| 85 Views

Gaza Darurat Kelaparan, Dunia Hanya Terdiam

Oleh : Ummu Raffi
Ibu Rumah Tangga

Gaza darurat kelaparan. Kondisinya kian mencekam pasca gencatan senjata akibat gelombang bombardir Zionis yang semakin brutal. Mereka tidak segan menyerang pengungsian dan membakar hidup-hidup para korban. Mirisnya, keadaan tersebut terjadi di tengah pemberlakuan blokade total masuknya bantuan kemanusiaan, mulai dari makanan, medis, dan kebutuhan pokok lainnya sejak 2 Maret 2025.

Pasokan makanan semakin menipis, rumah sakit, infrastruktur lainnya hancur, dan dapur umum pun tutup. Hal ini yang menyebabkan berbagai wilayah dilanda krisis pangan. Sehingga, jutaan penduduk Gaza yang tersisa kehilangan pendapatan. Alhasil, mereka pun terancam kelaparan hebat, menurut data pemerintah, organisasi HAM dan internasional. (antara news, 28/04/2025)

Terkait kondisi tersebut, program pangan dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (WFP) telah memberikan peringatan keras mengenai memburuknya keadaan krisis kemanusiaan di jalur Gaza. Namun sayang, para penguasa Arab serta pemimpin muslim lainnya sibuk beralasan mencari dalih, guna menutupi ketidakberdayaan mereka.

Tampak nyata ketakutan mereka terhadap Amerika dan cintanya kepada kursi kekuasaan. Bahkan, sebagian mereka ada yang bersikap netral dan berpura-pura jahat di hadapan musuh. Padahal di belakang, mereka berjabat tangan dan mendukung skenario penjajah, seperti menyuarakan solusi dua negara, dan sebagainya.

Hal ini membuat umat makin geram, atas diamnya para pemimpin muslim dunia melihat genosida di Gaza. Perlu dipahami bahwa, penderitaan Gaza tak akan bisa terselesaikan oleh para penguasa Arab, Turki, Indonesia dan lainnya. Apalagi berharap kepada lembaga-lembaga internasional, negara-negara adidaya yang justru mereka dikendalikan dan dibuat sebagai alat untuk melanggengkan hegemoni Barat atas penjajahan dunia.

Semestinya umat menyadari bahwa, problem Gaza ada di tangan mereka. Sebab, merekalah pemilik hakiki kekuasaan dan hak untuk memilih pemimpin yang siap menjalankan hukum syara, termasuk mengurus serta melindungi rakyat dari berbagai bentuk kedzaliman, penjajahan.

Namun sangat disayangkan, kekuasaan yang didamba telah hilang digulingkan secara paksa oleh para penjajah dan diserahkan kepada sekutunya dengan beragam cara. Kemudian, mereka mengubah kekuasaan tersebut dengan menerapkan sistem kapitalisme sekuler di negeri-negeri Islam.

Dalam sistem ini, umat seolah diberikan kedudukan, namun sejatinya mereka dimanfaatkan segelintir orang yang rakus akan kekuasaan. Hanya sebatas kecaman, kutukan, dan boikot produk terafiliasi Zionis, diplomatik, dan perdamaian yang dilakukan para penguasa. Sehingga, upaya yang dunia lakukan hanya membiarkan, tanpa bergerak untuk memberikan bantuan perlawanan atas kejahatan penjajah. Semakin diamnya pemimpin, umat mulai sadar akan kewajiban menyerukan jihad dan khilafah yang merupakan solusi tuntas problem di Palestina.

Dengan begitu, umat mulai menyadari bahwa solusi yang selama ini disodorkan Barat hanyalah tambal sulam. Maka tak heran, Zionis dengan bantuan Amerika dan anteknya sangat paham, mereka melakukan berbagai cara untuk menghancurkan dan menghadang umat dari kebangkitan Islam.

