| 290 Views
Guncangan di Dunia Multifinance Indonesia: Mengintip Kisah Pencabutan Izin Usaha

CendekiaPos - Dunia multifinance Indonesia mengalami goncangan yang tak terelakkan pada tahun lalu, menghadapi krisis dan pencabutan izin usaha yang mengguncang industri ini. Kisah ini dimulai pada Mei 2023, ketika Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil tindakan drastis dengan mencabut izin usaha PT Woka International, memicu kekhawatiran di kalangan perusahaan pembiayaan.
Langkah ini dipicu oleh ketidakmampuan PT Woka International untuk memenuhi ketentuan modal minimum yang ditetapkan oleh OJK. Sebuah keputusan sulit yang memberikan sinyal awal dari goncangan yang lebih dalam dalam sektor ini.
Pada bulan Juli 2023, giliran PT Bentara Sinergies Multifinance (BESS Finance) yang harus merasakan getaran ini. Pencabutan izin usaha ini datang setelah BESS Finance ditempatkan dalam status pengawasan khusus karena kondisi keuangan yang meresahkan. Ternyata, masalah hukum dan ketidaksehatan keuangan membayangi BESS Finance, menciptakan spiral penurunan yang sulit dihindari.
OJK terus mengambil langkah-langkah tegas dengan mencabut izin usaha PT Emas Persada Finance pada September 2023, seiring dengan proses penggabungan perusahaan ke dalam PT Globalindo Multi Finance. Multifinance yang terafiliasi dengan Lippo Group, PT Century Tokyo Leasing Indonesia, juga tak luput dari pencabutan izin oleh OJK, menambah daftar perusahaan yang harus menyerah.
Pada Desember 2023, sorotan tertuju pada PT Hewlett-Packard Finance Indonesia (PT HPFI), yang melihat pencabutan izin usaha sebagai akhir yang menyakitkan. PT HPFI terpaksa menutup pintu karena tidak mematuhi rekomendasi hasil pemeriksaan dan ketentuan kualitas piutang pembiayaan. Sanksi pembekuan kegiatan usaha sebelumnya menunjukkan kesulitan perusahaan dalam memenuhi ketentuan kualitas piutang.
Sejak Desember sebelumnya, OJK telah memasukkan delapan perusahaan pembiayaan atau multifinance dalam daftar pengawasan khusus. Beberapa isu seperti peringkat komposit kesehatan perusahaan yang tidak sehat dan rasio Non-Performing Financing (NPF) yang melebihi 25% menjadi penyebab inklusi perusahaan dalam pengawasan khusus.
Dengan berbagai tantangan ini, dunia multifinance Indonesia sekarang harus menghitung waktu bagi perusahaan-perusahaan yang tersisa di tengah badai ekonomi dan hukum. Apakah mereka dapat mengubah arah dan bertahan, ataukah mereka akan menjadi bagian dari cerita gelap dalam lembar sejarah multifinance Indonesia? Waktu yang akan memberikan jawabannya.