| 77 Views
Cara Islam Meretas Jerat Maut Perdagangan Orang

Oleh : Maryam Sakinah
Tindak Pidana Perdagangan Orang masih terus memakan korban. Kali ini korbannya adalah 11 orang warga asal Sukabumi, Jawa Barat di Myanmar. Mereka dijanjikan pekerjaan dengan gaji tinggi, tetapi malah dipaksa bekerja sebagai penipu daring. Tidak itu saja, mereka mendapatkanperilaku kekerasan dan pelecehan.
Pemerintah Indonesia sedang berupaya untuk memulangkan para korban. Keluarga korban telah menjalin kerja sama dengan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Sukabumi untuk mempercepat proses pemulangan para korban. (metronews.com, 12-9-2024)
Kasus Perdagangan Orang di Indonesia: Fakta dan Data
Serikat Buruh Migran Indonesia mendokumentasikan 1343 kasus TPPO dari tahun 2020 hingga Juni 2023. Sektor yang terbanyak menjadi korban, yaitu 362 kasus berasal dari sektor Pekerja Rumah Tangga (PRT). Disusul oleh sektor penipuan daring, peternakan, buruh pabrik, dan awak kapal perikanan.
Bila dilihat dari jenis kelamin korban, data yang dihimpun oleh SBMI di laman resminya, sbmi.or.id, laki-laki yang menjadi korban TPPO lebih banyak dibandingkan perempuan, yakni 882 laki-laki dan 461 korban wanita. Para korban ini berasal dari berbagai Provinsi di Indonesia, seperti NTB, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Negara yang menjadi tujuan TPPO adalah Polandia menjadi negara tujuan utama para korban TPPO, diikuti oleh Arab Saudi, Kamboja,Malaysia, dan Taiwan.
Namun sayangnya, meningkatnya kasus TPPO tidak seiring dengan upaya penyelesaiannya. Hampir setengah dari total 609 kasus masih terkatung-katung. Ada juga 17 kasus yang mangkrak di laporan polisi dengan korban 108 orang. Ada juga 11 putusan pengadilan yang mendapat pengabulan hak restitusi, tetapi belum dieksekusi. Total nilai kasusnya Rp4.227.385.259,00. Hal ini menunjukkan bahwa selain lambat, hak-hak korban sering kali terabaikan. (sbmi.or.id)
Faktor Penyebab Meningkatnya Kasus Perdagangan Manusia
Faktor-faktor sosial ekonomi menjadi akar utama permasalahan TPPO. Kemiskinan, tingkat pendidikan rendah, dan terbatasnya peluang kerja mendorong individu, terutama dari kalangan rentan, untuk mencari penghasilan dengan cara apa pun, termasuk melalui jalur ilegal. Minimnya kesadaran hukum dan pengaruh buruk lingkungan sosial semakin memperparah situasi ini. Individu-individu yang berada dalam kondisi tersebut mudah terbujuk oleh iming-iming kehidupan yang lebih baik, tanpa menyadari risiko yang mengintai.
Di sisi lain, faktor struktural juga berperan signifikan dalam perpetuation TPPO. Keberadaan sindikat yang terorganisir dengan jaringan luas dan modus operasi yang canggih, serta dugaan keterlibatan oknum aparat penegak hukum makin memperkuat jaringan perdagangan orang. Lemahnya penegakan hukum, seperti proses peradilan yang lambat dan hukuman yang tidak setimpal, menjadi celah bagi pelaku untuk terus beroperasi. Kondisi ini menciptakan siklus yang sulit diputus, di mana korban terus bermunculan dan pelaku sulit untuk diadili.
Kapitalisme dan Perdagangan Manusia
Setiap masalah yang muncul di permukaan, pasti memiliki penyebab dan akar persoalannya. Persoalan tidak akan tuntas selama akarnya belum dicabut. Sama seperti daun dan ranting pada sebuah pohon yang tinggi, pasti memiliki akar yang jauh menghunjam tanah. Pohon yang digergaji tetap akan bertunas bila akarnya belum dicerabut seluruhnya dari dalam tanah. Demikianlah gambaran kasus kasus TPPO yang belum tuntas juga hingga hari ini. maka yang perlu dilihat adalah sistem kehidupan yang mendasarinya.
Selama kapitalisme mendominasi ekonomi global, Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) akan terus menjadi masalah serius. Dengan fokus pada persaingan bebas dan keuntungan pribadi, kapitalisme menciptakan kondisi yang mendukung terjadinya eksploitasi manusia. Ketika keuntungan menjadi prioritas, nilai-nilai kemanusiaan sering diabaikan. Kesenjangan ekonomi yang melebar akibat sistem ini memaksa banyak individu dari kelompok rentan mencari jalan keluar, bahkan melalui cara-cara ilegal yang sering kali berujung pada eksploitasi.
