| 293 Views
Biaya Kuliah Melejit, Nasib Generasi Semakin Terjepit

Oleh : Umi Fahri
Perguruan tinggi di Indonesia mengalami kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang signifikan, pada tahun ajaran 2024/2025. Hal ini memicu gelombang protes dari mahasiswa dan para orang tua di berbagai wilayah, terutama dari kalangan menengah ke bawah.
Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, jumlah penduduk miskin di Indonesia sangat tinggi, sehingga kenaikan UKT ini dapat memperburuk ketidakadilan sosial dan ekonomi di negeri ini. Tentu semua ini perlu solusi yang komprehensif dan berkelanjutan berbentuk diversifikasi sumber pendapatan universitas, yang memerlukan tata kelola dan penanganan secara bijaksana.
Dalam beberapa hal, kenaikan UKT dapat dianggap sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi. Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), dalam hal ini mendorong perguruan tinggi agar dapat memberikan pembelajaran yang relevan kepada mahasiswa. Permendikbud Ristek Nomor 2 Tahun 2024, tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) diterbitkan sebagai dasar peningkatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bagi PTN dan PTN-BH. (Kompasiana, 14/6/2024)
Dalam beberapa tahun ke depan, perguruan tinggi di Indonesia harus mempertimbangkan alternatif pendapatan yang lebih solutif. Dengan berupaya dalam hal pendapatan universitas seperti jasa riset dan konsultansi, dapat membantu mengurangi ketergantungan pada UKT. Selain itu, pemerintah juga harus meningkatkan bantuan pendidikan lewat Kartu Indonesia Pintar (KIP), agar lebih tepat sasaran dan membantu siswa dari keluarga kurang mampu.
Inilah fakta pendidikan dalam sistem kapitalisme. Ternyata modal pintar saja tidak cukup untuk mendapatkan pendidikan tinggi, karena yang terpenting adalah dapat membayar biaya kuliah. Pada akhirnya sebagian mahasiswa harus pontang-panting bekerja, untuk menebus biaya yang cukup mahal tersebut. Bahkan sampai ada yang terjerat lingkaran setan, yaitu utang pinjol dan rentenir untuk biaya hidup, transportasi, bayar kos dan yang lainnya.
Tentu sangat ironis jika pendidikan tinggi hanya bisa diakses oleh mereka yang punya uang. Padahal Indonesia mempunyai harapan meningkatkan SDM untuk Indonesia Emas 2045. Sungguh sangat berbahaya, jika kenaikan UKT ini terus dibiarkan akan berdampak buruk bagi pelajar miskin, padahal banyak dari mereka yang berprestasi. Jelas, bahwa mahalnya UKT sangat bertentangan dengan konsep bahwa pendidikan merupakan hak setiap individu rakyat.
Semua itu tidak akan terwujud, tanpa adanya peran negara sebagai penyelenggara utama pendidikan. Negara berkewajiban mengatur segala aspek terkait pendidikan, mulai dari kurikulum hingga hak mendapat pendidikan yang layak bagi setiap warga negara. Sarana dan prasarana sekolah hingga kesejahteraan guru pun dijamin oleh negara. Permasalahan pokok seperti ini tidak akan pernah dijumpai di negara yang mengadopsi sistem sekuler kapitalisme sebagai penerapan hukum kehidupan.
Cara pandang kapitalistik ini, sungguh berbeda dengan pandangan dan pengaturan syariat Islam terhadap penyelenggaraan pembiayaan pendidikan. Islam menjadikan pendidikan sebagai salah satu kebutuhan primer rakyat, yang disediakan negara dengan biaya murah bahkan gratis. Seluruh individu rakyat punya kesempatan yang sama untuk menikmati pendidikan pada berbagai jenjang, mulai dari prasekolah, dasar, menengah, hingga pendidikan tinggi.
Begitu pula dengan pembiayaannya bisa berasal dari sejumlah pihak, yakni dari individu warga secara mandiri, infak lewat donasi ataupun wakaf umat untuk keperluan pendidikan, serta pembiayaan dari negara dengan menetapkan sejumlah pos pemasukan di baitul mal, untuk memenuhi anggaran pendidikan. Keuangan baitul mal sendiri tidak bersumber dari pemungutan pajak dan utang luar negeri.
Pendidikan dalam Islam merupakan kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi negara, mulai pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Dalam sistem pendidikan Islam, ditopang dengan pendanaan yang sahih. Terdapat pula riset yang fokus dikembangkan untuk melayani kebutuhan masyarakat luas, bukan melayani dunia bisnis yang kental dengan orientasi profit.
Sistem Islam tegak di atas asas yang benar, yakni keimanan kepada Allah SWT sebagai pemilik kedaulatan untuk mengatur seluruh aspek kehidupan. Dalam hal ini, syariat Islam telah menetapkan bahwa penguasa berfungsi sebagai pengurus dan penjaga. Mereka diberikan amanah memastikan seluruh hak dan kebutuhan pokok rakyat seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan, bisa diakses semua orang secara mudah, bermutu tinggi, murah bahkan bebas biaya.
Semua itu akan terpenuhi dengan jalan menerapkan seluruh hukum Islam secara sempurna, termasuk juga sistem ekonomi keuangan Islam yang menjamin masyarakat hidup sejahtera dan penuh berkah. Dikarenakan negara memiliki sumber-sumber pemasukan yang sangat besar dan berkelanjutan, seperti kepemilikan umum berupa sumber daya alam. Dengan demikian, lembaga pendidikan dan para pelaksananya bisa benar-benar fokus mewujudkan tujuan pendidikan yang mulia, tanpa harus dipusingkan dengan urusan dana.
Wallahu a'lam bishawab