| 21 Views
Angka Perceraian di Tasikmalaya Tinggi, Masyarakat Butuh Solusi

Oleh : Aydina Sadidah
Santri Ponpes Khoiru Ummah Al-Hufadz
Kehidupan rumah tangga Memang tak selamanya berjaln mulus. Terkadang ada saat dimana perselisihan tercipta, entah karena emosi sesaat, perbedaan pendapat, alasan ekonomi, perselingkuhan, dsb. Sebenarnya untuk permasalahan dalam rumah tangga merupakan hal yang wajar, namun sayangnya tak semua orang dapat menyikapinya dengan kepala dingin dan rasionalitas yang cukup, sehingga tak jarang perselisihan ini menimbulkan perpecahan yang berujung kepada perceraian.
Di Indonesia sendiri, Jawa Barat menjadi wilayah dengan kasus perceraian tertinggi Di negaranya. Berdasarkan data yang dilansir dari Badan Pusat Statistik (BPS), Jawa Barat memiliki 88.842 kasus perceraian ditahun 2024 lalu, dengan Kabupaten Indramayu di posisi tertinggi. (GoodStats.Data, 11/05/2025) Disusul oleh Kabupaten Bandung dan Bogor diposisi ke dua dan tiga. Adapun untuk Kabupaten Tasikmalaya sendiri menempati posisi ke tujuh dengan tingkat perceraian 4.565 orang atau setara dengan 2000 kasus lebih. (Ayobandung.com, 28/12/2024)
Endang Rosmaladewi S.Ag, selaku Ketua pengadilan Agama di Kota Tasikmalaya mengungkapkan kekhawatirannya akan tingginya angka perceraian di kotanya. Pasalnya kasus perceraian di Tasik stagnan diangka 2000 tiap tahunnya. Sebenarnya berbagai upaya telah diusahakan, seperti penyuluhan dan pelatihan untuk para calon pengantin serta mediasi yang memuat 11 langkah. Namun ternyata semua usaha itu tak kunjung memberikan hasil yang diinginkan.
Apabila kita teliti kembali permasalahan ini, maka akan kita dapati beberapa faktor yang mendorong tingginya angka perceraian, diantaranya, faktor ekonomi, KDRT, kasus judol dan pinjol, ketidakharmonisan, kelabilan emosi, dan lain sebagainya. Sejatinya semua faktor ini merupakan masalah cabang saja, bukan penyebab utama. Akarnya tentu berasal dari sistem yang mengatur kehidupan manusia saat ini, yakni sistem Kapitalisme.
Sistem Kapitalisme ini menurunkan paham Liberalisme dan Sekulerisme yang secara tak langsung merusak tatanan masyarakat saat ini. Liberalisme membuat masyarakat bebas berbuat apapun tanpa terikat apapun. Adapun fungsi negara hanyalah sebatas menjaga kebebasan tiap individunya, hal ini tercermin dari aturan-aturan yang lahir dari sistem kapitalis ini. Sedangkan sekulerisme membuat masyarakat memisahkan agama dari kehidupannya, alhasil moral tak lagi dikenal di masyarakat. Sebab bagi para penganut kapitalis —termasuk sekuler ini, agama yang penuh dengan ajaran moral dan akhlak tak lagi dianggap dalam kehidupan sehari-hari.
Jelas hal ini berbeda jauh dengan ajaran Islam. Islam jelas melarang paham Liberalisme dan Sekulerisme ini, sebab Islam merupakan agama yang mengatur tiap jengkal kehidupan umatnya. Jadi tak ada yang namanya kebebasan sebebas-bebasnya, tiap manusia terikat oleh aturan Sang Pencipta. Kebebasan ada dengan batasannya sendiri, manusia harus memahami ini agar tidak merasa bahwa hidupnya terkekang oleh aturan Pencipta. Adapun dalam Islam, agama tak akan pernah dapat dilepaskan dari kehidupan, sebab sejatinya Islam mengatur segala hal. Mulai dari manusia bangun hingga tidur kembali. Mengatur segala aspek, baik itu ekonomi, politik, hubungan luar negeri dan yang terpenting aspek sosial.
Dalam Islam, keluarga berfungsi sebagai 'benteng umat'. Keluarga harus siap melahirkan para generasi terbaik dan individu penuh takwa dengan visi jelas, sehingga ketika dilepas di dunia nanti tak hilang arah. Islam pula menetapkan bahwa pergaulan antar suami Istri adalah persahabatan. Antara satu dengan yang lainnya berhak mendapatkan ketentraman. Kewajiban pemberian nafkah berada ditangan suami dan periayahan keluarga ada ditangan seorang istri. Inilah rahasia keluarga sakinah mawadah warahmah versi Islam.
Negara juga wajib memastikan tiap anggota keluarga mampu menjalankan peran dan fungsinya dengan baik. Dengan pengontrolan penuh dari negara dan pelaksanaan Islam secara keseluruhan alias Kaffah dalam tiap inci kehidupan masyarakat, mampu mendatangkan ketentraman dan kesejahteraan bagi kehidupan. Maka dengan ini kasus perceraian tadi akan selesai. Maka solusi mudah dan satu-satunya bagi masalah ini hanyalah diterapkannya hukum Islam dalam seluruh lingkup kehidupan, termasuk kehidupan bernegaranya.