| 276 Views
Dibanjiri Bansos dan Subsidi Akankah Derita Kenaikan PPN 12%, Dapat Menjadi Solusi ?

Oleh : Nunik H
Ciparay Kab. Bandung
Dipastikan kenaikan PPN 12% akan berlaku mulai 1 Januari 2025, dengan alasan kenaikan PPN 12% akan meningkatkan pendapatan negara karena bersumber dari sektor pajak, dan juga untuk mengurangi hutang luar negri. Demi meredam dampak kenaikan ini pemerintah pun mencanangkan sejumlah stimulus ekonomi untuk sementara, diantara nya yaitu berupa bantuan pangan seperti beras kemasan 10 kg selama setahun kepada 16 juta keluarga penerima manfaat, diskon tarif listrik hingga 50% selama 2 bulan untuk daya terpasang 450 VA sampai 2.200 VA, percepatan program bansos seperti program keluarga harapan (PKH), sembako, hingga makan bergizi gratis.
Bansos dan subsidi ini direncanakan seolah memang sudah disiapkan untuk menyambut kenaikan PPN 12% pada awal 2025, pun kepada pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) akan diberikan akses kemudahan jaminan kehilangan pekerjaan, serta bagi pelaku UMKM atau industri mendapat kompensasi PPh final 0,5 % dari omset sampai dengan 2025.
Sejatinya beberapa paket kebijakan ekonomi yang dibuat tersebut tidak akan efektif mengurangi beban ekonomi yang ditanggung masyarakat dan pelaku usaha, pasalnya kebijakan tersebut hanya berlaku dalam jangka pendek seperti diskon listrik yang berlaku 2 bulan pertama saja dan bansos yang mungkin hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sesaat, setelahnya semua akan kembali ke tatanan semula, rakyat menanggung sendiri beratnya ekonomi akibat kenaikan PPN 12% , ini juga akan mendorong turunnya daya beli dan konsumsi masyarakat ketika pendapatan tetap tetapi pengeluaran bertambah, pasti mereka akan cenderung mengurangi pengeluaran dan menahan uang mereka, jika kondisi ini terus terjadi maka pendapatan para produsen, penjual, atau pedagang juga akan menurun akibat menurunnya daya beli masyarakat.
Pajak sejatinya merupakan pemalakan kepada rakyat dengan dalih membangun negara secara gotong royong, namun kebijakan penguasa justru tidak memihak kepada kepentingan rakyat akan tetapi justru berpihak pada kepentingan kapitalis dengan jor-joran membuka investasi. Kementrian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat total realisasi investasi selama 10 tahun masa pemerintahan Jokowi mencapai Rp. 9.117,4 triliun, namun sepanjang proyek-proyek ini digenjot berbagai konflik agraris semisal penggusuran dan perampasan lahan warga dan laporan mengenai kerusakan lingkungan turut mewarnai seperti proyek Rempang eco-city, konflik Wadas, pencemaran air PSN smelter nikel dan lainnya.
Beginilah konsekuensi logis dari penerapan sistem sekuler kapitalisme yang melahirkan kebijakan populis otoriter, pemerintah berlagak seperti pahlawan dengan menawarkan berbagai insentif dan bantuan, ibarat obat pereda nyeri, rasa nyeri nya hilang tetapi sakit yang sebenarnya belum diobati. Mereka seolah-olah berpihak kepada rakyat kebanyakan bukan pada elit atau pun pemerintahan, yang sebenarnya justru kebalikannya mereka mengakomodasi kepentingan para elite terutama kaum pemodal (kapitalis) yang jumlahnya sedikit.
Dalam Islam pajak bukanlah sumber pendapatan negara dan diberlakukan hanya pada kondisi jika kas negara kosong, serta ada pembangunan yang wajib dilaksanakan itupun hanya kepada rakyat yang mampu atau kaya, negara Islam atau Khilafah memiliki sumber pemasukan yang berasal dari Baitul mal, dalam kitab an-nizham al-iqtishady fi al-islam yang ditulis oleh Syeikh Taqiyuddin an Nabhani dijelaskan bahwa sumber pemasukan tetap Baitul mal adalah fai, ganimah, Anfal, kharaj, jizyah, dan pemasukan dari hak milik negara, sayur, khumus, rikaz, tambang, serta harta zakat. Begitupula pemasukan harta dari hal milik umum juga diletakkan dibagian khusus Baitul mal dan tidak boleh dicampur adukkan dengan yang lain, sebab harta tersebut menjadi hak milik seluruh kaum muslim yang diberikan oleh khalifah sesuai dengan kemaslahatan kaum muslim yang menjadi pandangan dan ijtihad nya berdasarkan hukum Syara'.
Kepemimpinan sekuler kapitalisme saat ini sangat jauh dari gambaran kepemimpinan Islam, Islam telah menetapkan bahwa kepengurusan atas kemaslahatan serta kesejahteraan rakyat berada dipundak penguasa, mereka wajib memenuhi dan menjamin kebutuhan rakyat tidak malah makin memberatkan dan menyusahkan rakyat terutama rakyat kecil, inilah tugas pokok negara yakni ri'ayah asy-syu'un al-ummah (mengurus berbagai keperluan umat).
Wallahu a'lam bish shawwab.