| 441 Views
Genjatan Senjata, Solusi Semu Kemerdekaan Palestina

Oleh: Windy Kurniawati
Ibu Rumah Tangga
Kabar gembira datang dari rakyat Palestina sebab Kedubes Amerika Joe Biden telah mengumumkan berita gencatan senjata sementara di tengah terjadinya konflik global. Apakah hal ini mampu memutuskan rantai penderitaan dan memberikan kemerdekaan bagi rakyat Palestina?
Dilansir melalui bbc.com, berita gencatan senjata pertama kali diumumkan pada tanggal (15-01-25) oleh mediator Qatar dan AS. Perjanjian gencatan senjata ini mencakup pembebasan para sandera dan memberikan jeda pertempuran selama beberapa minggu.
Kemudian pada tanggal (19-01-25) Hamas selaku tentara Palestina memulai aksinya dengan membebaskan 3 sandera warga Israel kepada palang merah di Gaza yang nantinya akan diserahkan kepada militer Israel. Walaupun sempat mengalami penundaan di menit menit terakhir, tetapi dapat terlaksana setelah gencatan senjata mulai berlaku.
Dalam perjanjian itu, Hamas meminta setiap sandera warga Israel yang dibebaskan maka Israel harus membebaskan 30 tahanan Palestina dari penjaranya. Dalam kesepakatan itu, Hamas juga meminta agar ratusan truk bantuan dapat memasuki wilayah perbatasan di Gaza.
Kebahagiaan Sementara Rakyat Gaza?
Ratusan rakyat Palestina turun ke jalan sebagai bentuk perayaan atas tercapainya gencatan senjata. Mereka dapat merasakan sedikit kebebasan meskipun itu bersifat sementara.
Kebahagiaan itu mulai memudar ketika mereka pulang ke rumah yang hanya menyisakan puing bangunan.
Kamp Jabalia menjadi salah satu bukti bagaimana kekejaman Zionis Yahudi telah meluluhlantakkan seisi kota mereka. Lebih dari 250.000 rakyat Palestina terpaksa mengungsi dan sekitar 40.000 lebih nyawa tewas di wilayah tersebut.
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Islam Indonesia Hasbi Answar mengaku pesimis Israel akan mematuhi perjanjian gencatan senjata ini, sebab Israel masih tidak ingin keluar dari wilayah Gaza.
Terbukti ketika Israel masih saja melakukan serangan udara kepada warga Palestina di Gaza Utara dan pengeboman melalui pesawat tanpa awak di selatan Gaza yang menyebabkan beberapa korban jiwa. (Arabnews.com)
Di sisi lain, sistem demokrasi kapitalisme telah melahirkan kecintaan terhadap nasionalisme sehingga penguasa hari ini enggan peduli terhadap konflik di Palestina, sebab sekat sekat nasionalisme umat Islam terpecah dan telah menghilangkan hubungan akidah antarmuslim di dunia.
Semakin jelaslah bahwa gencatan senjata ini tidak mampu untuk memberikan kebebasan nyata pagi warga Palestina karena zionis laknatullah tidak akan pernah menepati janjinya.
Jihad dan Khilafah Solusi Kebebasan Palestina
Keteguhan rakyat Palestina dalam menghadapi genosida 20 tahun terakhir telah mematahkan sayap Israel. Bagaimana tidak, di tengah penderitaan, kelaparan, para pejuang dan pemimpin yang syahid tidak membuat hati mereka gentar untuk mempertahankan tanah suci yang Allah berkahi.
Untuk itu, setiap muslim memiliki kewajiban untuk membela Palestina sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Al-maidah yang artinya, "Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kamu akan menjadi orang-orang yang merugi."
Gencatan senjata ini hanyalah jeda dan potensi melestusnya kembali perang itu masih ada. Oleh karenanya, solusi untuk kemerdekaan Palestina hanya bisa diraih dengan menegakkan Khilafah dan jihad fi sabilillah. Seperti yang pernah dilakukan Khalifah Umar bin Khattab ra., terhadap bangsa Romawi pada abad 16 H (637 M) ketika membebaskan Baitulmaqdis, kemudian pada kepemimpinan Salahuddin al-Ayyubi pada 27 Rajab 583 H (1187 M) merebut kembali Masjid Al-Aqsa dari tangan Yahudi.
Melihat dari sejarahnya bahwa kembalinya tanah Palestina ke tangan kaum muslim adalah dengan cara jihad fi sabilillah.
Ini merupakan tugas bagi para pengemban dakwah untuk membangkitkan pemikiran, membentuk dakwah Islam ideologis, serta pembinaan agar tidak mudah ditipu daya oleh kaum Zionis Yahudi. Sehingga umat bisa bangkit dan kemerdekaan Palestina dapat diraih kembali.
Wallahualam bissawab.