| 145 Views

Derita Gaza Butuh Solusi Hakiki, Bukan Hanya Janji

Oleh : Umi Fahri

Lebih dari satu dekade, Gaza menjadi medan tempur antara Israel dan Hamas. Meskipun Israel mengklaim bahwa tindakan militernya adalah untuk membela diri, akan tetapi skala penghancuran dan blokade yang berkepanjangan menuai kritik Internasional. Sampai saat ini belum ada solusi damai secara efektif, hingga rakyat Gaza terus hidup dalam penderitaan yang berkepanjangan.

Kenyataan ini bukan lagi sekedar genosida, akan tetapi pembunuhan berantai hak asasi manusia berskala besar sejak awal abad 21. Dalam sejarahnya, konflik antara Israel dan Palestina bermula sejak tahun 1948, yang menyebabkan eksodus besar-besaran. Sejak saat itu, wilayah Palestina terus mengalami penyusutan akibat penduduk, dan perluasan pemukiman Israel. Jalur Gaza yang awalnya di bawah kendali Mesir, jatuh ke tangan Israel setelah terjadi perang.

Sudah sebanyak tujuh kali militer Israel melakukan aksi, dan berujung pada eskalasi terbesar pada dua tahun lalu yakni 2023 sampai 2024. Informasi terkini melansir Al Jazeera, 33 warga Palestina meninggal dunia dan lebih dari 100 terluka dalam serangan udara Israel, terhadap tiga sekolah yang menampung warga Palestina di Tuffah, kota Gaza. Yang menjadi target mereka bukan hanya Hamas saja, tetapi rakyat sipil sebagai target utama dalam setiap aksinya. Selain itu juga melakukan pemutusan akses listrik, makanan, air dan meratakan infrastruktur di Gaza yang tak terhitung jumlahnya. (Kompasiana, 6 April 2025)

Perjuangan maupun dukungan dari komunitas Internasional untuk membela Gaza, datang dalam berbagai bentuk mulai dari diplomasi, bantuan kemanusiaan, hingga tekanan politik terhadap Israel. Namun karena kompleksitas geopolitik global dan pengaruh negara-negara besar, upaya tersebut sering kali terhambat. Termasuk resolusi dan kecamanan dari PBB, terutama melalui Majelis Umum dan Dewan Hak Asasi Manusia, yang telah banyak mengeluarkan resolusi kecaman terhadap Israel di Gaza, gencatan senjata dan permintaan blokade Gaza dihentikan.

Dalam pandangan Islam, pertempuran Israel-Gaza adalah bagian dari perjuangan umat muslim untuk mempertahankan tanah suci, keadilan, dan kemanusiaan. Pandangan ini muncul dari prinsip-prinsip ajaran Islam, menyangkut pembelaan terhadap mereka yang tertindas, penjagaan tanah suci, dan penolakan atas penjajahan serta kezaliman. Palestina sendiri khususnya Al-Quds dan Al-Aqsa adalah wilayah yang sangat suci. Masjid Al-Aqsa sendiri merupakan kiblat pertama umat Islam. Oleh karena itu, perang Israel-Gaza bukan hanya masalah politik, tapi juga penjajahan terhadap tanah suci Islam.

Fakta ini menunjukkan bahwa rakyat Palestina dan Al-Quds berada di bawah kekuasaan Israel. Namun sangat disayangkan, kenyataan itu tidak menyentuh hati keimanan para penguasa muslim untuk membebaskannya.

Saat Rasulullah SAW memimpin perang melawan kafir Quraisy, yaitu perang Badar, Beliau membawa pasukan berjumlah 300 orang, sedangkan pasukan kafir Quraisy 1.300. Namun atas izin Allah SWT dimenangkan oleh kaum muslim. Seharusnya peristiwa ini dapat dijadikan contoh bagi umat Islam untuk melawan Israel. Karena sekat nasionalisme, menjadikan kaum muslim terpecah-belah yang akhirnya melahirkan pemimpin cenderung diam, melihat kekejaman zionis Israel. Bahkan beberapa di antaranya bersekutu dengan zionis Yahudi, disebabkan hubungan kerja sama dengan Amerika Serikat.

Umat Islam seharusnya menyadari bahwa peperangan di Palestina bukan hanya urusan mereka yg di sana saja, akan tetapi menjadi urusan seluruh umat Islam. Rasulullah SAW bersabda:

"Perumpamaan kaum mukminin dalam cinta mencintai, sayang menyayangi, dan bahu membahu bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh anggota tubuh yang lain ikut merasakan sakit, dengan tidak bisa tidur dan demam." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits di atas jelas mengingatkan kepada seluruh umat Islam, terutama para pemimpin muslim yang berkuasa, bahwa pembebasan Gaza memerlukan pengerahan kekuatan militer, dan juga bantuan logistik.

Untuk itu, umat Islam khususnya di Palestina membutuhkan seorang pemimpin untuk mengatasi polemik ini. Pemimpin yang dimaksud bukan presiden ataupun raja, melainkan kepala negara yang akan memimpin umat manusia di seluruh dunia. Permasalahan Gaza adalah persoalan politik, sehingga membutuhkan solusi tepat dan tuntas, bukan hanya janji. Hanya dengan kepemimpinan dan sistem Islam saja yang dapat mengatasi problematika palestina dengan sempurna. Sehingga dengan demikian ikatan nasionalisme dan juga sukuisme benar-benar terbebas dalam diri kaum muslim.

Pemimpin atau penguasa Islam akan menjaga keamanan umatnya di seluruh dunia, baik dari cengkraman Israel dan penjajah yang lain, sehingga umat Islam akan kembali tenang dalam melakukan aktivitasnya. Sistem Islam akan mewujudkan kedaulatan di tangan rakyat dan berhukum hanya kepada syariat Allah SWT semata, yang akan diterapkan dalam kancah kehidupan secara totalitas. Sehingga akan terwujud Islam rahmatan lil'alamiin dengan aturan menyeluruh bagi semesta alam.

Wallahu a'lam bishawab


Share this article via

34 Shares

0 Comment