| 75 Views

Generasi Rusak Dalam Penerapan Sistem Pendidikan Kapitalisme

Oleh : Feby Arfanti 
Mahasiswi STAI YPIQ Baubau

Pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) 2025 belum genap sepekan, namun indikasi kecurangan sudah mencuat. (Kompas.com 25/04/2025).

Terkait adanya dugaan soal yang bocor di berbagai platform media sosial (medsos), panitia menegaskan bahwa itu bukan bocoran soal, melainkan kecurangan oknum peserta yang merekam soal di sesi pertama UTBK. Alhasil di temukan adanya modus kecurangan baru oleh sejumlah peserta UTBK SNBT 2025, yakni memasang kamera yang tidak terdeteksi metal detector di behel gigi, kuku, ikat pinggang dan kancing baju.

Ketua Umum Penanggung Jawab SNPMB, Prof. Eduart Wolok, mengungkap bahwa "Mereka mengambil soal dengan bermacam-macam cara dan sarana teknologi baik dengan perantara hardware atau software. Contohnya pakai HP recording desktop dan lainnya maupun cara konvensional,” jelasnya. Bahkan, ditemukan juga peserta yang menggunakan metode remote desktop, di mana soal dikerjakan oleh orang lain dari lokasi berbeda.

Survei terkait tingkat kejujuran akademik siswa di sekolah dan mahasiswa di kampus. Hasil survei menunjukkan bahwa 78 persen sekolah dan 98 persen kampus masih ditemukan kasus menyontek. Salah satunya kasus plagiarisme yang mana masih ditemukan pada guru/dosen di satuan pendidikan yaitu kampus (43 persen), sekolah (6 persen).

Buruknya sistem pendidikan hari ini, di dukung oleh adanya sistem kapitalisme. Ideologi kapitalisme yang di adopsi oleh negeri-negeri Islam, termaksud Indonesia. Ideologi ini telah melahirkan sistem yang rusak dengan penguasa yang abai akan urusan rakyatnya. Ideologi ini, hanya mengenalkan konsep bahwa kebahagiaan hidup adalah tercapainya kepuasan bersifat materi.

Buktinya hari ini, banyak mahasiswa tidak hanya melakukan plagiarisme tetapi juga seringkali kalau ada tugas tidak sedikit di antara mereka melakukan joki. Tidak hanya itu, di sebuah universitas ijazah bisa di beli tampa pernah melakukan aktivitas kampus. Dan yang lebih mencengangkan lagi universitas di jadikan ladang perdagangan lalu mereka merauk keuntungan, yang mana merekrut mahasiswa yang ingin kuliah dengan memberikan pilihan, bayar dengan harga yang tidak sedikit dengan imbalan langsung pada semester atas seperti semester 5, 6, dan 7.

Nampaknya pendidikan hari ini tidak benar-benar serius dalam mendidik pasalnya, dari kalangan pejabat pun bisa memanipulasi data. Seperti tugas akhir atau disertasi Bahlil Lahadalia yang dinyatakan lulus pada 16 Oktober 2024.  Padahal nyatanya tidak sesuai dengan ketentuan dan substansi yang dilakukan oleh promotor dan kopromotor. Yang seharusnya disertasinya di mulai dari awal, kalau tidak seperti itu seharusnya tidak dinyatakan lulus.

Kasus serupa pun menimpa Presiden ke-7 Joko Widodo, terkait dugaan ijazah palsu. Polemik seputar keaslian ijazah ini tidak lagi semata persoalan dokumen akademik. Ia telah menjelma menjadi ujian terhadap rasionalitas publik, integritas lembaga pendidikan, dan kejujuran dalam berpolitik.

Hal ini bisa terjadi karena mereka jauh dari nilai-nilai agama. Standar halal haram diabaikan. Mereka tidak memahami bahwa setiap perbuatannya akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat 

Padahal, perbuatan curang seperti menyontek merupakan tindakan yang sangat dilarang. Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا

yang artinya “Barangsiapa yang menipu kami, maka ia tidak termasuk golongan kami.” (HR. Muslim no. 101, dari Abu Hurairah).

Menyontek bisa juga disamakan dengan tindakan menipu dan berbuat curang. Menipu disini bukan berarti ketika kita berbuat curang dalam jual beli saja, ketika kita mendapatkan nilai bagus dalam ujian tapi ternyata bukan hasil dari kerja keras kita sendiri itu merupakan salah satu bentuk menipu baik itu menipu diri sendiri dan juga orang lain.

Dalam Q.S Al Baqarah 2:9 Allah SWT berfirman :

يُخٰدِعُوْنَ اللّٰهَ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا ۚ وَمَا يَخْدَعُوْنَ اِلَّآ اَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُوْنَۗ

Mereka menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanyalah menipu diri sendiri tanpa mereka sadari (Q.S Al Baqarah 2:9)

Maka dari itu, perlunya menerapkan kembali sistem Islam. Sungguh, Islam adalah sebaik-baik role model membangun peradaban maju dan berkarakter hebat. Yang mana kurikulumnya tentu berbasis akidah Islam, berlaku untuk semua jenjang pendidikan. Dengan berasas kepada aqidah Islam maka lahirlah kepribadian Islam, yang mengusung pola berpikir (aqliyyah) dan pola bersikapnya (nafsiyyah). Jadi secara esensial, kepribadian itu tersusun dari pola berpikir dan pola sikapnya. Dan semua itu harus mengacu pada pada syariat Islam, keseluruhan aktivitasnya di implementasikan untuk beribadah kepada Allah SWT dan menjauhi larangannya.

Dari sini tidak kita temukan lagi tenaga pendidik dan peserta didik yang belaku curang. Melalui sistem pendidikan berbasis aqidah melahirkan peserta didik yang menerapkan nilai-nilai moral dan etika yang baik, juga memiliki keterampilan yang handal sehingga dengan adanya dunia yang serba canggih ini, kehadiran teknologi di manfaatkan sesuai dengan tuntunan Allah, dan untuk meninggikan kalimat Allah.

Wallahu'alam bish-shawwab.


Share this article via

31 Shares

0 Comment