| 286 Views

Bencana akan Sirna, Islam Solusi Hakiki

Oleh : Yuliana, S.E
Muslimah Peduli Umat

Sukabumi - Pagi itu, Ineu Damayanti (38) serius melihat informasi melalui gawainya yang mengabarkan sejumlah wilayah di Kabupaten Sukabumi terdampak bencana akibat hujan deras yang mengguyur sejak Senin (2/12). Ia tidak sadar, hari itu Sungai Cimandiri juga meluap.
Sekitar pukul 06.00 WIB, air mulai merayap masuk ke dalam rumah Ineu. Awalnya hanya setinggi lutut, namun seiring berjalannya waktu, air dari Sungai Cimandiri yang meluap terus meninggi hingga akhirnya menenggelamkan seluruh ruangan rumahnya.

Banjir mulai menggenangi rumah warga sekitar pukul 06.00 WIB. Ada sekitar 20 rumah yang terendam, namun alhamdulillah sejauh ini tidak ada korban jiwa maupun luka. Kerugian lebih pada materiil," ungkap Gingin Ginanjar, relawan Tagana Kecamatan Simpenan, menjelaskan situasi terkini di lokasi.

Proses evakuasi dilakukan secara mandiri oleh warga dengan bantuan relawan yang sudah berada di lapangan. "Untuk evakuasi, masyarakat melaksanakannya sendiri, dibantu beberapa relawan yang memang sudah ada di lokasi," jelas Gingin.

Kembali ke Ineu, di tengah air nyaris setinggi dua meter yang menerjang, ia nekat berenang demi menyelamatkan baju sekolah anaknya. Aksi Ineu itu terekam kamera detikJabar yang datang ke lokasi kejadian.

"Saya cuma kepikiran, kalau baju sekolahnya basah, anak saya nggak bisa ikut ulangan," ucap Ineu sambil mengingat kejadian yang baru pertama kali dialaminya itu kepada detikJabar.

Dalam video itu, Ineu terlihat berenang perlahan menyusuri banjir. Tepat di depan tembok bangunan rumah, ia terlihat memanjat dan masuk ke dalam rumah.

Seraya membersihkan genangan lumpur di dalam rumahnya. Ineu bercerita air mulai menggenangi rumahnya sekitar pukul 08.00 pagi. Awalnya hanya setinggi lutut, tapi perlahan naik hingga menenggelamkan seluruh ruangan. Ineu yang panik, melihat barang-barangnya mulai hanyut terbawa arus.

"Saya berenang dari rumah tetangga, Pak Buyok, menuju rumah sendiri. Baru belajar berenang sedikit-sedikit, tapi alhamdulillah bisa. Yang penting baju anak selamat," katanya dengan senyum getir.

Dalam bencana itu, Ineu tak sempat menyelamatkan barang-barang lain. Mesin cuci, kipas angin, hingga kasur terendam dan rusak. "Yang penting keluarga selamat. Tapi ya, anak saya harus tetap sekolah," ujarnya sambil menunjuk tumpukan baju yang berhasil ia selamatkan.

Bencana menerjang di sejumlah wilayah di Kabupaten Sukabumi, nyaris merata. Catatan terakhir yang diperoleh detikJabar, tercatat 10 orang meninggal dunia dan dua lainnya masih dalam pencarian akibat bencana alam di berbagai wilayah.

Korban meninggal dunia sebagian besar berasal dari Kecamatan Simpenan, Tegalbuleud, dan Ciemas. Berikut identitas korban yang telah terkonfirmasi:

Deden Sumpena, Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Sukabumi, mengungkapkan bahwa tim terus bekerja keras melakukan evakuasi dan pencarian korban di tengah kondisi cuaca yang masih tidak menentu.

"Kami fokus pada pencarian korban yang hilang dan memberikan bantuan kepada warga terdampak. Tim gabungan dari BPBD, TNI, Polri, serta relawan dikerahkan di lokasi-lokasi terdampak," ujarnya. Berdasarkan data dari BPBD Kabupaten Sukabumi, hingga Sabtu (7/12/2024) pukul 17.30 WIB, setidaknya ada 328 titik bencana yang tersebar di 39 kecamatan.

Deden Sumpena, Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Sukabumi, menjelaskan bahwa jenis bencana yang terjadi di tiap kecamatan sangat bervariasi, dengan tanah longsor, banjir, angin kencang, dan pergerakan tanah menjadi bencana utama yang merusak.

Di Desa Loji, Kecamatan Simpenan, tanah longsor dan pergerakan tanah berdampak pada rumah-rumah warga rusak dan sebagian tanah persawahan terkikis, membuat beberapa warga terpaksa mengungsi.

