| 30 Views
Dibalik Strategi Evakuasi Warga Gaza, kepentingan atau solusi?

Oleh : Anisa
Aktifis Muslimah Boyolali
Tidak bisa dihindarkan lagi, serangan demi serangan diancarkan kembali oleh penjajah laknatullah isra*el setelah berakhirnya genjatan bersenjata. Korban kembali berjatuhan dengan adanya ledakan yang meluluhkan rumah, sekolah hingga rumah sakit mereka yang tersisa. Kembali kita disuguhi berita, gambar dan video mengerikan. Sebagai sesama muslim yang terikat oleh aqidah akan tetapi tersekat oleh kewarganegaraan tak bisa berbuat banyak. Para pemimpin muslim tentunya yang kita harapkan, mampu membuat arah sikap dan kebijakan untuk segera menghentikannya. Indonesia melalui pernyataan Presiden Prabowo menyatakan kesiapannya untuk menerima 1000 warga Gaza untuk dibawa ke Indonesia. Langkah ini jelas menuai banyak kontra, kenapa tidak? Bukankah warga Gaza bertahan di sana adalah sebagai upaya mereka mempertahankan tanah kaum muslim. Ini bukan solusi, justru adanya pemindahan warga Gaza akan memuluskan agenda pengusiran oleh penjajah itu sendiri dan akan melemahkan Palestina.
Pernyataan tersebut juga kontra produktif dengan seruan jihad yang disuarakan oleh para pejuang hari ini. Para pejuang menyadari bahwa langkah-langkah politik internasional yang telah dibuat hingga hari ini nyatanya belum membuahkan hasil yang konkrit, nihil. Berbagai perundingan dan lobi politik dibangun untuk menghentikan sementara agresi, itupun berakhir dengan pelanggaran perjanjian oleh mereka. Palestina seakan-akan dibuat tidak berdaya karena harus memenuhi kebijakan yang tidak menguntungkan itu. Entah berapa kali putaran lagi solusi-solusi sementara terus dilanggengkan tanpa memperjuangkan solusi tuntas dan konkrit. Tidak ada solusi lain untuk menghentikan agresi genosida kecuali hanya dengan jihad.
Disisi lain, kebijakan untuk mengevakuasi warga Gaza harus dipelajari lebih lanjut. AS sebagai sosok dibalik penjajahan ini, jelas memiliki kepentingan bahkan untuk mengintimidasi negara-negara yang berpihak kepada Palestina. Belum lama kebijakan tarif impor trump diberlakukan AS untuk dunia, dimana Indonesia jelas terkena dampak negatifnya. Keberhasilan upaya Indonesia dalam melakukan negosiasi atas kebijakan tersebut bisa jadi akan digunakan sebagai syarat untuk menekan Indonesia agar melakukan evakuasi warga Gaza, atau sebaliknya, strategi ini dijadikan alat negosiasi untuk menjilat AS terkait kebijakan barunya. Inilah buah simalakama bagi negeri-negeri yang tergantung pada negara lain.
Ketidakberdayaan para pemimpin muslim untuk lantang menyuarakan jihad didasari oleh kepentingan-kepentingan nasionalisme setiap negara. Hubungan baik masih terjalin erat dengan negara promotor genosida. Sikap ini dinilai sebagai bentuk pengkhianatan para pemimpin muslim. Kekuatan adidaya yang mendukung genosida ini memang tak main-main, kiriman dana, senjata, bahkan alat tempur terus dikerahkan. Sedangkan Palestina, ditinggal sendirian tanpa bantuan kekuatan persenjataan negara-negara Islam lainnya. Bantuan umat diberikan berupa bantuan kemanusiaan untuk bertahan hidup bukan untuk melakukan perlawanan. Dengan kekuatan tak sebanding, umat juga masih berada pada kondisi negara yang terpecah-pecah. Persatuan umat inilah yang harus diperjuangkan. Meruntuhkan sekat nasioanalisme dalam satu bendera Khilafah akan mewujudkan seruan jihad. Para tentara-tentara Islam yang tersebar di berbagai negara dapat dikirimkan dalam satu komando, tanpa ada kepentingan masing-masing karena memiliki satu tujuan.
Umat harus menyadari betul akar permasalahan geopolitik ini, sehingga mampu memberikan kritik dan respon penolakan atas solusi-solusi yang justru memberikan potensi kerusakan yang semakin parah dan meluas. Penegakkan Khilafah harus diiringi gerakan umat yang diwadahi dalam kepartaian. Partai ideologis dibutuhkan masyarakat dalam mengkoordinisasi perjuangan yang benar sehingga memberikan pengaruh besar bukan hanya masyarakat akan tetapi juga penguasa negeri untuk mewujudkan sistem Islam sebagai rahmatan lil alamin, sebagai solusi tuntas pengahapusan penjajahan genosida di Palestina.