| 313 Views

Generasi Muda dan Krisis Kesehatan Mental: Mengapa Bunuh Diri Menjadi Pilihan Tragis

Oleh : Rasmawati Asri
Pemerhati Sosial

Bunuh diri setiap tahunnya tidak pernah alfa, khususnya di kalangan anak muda. Anak muda yang masih memiliki raga yang tangguh, tetapi tidak dengan jiwa dan kondisi mentalnya. Khususnya seorang mahasiswa yang menjadi calon agen perubahan, justru malah terjemus pada kasus bunuh diri. Apa yang terjadi pada kesehatan mentalnya? Apakah bunuh diri menjadi sebuah solusi? 

Kasus Bunuh Diri Menimpa Mahasiswa
Kasus bunuh diri kembali lagi seorang mahasiswa di Undip (Universitas Diponegoro)bernama Aulia Risma Lestari, mahasiswa PPDS Anestesi ditemukan meninggal dunia di kamar kosnya pada Senin (12/8). Aulia, seorang dokter muda di RSUD Kardinah Tegal, diketahui mengakhiri hidupnya dengan menyuntikkan obat bius jenis Roculax. Diduga, ia memilih untuk bunuh diri karena tidak mampu lagi menahan tekanan akibat perundungan yang dialaminya selama masa studinya di Undip (Jawapos.com, 17/08/2024).

Sebelumnya dilaporkan juga bahwa IPB University berduka atas meninggalnya seorang mahasiswa baru bernama Sulthan Nabinghah Royyan yang berusia 18 tahun. Mahasiswa asal Bojonegoro tersebut diduga meninggal akibat gantung diri di kamar mandi sebuah penginapan OYO yang terletak di dekat Kampus IPB University, Dramaga, Bogor, Jawa Barat.(Republika.co.id, 09/08/2024).

Bukan hanya itu, seorang mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) meninggal bunuh diri di kamar indekosnya di Kapanewon Mlati, Kabupaten Sleman, Senin (12/8). Pihak kampus meminta agar mahasiswa lebih terbuka dan mau menshare kondisi mental mereka (Kumparan News,13/08/2024).Sungguh sangat memperihatinkan kondisi mental generasi muda hari ini yang begitu rapuh dan tidak bisa menanganinya dengan baik.

Sistem yang Membunuh 
Ada berbagai alasan yang dapat mendorong seseorang untuk mengakhiri hidupnya, dan salah satu penyebab utama adalah depresi yang disebabkan oleh masalah hidup yang tak kunjung selesai. Meningkatnya kasus bunuh diri di kalangan pemuda mencerminkan realitas generasi saat ini, di mana mereka lebih cenderung memilih jalan pintas berupa bunuh diri sebagai solusi untuk masalah yang dihadapi.

Generasi ini juga sering kali mudah menyerah ketika menghadapi tantangan hidup. Akibatnya, perasaan putus asa, kehilangan harapan, stres, hingga depresi, menjadi masalah mental yang sering menghinggapi mereka. Mereka berpikir bahwa dengan bunuh diri, semua beban masalah dan tekanan mental akan hilang dan berakhir.

Mengapa generasi kita bisa menjadi seperti ini? Penyebab utamanya adalah penerapan sistem sekuler kapitalisme yang gagal membentuk generasi yang kuat dan tangguh. Sistem ini mengabaikan peran tiga pilar penting dalam pembentukan generasi.

Pertama, peran keluarga. Banyak generasi muda yang rentan secara mental karena tumbuh dalam keluarga yang tidak utuh, seperti keluarga yang mengalami perceraian, tidak memiliki sosok ayah atau ibu, atau terpisah jarak dengan orang tua. Meskipun orang tua ada, namun kehadiran mereka terasa seperti tidak ada, sehingga anak-anak tidak merasakan dukungan baik secara fisik maupun emosional dari orang tua mereka.

Kedua, pengaruh sekolah dan masyarakat. Sistem pendidikan saat ini mengadopsi kurikulum sekuler yang menjauhkan siswa dari nilai-nilai agama. Akibatnya, generasi muda dididik dengan pandangan hidup kapitalisme-sekularisme, di mana kebahagiaan diukur berdasarkan pencapaian materi dan kesenangan duniawi. Ketika mereka gagal mencapai hal tersebut, depresi menjadi sulit dihindari, dan mereka tidak lagi mempertimbangkan nilai-nilai moral dalam perilaku mereka. Masyarakat yang terbentuk pun menjadi individualis dan kapitalistik.