Di Desa/Kecamatan Ciemas tanah longsor membuat beberapa titik jalan utama terputus akibat longsor besar, menghambat akses transportasi. Lalu di Kecamatan Tegalbuleud banjir dan angin kencang berdampak di Desa Rambay dan Desa Bangbayan. Banjir merendam permukiman warga, sementara angin kencang merusak atap rumah dan fasilitas umum.
Lalu di Kecamatan Gegerbitung, Desa Karangjaya, beberapa rumah rusak akibat pergeseran tanah yang mempengaruhi pondasi bangunan. Di Desa Sirnasari, Kecamatan Pabuaran banjir besar yang terjadi akibat curah hujan yang sangat tinggi, ditambah longsor yang menutup akses jalan menuju desa. ( 08 Desember 2024)

Bencana tiada berkesudahan

Melekatnya sistem sekuler kapitalistik pada jiwa masyarakatmembuat para penguasa tidak memiliki sensitivitas dan keinginan serius untuk mencari dan memberi solusi perihal bencana sejak dari akarnya. Bahkan, kita dapati banyak kebijakan penguasa yang justru menjadi penyebab munculnya bencana hingga berpotensi mendatangkan bencana baru berikutnya.

Rata-rata analisis penyebab dan dampak beberapa bencana selalu menunjuk pada kebijakan penguasa. Misalnya, penggundulan hutan dan alih fungsi lahan terutama di zona penyangga (hutan). Temuan data sejak tahun 2022 menyebut 35% hutan kita rusak, bahkan hilang. Juga proyek-proyek industrialisasi di berbagai daerah, pembangunan fisik, serta penanganan daerah aliran sungai yang tidak serius yang dilakukan timbul tenggelam, Semuanya seakan sulit dilakukan karena berkaitan dengan kepentingan para pemilik modal.

Banyak daerah yang mengalami bencana banjir yang melanda, terkadang pemerintah daerah turun ke lapangan dengan ada maksud tertentu, kepantingan individu atau kelompok. Apa lagi momen-momen dekat dengan pemilihan, banyaklah  paslon-Paslon turun ke TKP. Datang buakn ikhlas karena Allah ta’ala tapi ingin mencari massa dan simpati masyarakat agar mau memilih. Membawa bantuan dengan dalih bantuan pribadi namun  hal itu bisa ditebak bahwa anggaran itu akan dimasukkan dalam anggaran daerah, sampai di TKP saat menyerah bantuan akan didokumentasikan kemudian diuploud di medsos agar lebih laus lagi masyarakat simpati dan akhirnya saat pemilihan akan menjadi pertimbangan untuk dipilih.

Banyak aktivis lingkungan yang protes tentang kebijakan yang saat ini sangat longgar. Pelaku usaha kelas kakap berani menjalankan usaha meski izin belum keluar. Tidak sedikit di antara mereka yang lolos hukum meski jelas melanggar aturan. Kongkalikong kapitalis dan pejabat penguasa memang masih jadi budaya di Indonesia.

Begitu pula dengan masalah mitigasi bencana. Selama ini, masyarakat selalu jadi pihak yang dislahkan dan disudutkan. Pengetahuan minimlah, tidak mau direlokasilah, tidak bisa diaturlah, dan sebagainya. Padahal semua menyangkut politik penguasa. Terbatasnya ketersediaan data dan informasi, minimnya pengetahuan masyarakat, ketersediaan teknologi, dan alat, padahal semuanya adalah tanggung jawab para penguasa.

Masyarakat memang butuh dicerdaskan. Namun juga butuh difasilitasi dan diberi jaminan kesejahteraan. Mereka hanya berpikir, jika mereka meninggalkan kampung halaman, mereka tinggal di mana dan hidup seperti apa? Penguasa hanya menuntut rakyat demikian, sedangkan solusinya tidak ada. Oleh karenanya, jangan salahkan rakyat jika makin lama mereka makin tidak percaya pada para penguasanya.

Umat butuh Kepemimpinan Islam

Berbeda dengan sekularisme kapitalisme, Islam menetapkan bahwa fungsi kepemimpinan adalah mengurusi urusan umat (raa’in) dan menjaga mereka (junnah). Oleh karenanya, penguasa wajib mengerahkan segala daya untuk menyejahterakan umat dan menjauhkan mereka dari semua hal yang menyengsarakan dan membinasakan. Bahkan bukan hanya untuk urusan di dunia, tetapi juga urusan akhirat rakyatnya.

Dalam konteks bencana, para pemimpin Islam dituntut untuk melakukan berbagai hal demi mencegah bencana, sekaligus menghindarkan masyarakat dari risiko bencana. Yang paling mendasar adalah dengan cara menerapkan aturan dan kebijakan yang tidak merusak lingkungan atau melakukan dan membiarkan hal-hal yang bisa mengundang azab Allah Taala

Dasarnya adalah pelaksanaan perintah Allah yang tercantum dalam Al-Qur’an:

وَاِذَا قِيْلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِۙ قَالُوْٓا اِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُوْنَ 

“Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Janganlah berbuat kerusakan di bumi!’ Mereka menjawab, ‘Sesungguhnya kami justru orang-orang yang melakukan perbaikan.'” (QS Al-Baqarah: 11). 

Dalam surah yang lain juga Allah berfirman-Nya,

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS ar-Rum: 41).