Krisis kelaparan di Gaza bukanlah akibat dari peperangan, melainkan telah dirancang secara sistematis sekaligus strategi Zionis untuk melumpuhkan warga Palestina. Hukum internasional pun kian subjektif. Tampak jelas selama kurun waktu 1,5 tahun, tak ada satupun institusi dunia yang mampu menghentikan kebiadaban Zionis di Gaza. Sampai kapan umat Islam akan terpecah belah, mengingat saudara seakidahnya tak berdaya?

Terkungkung Nasionalisme, menjadi penyebab diamnya para pemimpin muslim dan tidak berdaya. Sistem kapitalisme sekuler yang telah memecahkan persatuan umat Islam. Di saat seluruh dunia memilih bungkam. Kita sebagai umat muslim seharusnya tak henti bersuara, mengabarkan kepada dunia atas kejahatan Israel di Gaza. Sebab, penjajahan di Palestina bukan sekedar isu politik atau konflik wilayah, tetapi merupakan panggilan iman dan amanah kemanusiaan. Status tanah Palestina adalah tanah kharajiyah bagian negeri Syam, yang telah ditaklukkan kaum muslim sejak masa khalifah Umar bin Khattab pada 15 Hijriyah silam.

Karena itu, tanah Palestina ialah hak kaum muslim. Kepemilikannya tidak boleh jatuh pada tangan penjajah. Kaum muslim di seluruh dunia, tidak selayaknya mengabaikan kondisi yang menimpa warga Palestina hari ini. Wajib hukumnya melakukan pembelaan terhadap saudara muslim yang teraniaya. Rasulullah bersabda, "Kaum muslim ibarat satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh bagian tubuh lain akan merasakannya." (HR Bukhari dan Muslim)

Untuk itu, tidak cukup hanya menuntut penguasa, dalam aksi turun ke jalan sebagai bentuk pembelaan terhadap warga Gaza. Melainkan, umat harus berupaya mewujudkan kepemimpinan berlandaskan akidah Islam, yakni seorang pemimpin yang berfungsi sebagai raa'in (pengurus) dan junnah (penjaga) bagi umat dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah.

Dalam Islam, seorang pemimpin adalah raa'in (pengurus) rakyat, kelak akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Didasari keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt, seorang pemimpin bertanggungjawab melindungi kondisi umatnya dalam semua aspek, serta darah dan kehormatannya. Sehingga, bungkamnya pemimpin atas keadaan di Gaza merupakan suatu kedzaliman dan penghianatan. Terkotak-kotaknya kaum muslim saat ini, menjadikan umat tidak adanya kepedulian terhadap saudara seimannya, berdampak kekuatan Islam kian melemah.

Dengan demikian, hanya Islam yang mampu memberantas sekat nasionalisme. Negara, akan menyatukan seluruh pemimpin muslim dari ikatan yang telah mengungkungnya. Sehingga, mampu mengendalikan kekuatan termasuk komando jihad, mengerahkan militer dan senjata, demi membela umat serta memusnahkan dari segala bentuk kedzaliman.

Oleh karena itu, bersatunya kaum muslim di seluruh dunia, akan memberikan kekuatan terhadap tubuh umat. Berbagai penderitaan yang selama ini dialami kaum muslim di belahan dunia akan teratasi secara tuntas, jika ada negara Islam yang menaunginya. Bantuan pun masuk tanpa kendala, karena wilayah kekuasaan Islam tidak tersekat garis kebangsaan.

Alhasil, umat merasa terlindungi, terjaga kehormatan dan jiwanya, dengan hadirnya sosok pemimpin. Kemaslahatan pun akan dirasakan seluruh umat, baik muslim maupun non muslim. Sehingga, ketika ada kedzaliman menimpa umat, seorang pemimpin dengan sigap mengerahkan segenap bantuannya untuk menolong. Tidak seperti yang terjadi hari ini, umat berjuang sendiri atas kebiadaban penjajah dan tak satupun pemimpin muslim bergerak menolongnya, mereka semua hanya terdiam menyaksikan kedzaliman.

Wallahua’lam bissawab.


Share this article via

7 Shares

0 Comment