsa dan negara. Padahal, Rasululah SAW bersabda:

”Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, dia tidak mendzaliminya dan tidak membiarkanya disakiti.”(HR. Bukhori dan Muslim)

Mengapa kondisi ini terjadi?

Salah satu penyebab utama kondisi ini adalah hilangnya institusi pemersatu umat, yaitu Khilafah, sebuah institusi yang menyatukan kaum Muslimin tanpa sekat nasionalisme, ras, dan bahasa.

Momentum Idul Adha seharusnya menjadi refleksi bagi kaum muslim untuk kembali menguatkan persatuan, tanpa sekat nasionalisme, sebagai wujud ketaatan dan ketakwaan kepada syariat Allah SWT. Ibadah haji bukan sekedar ritual tahunan, melainkan juga kesempatan untuk memperkuat ukhuwah Islamiyah dan membangun kesatuan umat di seluruh penjuru dunia.

Semoga umat Islam dapat mengambil pelajaran berharga dari Idul Adha ini dan kembali bersatu sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Allahu a’lam.


Share this article via

6 Shares

0 Comment