Rosulullah saw  juga bersabda :

“Jika zina dan riba tersebar luas di suatu tempat, sungguh mereka telah menghalalkan atas diri mereka sendiri azab Allah.” (HR Hakim, Baihaqi, dan Thabrani).

Dari sudut pandang ruhiah inilah, semua kebijakan penguasa akan diturunkan. Tolok ukur satu-satunya hanyalah syariat Islam, bukan kepentingan pribadi, golongan, apalagi kepentingan para pemilik modal. Terlebih Islam mengatur seluruh aspek kehidupan, mulai sistem politik, ekonomi (termasuk keuangan), sistem sosial, sanksi, hankam, dan sebagainya.

Dalam tunutnan Islam bencana adalah ketetapan Allah Swt., tentu benar adanya. Bencana bisa terjadi kapan pun dan di mana pun sebagai ujian dan peringatan bagi manusia. Namun, Islam memberi tuntunan untuk menghindarinya, sekaligus menuntun cara menghadapinya, termasuk dalam hal ini mengatur soal mitigasi bencana.

Secara umum mitigasi sendiri diartikan sebagai serangkaian upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko bencana, baik lewat pembangunan fisik ataupun penyadaran, serta peningkatan kemampuan dalam menghadapi ancaman bencana.

Dalam Islam, penagnggulangan bencana tentu menjadi tanggung jawab penuh penguasa karena menyangkut fungsi kepemimpinannya sebagai rain dan junnah umat tadi, dan hal ini akan dipertanggungjawabannya sangat berat di akhirat. Adapun aktivitas menolong yang bisa dan biasa dilakukan oleh masyarakat secara swadaya, maka itu merupakan kebaikan tapi bukan kewajiban, namun yang dianjurkan oleh agama dan tetap didorong oleh penguasa atau pemimpin.

Dalam hal ini, pemimpin Islam akan membuat berbagai kebijakan khusus, mulai dari penataan lingkungan dikaitkan dengan strategi politik ekonomi Islam yang menjamin kesejahteraan orang per orang. Juga sistem keuangan, pertanahan hingga sanksi untuk mencegah pelanggaran.

Tempat-tempat yang rawan bencana, harus ada kebijakanyang lebih khusus lagi. Tidak hanya menyangkut kesiapan dengan segala risiko, tetapi juga mempelajari dan mensolusikan soal manajemen kebencanaan. Mulai dari pendidikan soal kebencanaan, pembangunan infrastruktur, serta sistem peringatan dini dan penanganan bencana yang lebih sistemik dan terpadu. Begitu pun soal sistem logistik kedaruratan, serta sistem kesehatan yang menjadi bagian integral dari sistem penanganan terpadu kebencanaan benar-benar akan diperhatikan.

Semua ini pasti akan dilakukan karena ditopang dengan sistem keuangan Islam yang sangat kuat. Sumber-sumber pemasukan negara begitu besar, terutama dari kepemilikan umum seperti hasil pengelolaan SDA yang secara syar’i wajib masuk ke kas negara. Dengan demikian, persoalan dana tidak akan menjadi penghambat yang serius bagi penangananbencana. Atau bahkan menjadi alasan bagi pemeran negara asing maupun lembaga nonnegara untuk membangun pengaruh politik melalui tawaran utang dan bantuan.

Kondisi ideal seperti ini memang akan sulit diwujudkan dalam sistem sekarang. Paradigma kapitalisme sekuler neoliberal telah menjadikan kepemimpinan tegak di atas kepentingan pemilik modal, bukan tuntunan agama (Islam).

Bukan memaksimalkan untuk menjauhkan dan atau membantu rakyat dari kebinasaan, kekuasaan oligarki justru menjadi salah satu penyebab terjadinya bencana berkepanjangan. Kalaupun ada yang dilakukan bagi rakyatnya, pasti tidak lepas dari rumus hitung-hitungan.

Hanya Sistem kepemimpinan Islam yang bisa diharapkan mampu menyelesaikan problem bencana dengan solusi yang mendasar dan tuntas. Dimulai dari fondasi negara dan kepemimpinan yang lurus, yakni berlandas tauhid, lalu didukung oleh penerapan syariat Islam secara kaffah. Inilah yang akan menjadi pintu pembuka bagi datangnya ridha Allah Swt. sekaligus kebaikan hidup yang dirasakan oleh semuaumat.

Oleh karenanya, sudah saatnya umat bersegera sadar, bersatu di seluruh penjuru ummat, untuk mewujudkan kepemimpinan Islam. Tentu dimulai dengan aktivitas dakwah pemikiran yang bertarget memahamkan umat dengan akidah dan hukum-hukum Islam dengan pemahaman yang benar dan komprehensif.

Besar harapan saat ini adalah  menggambarkan kepada umat bahwa solusi seluruh problematika kehidupan ini adalah Islam. Juga sebagai salah satu jalan keselamatan. Islam bukan hanya menyelamatan umat dari bencana di dunia saja, tetapi juga menyelamatkan umat dari bencana akhirat. Karena semua masalah akan teratasi dengan kepemimpinan Islam. Wallahua’lam boshowaf




Share this article via

119 Shares

0 Comment