Ketiga, peran negara. Remaja dan pemuda merupakan kelompok yang sangat rentan terhadap perilaku bunuh diri, salah satunya dipengaruhi oleh fenomena **copycat suicide**, yaitu bunuh diri yang dilakukan karena meniru kasus bunuh diri yang terjadi sebelumnya. Contohnya seperti kasus di Bengkulu di mana puluhan pelajar SMP melukai lengan mereka karena mengikuti tren di media sosial. Mereka mengalami krisis identitas sehingga kesulitan membedakan mana yang patut diteladani dan mana yang tidak.

Di era digital, internet telah menjadi sumber utama informasi yang seringkali menyajikan gambaran yang tidak pantas mengenai bunuh diri dan masalah kesehatan mental. Tayangan atau tontonan yang mengangkat tema bunuh diri juga turut berperan dalam hal ini. Oleh karena itu, media memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan mental setiap individu.

Di sinilah peran negara menjadi penting dalam mengontrol dan mengawasi penyebaran informasi dan tayangan oleh media. Negara harus berperan dalam menciptakan lingkungan yang mendukung keimanan dan ketaatan, serta mencegah penyebaran konten yang mendorong kemaksiatan.

Seringkali, generasi muda meniru gaya hidup sekuler dan liberal yang mereka lihat di tayangan sehari-hari tanpa filter yang memadai. Di sinilah peran negara terlihat kurang optimal dalam bersikap tegas terhadap konten yang mengandung unsur sekuler dan liberal. Akibatnya, peran negara hanya terbatas pada membatasi akses terhadap konten tertentu, tanpa mengatasi akar masalahnya, yaitu pemikiran dan gaya hidup kapitalisme sekuler. Gempuran pemikiran ini membuat generasi kita menjadi rapuh secara mental dan kepribadian, serta melupakan cara menjalani hidup dan menyelesaikan masalah berdasarkan pandangan Islam.

Islam sebuah Solusi
Karena masalah bunuh diri bersumber dari problematika sistemis, maka solusi yang diperlukan juga harus dilakukan secara menyeluruh dan sistemis. Islam menawarkan solusi yang komprehensif terhadap berbagai persoalan hidup. Setiap manusia pasti menghadapi masalah, dan setiap masalah pasti ada solusinya. Lalu, bagaimana Islam mencegah terjadinya bunuh diri?

Pertama, dengan menanamkan akidah Islam sejak usia dini kepada anak-anak. Ketika akidah tertanam dengan kuat, anak akan memahami tujuan hidupnya sebagai hamba Allah, yakni beribadah dengan menaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Prinsip ini harus dipegang oleh setiap keluarga Muslim, karena orang tua adalah pendidik pertama bagi anak-anaknya. Negara akan mendukung dan memberikan edukasi kepada orang tua agar mampu menjalankan tugas pendidikan dan pengasuhan sesuai dengan nilai-nilai akidah Islam.

Kedua, menerapkan kurikulum pendidikan yang berbasis akidah Islam. Sejarah menunjukkan bahwa pendidikan Islam mampu melahirkan generasi dengan iman yang kuat, mental yang tangguh, dan kecerdasan intelektual. Negara akan memastikan bahwa sistem pendidikan diselenggarakan dengan tujuan membentuk kepribadian Islam yang kokoh. Generasi muda harus dibekali dengan pola pikir dan pola sikap yang selaras dengan syariat Islam, sehingga mereka memiliki kemampuan untuk menjalani kehidupan dan mengatasi masalah dengan cara pandang yang islami.

Ketiga, memastikan bahwa para ibu menjalankan peran mereka dengan baik. Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Dalam sistem Islam (Khilafah), kaum ibu akan diberdayakan sebagai pembentuk generasi peradaban, bukan sekadar tenaga ekonomi seperti dalam sistem kapitalisme yang sering kali memaksa ibu menghadapi persoalan ekonomi dan kesejahteraan.

Khilafah akan mengatur kebijakan ekonomi yang menciptakan lapangan kerja yang cukup bagi kaum laki-laki, sehingga peran ayah dan ibu dalam keluarga dapat berjalan dengan seimbang, seiring dengan pemenuhan kebutuhan pokok yang dijamin oleh negara.

Penerapan sistem Islam secara kafah dan menyeluruh akan membentuk individu yang bertakwa, masyarakat yang aktif berdakwah, dan negara yang benar-benar melindungi rakyatnya. Dengan demikian, masalah bunuh diri akan dapat diselesaikan, karena setiap Muslim akan memahami hakikat dan jati dirinya sebagai hamba Allah, dengan menjadikan Islam sebagai pedoman hidup.

Ketika Islam menjadi jalan hidup setiap Muslim, tidak akan ada generasi yang mudah putus asa, menyerah, atau mengalami gangguan mental. Mereka akan menjadi generasi yang kuat dan tangguh, dengan mental baja dan kepribadian sekuat para pendahulu mereka.
Wallahu’alam.


Share this article via

75 Shares

0 Comment