| 11 Views

Gaza Menjerit Kelaparan, Zionis Menjadikan Sebagai Senjata Untuk Membantai

Oleh: Siti Zulaikha, S.Pd
Aktivis Muslimah dan Pegiat Literasi

Kengerian genosida belum beranjak dari Jalur Gaza, kematian, luka dan mereka yang terbaring sekarat telah menjadi pemandangan sehari-hari. Namun itu kini semakin bertambah, bukan karena ledakan atau teriakan yang paling keras terdengar, melainkan keluhan sunyi dari perut perut kosong yang menjerit dalam diam. Jelaparan di Gaza bukan sekedar tidak ada makanan, tapi lebih menjil lemah menjadi Senjata mematikan yang membunuh pelan tanpa suara.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyampaikan bahwa sekitar 500.000 orang di Jalur Gaza menderita kelaparan parah, dan sebanyak 57 anak meninggal karena kekurangan gizi dalam dua bulan sejak blokade Israel dimulai pada 2 Maret.

"Sejak blokade bantuan dimulai pada 2 Maret 2025, 57 anak dilaporkan meninggal akibat kekurangan gizi, menurut Kementerian Kesehatan. Angka ini kemungkinan masih jauh dari perkiraan dan kemungkinan akan bertambah," kata WHO dalam sebuah pernyataan pada Senin.

Lembaga itu memperkirakan sekitar 71.000 anak dibawa usia lima tahun akan menderita kekurangan gizi akut dalam 11 bulan ke depan jika blokade masih terus berjalan.

"Seluruh penduduk Gaza yang berjumlah 2,1 juta jiwa menghadapi kekurangan pangan yang berkepanjangan, dengan hampir setengah juta orang berada dalam situasi bencana kelaparan, kekurangan gizi akut, kelaparan, penyakit, dan kematian. Ini adalah salah satu krisis kelaparan terburuk di dunia, yang terjadi secara langsung," tambah pernyataan tersebut. antaranews.com  13/5/2025

Hanya entitas Zionis yang menggunakan kelaparan sebagai senjata dalam perang. Ini adalah bentuk kelemahan dan ke pengecutan terbesar di dunia. Pasalnya, serangan fisik Zionis yang bertubi-tubi ke Gaza tidak membuat warga Gaza gentar sedikit pun. Tank, senjata, bom, rudal memiliki Zionis memang membuat warga Gaza berlumuran darah, kehilangan ruang hidup, bahkan ditinggalkan oleh orang terkasih. Namun warga Gaza tetap berdiri kokoh dan sabar menjaga tanah suci Palestina, mereka bersabar dalam penderitaan, mereka ikhlas terhadap qadha yang didapatkan, mereka terus berjihad hingga titik darah terakhir melawan Zionis, meskipun pemimpin Islam mengabaikan urusan Palestina.

Kekuatan keimanan warga Gaza tidak bisa dikalahkan dengan senjata fisik Zionis. Kini Zionis mencoba menyerang hajatul 'udhuwiyyah (kebutuhan jasmani). Zionis menjadikan kelaparan sebagai senjata, mereka membolokade bantuan untuk Gaza, mengebom dapur umum, menjatuhkan rudal di tengah-tengah orang yang mengantri makanan dan mengambil bantuan.

Krisis kelaparan yang diciptakan Zionis telah menunjukkan kelemahan dan betapa pengecutnya mereka menghadapi kaum muslimin. Maka sebenarnya menghadapi orang lemah dan pengecut itu sangat mudah, bukan dengan mengirim donasi dan bantuan untuk warga Gaza, melainkan mengirim tentara untuk membebaskan Palestina. Dengan begitu, tidak akan ada lagi penjajahan dan tidak akan ada lagi krisis pangan di Gaza.

Hal ini sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Panglima Salahudin saat membebaskan Al-Quds, kekuasaan kotor tentara salib. Namun hal ini menjadi berat dilakukan oleh kaum muslimin. Sebab penguasa muslim hari ini berkhianat kepada umat, yakni dengan cara menjalin kerjasama dengan Amerika  Serikat (AS), tunduk di bawah arahan AS, bahkan menormalisasi hubungan dengan Zionis. Penguasa (penghiana) itu lebih takut kehilangan kekuasaannya dibanding harus memenuhi kewajiban menolong saudara sesama Muslim.

Maka sebenarnya tidak ada harapan lagi untuk menyelamatkan Gaza dari kelaparan akibat penjajahan, kecuali dengan jihad fisabilillah. Kekuatan militer harus dikerahkan untuk membebaskan umat Islam di Gaza dan mengusir Zionis dari Palestina. Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasulullah. Rasulullah mengusir Yahudi Bani Qaynuqa' dari Madinah karena mereka melanggar perjanjian dan membunuh seorang Muslim.

Disamping itu, Al-Qur'an juga telah memerintahkan jihad defensif (jihad difa'i) atas invasi musuh yang ditujukan kepada negeri-negeri muslim. Hal ini tertera dalam Qur'an surat Al-Baqarah ayat 194, yang artinya:
"Siapa saja yang menyerang kalian, seranglah ia dengan seimbang dengan serangannya terhadap kalian." (QS. Al-Baqarah: 194)

Shaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya (Asy-Syakhshiyyah al-islamiyyah jilid II) menjelaskan bahwa "jihad adalah fardhu 'ain saat kaum muslimin diserang oleh musuh. Jika dikaitkan dengan penjajahan di Palestina, fardhu 'ain ini tidak hanya berlaku untuk warga Gaza. Kewajiban ini tidak hanya mengikat seluruh kaum muslimin di sekitar wilayah Palestina, namun seluruh wilayah kaum muslimin hingga penjajah Zionis dapat dikalahkan."

Dari sini tampak jelas kebutuhan kaum muslimin terhadap hadirnya seorang khalifah. Karena dengan adanya khalifah umat islam di seluruh dunia akan bersatu dalam sebuah institusi politik yang bernama Daulah Khilafah. Sebab, hanya Khilafah yang mampu menjadi junnah umat Islam. Akan tetapi, institusi pemersatu umat islam ini sudah tidak ada lagi karena telah dihancurkan oleh barat.

Untuk itu, kondisi ini menuntut umat Islam untuk memperjuangkannya kembali. Tentu saja perjuangan seperti itu tidaklah mudah, namun umat islam tidak perlu pesimis dan risau, sebab Rasulullah telah memberi contoh Bagaimana mengupayakan institusi Negara Islam. Dengan dakwah pemikiran bersama partai ideologis waktu itu, hizbur rasul. Maka arah perjuangan umat Islam hari ini untuk menyatukan kembali umat Islam di bawah naungan Khilafah haruslah bersama partai islam ideologi yang mengikuti bentuk dakwah Rasulullah. Insya Allah proses ini akan membawa kepada kemenangan dan pembalasan yang setimpal kepada zionis.

Wallahualam bissawab


Share this article via

6 Shares

0 Comment