| 133 Views
Ganti Presiden atau Ganti Sistem?

Oleh: Jasmine Fahira Adelia
Aktivis Muslimah
Setiap menuju pemilihan umum presiden, pasti selalu diadakan hari tenang, tidak ada lagi sosialisasi tiap paslon, ataupun debat dan lain sebagainya. Namun berbeda di tahun ini, menuju beberapa hari sebelum pemilu publik justru digegerkan dengan film dokumenter yang berjudul ‘Dirty Vote’. Dirty Vote menjadi perbincangan hangat masyarakat di masa-masa tenang kemarin, pasalnya film yang di sutradarai Dandhy Dwi Laksono ini berisikan kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.
Pro-kontra kerap terjadi di tengah masyarakat, bukan hanya itu bahkan salah satu tim kampanye paslon pun turut memberikan tanggapan bahwa film tersebut adalah fitnah. Film Dirty Vote diisi oleh tiga pakar, yakni Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari. Materi yang disajikan dalam film tersebut berisi fakta pengadilan, berbagai peristiwa dalam rangkarain pilpres, dan analisis akademis.
Melihat dari para akademis yang menjadi pengisi dalam film tersebut, kecil kemungkinan rasanya jika ada informasi yang sumbang atau tidak akurat. Meski Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengatakan film tersebut bukan produk jurnalistik, namun apa-apa yang disajikan dalam film itu bersifat ilmiah. Sebagaimana yang ia ungkap ketika diwawancarai BBC Indonesia. Menurutnya terhadap informasi seperti yang ada dalam film dokumenter tersebut sebagian orang bisa memberi penilaian penting, meski ada juga yang mengatakan tidak penting. Tapi film tersebut merupakan dokumenter eksplanatori, jadi bukan karya fiksi.
Terlepas ada pro dan kontra yang terjadi di tengah masyarakat, sejatinya kita justru semakin dilihatkan bagaimana rusaknya sistem demokrasi di negara ini. Politik dan hukum yang mudah dicurangi justru diungkap dalam film tersebut.
Sebetulnya, masyarakat sudah sangat jera dengan sikap pemimpin yang terus berubah namun tidak memberikan kesejahteraan yang sesungguhnya pada masyarakat. Kecurangan demi kecurangan kerap terjadi, korupsi di mana-mana, dan hukum tidak ditegakkan dengan baik yang mengakibatkan kezaliman makin merajalela.
Maka, agar berbagai kecurangan tidak terjadi lagi, yang perlu dilakukan ganti presiden atau ganti sistem? Pasalnya, masyarakat hanya paham harus ada perubahan dalam kehidupan bernegara, dan perubahan bisa terjadi dengan digantinya presiden dengan pesiden yang baru. Namun, buktinya, tiap pemimpin berganti, tak ada perubahan yang berarti. Yang ada kondisi masyarakat makin susah dan sengsara.
Masyarakat belum memahami ada alternatif lainnya selain mengganti presiden, yakni dengan mengganti sistem yakni sistem sekuler kapitalis yang telah terbukti tidak bisa menyejahterakan rakyat diganti dengan sistem Islam yang berlandaskan akidah Islam yang telah terbukti dalam perjalanan sejarahnya mampu menyejahterakan rakyatnya tanpa ada peebedaan, baik Muslim maupun non-Muslim.
Sebuah sistem yang dibuat oleh Allah SWT, maka tentunya praktiknya pasti akan berbeda dengan sistem demokrasi saat ini yang dibuat oleh manusia. Sehingga tidak ada lagi kecurangan yang terjadi, ataupun hukum yang tidak ditegakkan dengan tegas oleh pemimpinnya. Karena pemimpin dalam sistem Islam dalam melakukan aktivitasnya sandarannya adalah hukum syara. []