Orientasi profit yang tinggi mendorong perusahaan menekan biaya produksi, termasuk upah tenaga kerja. Ini membuka peluang bagi perekrutan pekerja dengan upah rendah tanpa perlindungan memadai, seperti pekerja anak dan buruh migran yang rentan dieksploitasi. Minimnya regulasi dalam kapitalisme memperburuk situasi, karena perusahaan dapat beroperasi bebas tanpa pengawasan ketat.
Globalisasi Makin Memperluas Perdagangan Orang
Globalisasi yang didorong oleh kapitalisme memperluas jaringan perdagangan manusia. Perusahaan multinasional dengan mudah memindahkan korban antarnegara untuk memenuhi kebutuhan produksi. Sementara itu, perkembangan teknologi informasi mempermudah sindikat perdagangan orang merekrut korban dan mengoordinasikan aktivitas mereka lintas negara.
Islam: Solusi untuk Mengatasi Perdagangan Manusia
Islam menawarkan pandangan hidup yang berbeda dari kapitalisme. Islam mewajibkan manusia mengimani bahwa di balik alam semesta dan kehidupan, ada Allah SWT. yang menciptakan dan mengatur. Sebagai hamba, manusia harus taat kepada Zat yang menciptakannya. Kelak di akhirat manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas segala perbuatannya selama di dunia.
Keyakinan ini mendorong manusia untuk berbuat sesuai syariat Islam. Ia akan menghindari perbuatan yang melanggar syariat termasuk menjauhi aktivitas perdagangan orangmaupun melanggar hak-hak manusia lainnya. Hukum Islam yang kamil dan syamil telah mengatur seluruh sisi kehidupan manusia, termasuk di dalamnya memastikan hak-hak individuterlindungi.
Sistem pendidikan berperan penting dalam mengatasi TPPO. Pendidikan berbasis akidah Islam yang menanamkan nilai iman, takwa, dan moralitas sejak dini akan membentuk individu yang sadar akan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Individu yang bertakwa akan senantiasa terikat pada syariat Allah dan secara konsisten menaatinya, menjadikannya benteng utama dari perbuatan maksiat.
Peran Negara dalam Melindungi Rakyat dari Tindak Pidana Perdagangan Orang
Dalam sistem pemerintahan Islam, rakyat menjadi tanggung jawab penuh negara. Negara merupakan pihak paling bertanggung jawab dalam menyelesaikan seluruh persoalan masyarakat.
Dalam Islam, khalifah memiliki tanggung jawab besar untuk melindungi rakyatnya. Ia seperti seorang gembala yang menjaga gembalaannya. Khalifah akan bertanggung jawab atas kesejahteraan dan keamanan rakyatnya di dunia dan di akhirat. Rasulullah saw. bersabda, “Imam adalah raain atau penggembala dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari)
Hukum Islam memberi perlindungan menyeluruh untukseluruh rakyatnya. Dalam Islam, hukum akan diterapkan secara konsisten untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang. Sanksi yang tegas akan diberikan kepada pelaku sebagai penebus atas kejahatannya.
Sementara itu, korban akan mendapatkan perlindungan dan rehabilitasi. Korban TPPO tidak akan dikenai sanksi hukum, mengingat mereka adalah pihak yang paling dirugikan. Sebagai gantinya, mereka akan diberikan pembinaan dan rehabilitasi untuk memulihkan kondisi fisik dan psikologis mereka.
Dengan demikian, penerapan syariat Islam secara menyeluruhakan mengatasi masalah perdagangan manusia secara tuntas.Sebagai dampaknya, rakyat akan hidup dalam lingkungan yang aman dan nyaman tanpa mengkhawatirkan adanya degradasi kualitas generasi. Hanya sistem pemerintahan Islam yang mampu memberikan perlindungan maksimal bagi rakyatnya, bahkan sampai pada hal-hal yang sekecil nasib seekor anak domba. Sebagaimana asar dari Khalifah Umar bin Khattab, “Jika ada anak domba mati sia-sia di tepi Sungai Efrat (di Irak), sungguh aku takut Allah akan menanyaiku tentang hal itu.” (HR Adz-Dzahabi)
Khatimah
Mewujudkan kembali sistem pemerintahan Islam adalah solusi utama untuk menghentikan perdagangan manusia dan berbagai permasalahan lainnya. Hanya dengan penerapan syariah secara menyeluruh, kita dapat memastikan terciptanya masyarakat yang aman, adil, dan sejahtera.