| 181 Views
Warisan Utang Melonjak Rakyat Terbebani

Oleh:Ummu balqis
Aktivis muslimah ngaji
Kementerian Keuangan Sri Mulyani mencatat utang pemerintah Indonesia per-31 Mei 2024 naik menjadi Rp. 8.353.02 triliun. Kenaikan utang sebanyak Rp 14,59 triliun, dibandingkan bulan sebelumnya. Kenaikan utang tersebut, membuat rasio utang pemerintah naik menjadi 38,71% terhadap produk domestik bruto (PDB), dikutip detikfinance, Selasa (02/07/2024).
Lembaga Kajian Ekonomi dan Keuangan INDEF mengingatkan bahwa pemerintahan baru nanti memiliki beban utang cukup tinggi. Utang pemerintah hingga Mei 2024 mencapai Rp8.300 triliun dan jumlah jatuh tempo tahun 2025-2029 sekitar Rp3.749 triliun.
“Sedangkan untuk tahun 2025 utang yang jatuh tempo sekitar 800 triliun. Kalau tidak diimbangi dengan penerimaan negara yang meningkat, apakah negara ini akan mengalami stroke yang ketiga? Semoga tidak,” kata Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekonomi dan Keuangan INDEF Esther Sri Astuti dalam diskusi publik ‘Beban Utang Pemerintahan Mendatang’ di Jakarta, Kamis (4/7/2024).
Pemerintah Prabowo-Gibran, sambung Esther, harus memilik alternatif sumber pembiayaan. Selain untuk membayar utang jatuh tempo, ini juga untuk membiayai berbagai program ‘mercusuar’ nya.
“Saya sebut program yang fantastis, misalnya program makan siang gratis yang anggarannya mencapai 466 triliun rupiah. Jumlahnya sama dengan anggaran untuk pembangunan IKN,” ucapnya.
Untuk tahun 2025, pemerintah baru menganggarkan sebesar Rp71 triliun untuk program makanan gratis. Sedangkan tahun-tahun selanjutnya, masih belum jelas anggarannya berapa dan darimana.
Di sisi lain, pemerintahan baru nanti juga punya beban melanjutkan pembangunan Ibukota Nusantara (IKN). Karena, sampai saat ini, belum ada perkembangan signifikan dari investor yang mau berinvestasi di IKN.
Esther menyarankan pemerintahan Prabowo-Gibran lebih mendahulukan program prioritas yang memiliki efek multiplier luas. Program tersebut terutama berefek ke pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
“Misalnya program peningkatan kualitas sumber daya manusia, peningkatan modal, dan transfer teknologi. Ketiga program ini, sekaligus akan menjadi modal bagi Indonesia untuk menjadi negara maju,” kata Esther menutup keterangannya.
Sementara beberapa bulan ke depan akan terjadi pergeseran kepemimpinan tertinggi yang akan mengatur negeri ini. Notabene beban utang pokok dan bunganya semakin melonjak, dan jauh dari kata lunas. Tak ayal generasi penerus kepemimpinan akan mendapatkan warisan utang.
Debt Trap (Jebakan)
Melonjaknya utang seiring dengan anjloknya mata uang rupiah terhadap dolar AS. Nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar AS semakin melemah, turun 0,46% menjadi Rp. 16.396 per dolar AS. Busuknya, acuan standar mata uang dunia saat ini menggunakan dolar Amerika Serikat. Melemahnya rupiah sudah dipastikan menyebabkan beban pembayaran utang dalam bentuk dolar akan melonjak.
Utang ini seperti debt trap (jebakan), karena acuan utang menggunakan mata uang dolar, otomatis nilai utang pokok maupun ribanya semakin besar. Debt Trap (jebakan) utang, berpotensi bagi negara penghutang untuk melakukan intervensi, dominasi dan penjajahan keuangan negara.
Saat APBN tidak cukup untuk membayar warisan utang yang semakin melonjak, negara akan membayar dengan berbagai aset yang dimiliki. Bahkan tanah, perusahaan, aset transportasi, aset kesehatan, aset teknologi, aset barang tambang dan lain sebagainya akan diserahkan negara untuk melunasi utangnya.
Beban Rakyat
Pengelolaan APBN negara pengemban demokrasi kapitalisme hanya bertumpu dari pajak, ketika pendapatan pajak tidak mencukupi, solusinya dengan utang. Mirisnya, utang tidak hanya berisiko, tetapi juga menimbulkan konsekuensi hilangnya kemandirian dan kedaulatan negara.
Warisan utang yang melonjak, menjadi beban rakyat, karena pembayaran utang tersebut akan dibebankan pada masyarakat melalui mekanisme pajak. Negara akan meningkatkan penarikan pajak pada semua aktivitas transaksi masyarakat. Harga kebutuhan pokok semakin mahal, sementara penerimaan pendapatan masyarakat relatif menurun, ditambah pemangkasan berbagai iuran gotong royong BPJS, Tapera, Tunjangan Hari Tua, Pajak Penghasilan dan lain sebagainya
Belum lagi pemerintah pasti akan banyak memangkas anggaran belanja negara disektor pelayanan dasar seperti, anggaran pendidikan, kesehatan, transportasi, BBM, Bansos dan lain sebagainya untuk menutupi utang negara. Ngenas, beban kehidupan rakyat akan semakin memprihatinkan dan jauh dari sejahtera, akibat warisan utang yang terus melonjak.
Solusi Islam
Ekonomi Islam tidak akan menggunakan uang kertas, apalagi dolar sebagai alat transaksi. Islam akan menggunakan mata uang emas dan perak (dinar-dirham) sebagai acuan nilai tukar terhadap barang. Emas dan perak dipastikan bebas inflasi maupun krisis moneter.
APBN sistem Islam bukan bertumpu pada pajak dan utang. Islam mempunyai sumber pemasukan yang sangat besar yaitu dari kepemilikan umum (tambang, hutan dan laut). Dimana kepemilikan umum ini akan dikelola negara dan dikembalikan untuk kebutuhan dan kesejahteraan seluruh rakyatnya. Selain itu pemasukan juga berasal dari pengelolaan zakat mal dan kharaj (pungutan pajak tanah yang dibebankan atas tanah non-Muslim).
Jika semua yang disediakan Allah Swt. ini dikelola oleh negara dan melarang swasta serta asing untuk memilikinya, maka dapat dipastikan hasilnya lebih dari cukup untuk membiayai kebutuhan negara. Bukan mengandalkan pajak, untuk pemasukan negara yang akhirnya defisit sehingga terjerat utang. Saat manusia tunduk dan patuh sama penciptanya dengan melaksanakan syariat Allah, maka generasi ini akan terbebas dari beban utang ribawi.
Dalam Islam pemimpin adalah raa’in atau pelayan seluruh kebutuhan dasar rakyatnya, bukanlah membebani warisan utang yang menumpuk. Pemimpin akan menjadi junnah atau pelindung. mengupayakan semua kebutuhan dasar bagi seluruh individu rakyatnya secara mandiri. Dan semua itu hanya dapat terwujud, jika negara mengemban ideologi Islam kaffah, sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah dan bulan ke depan akan terjadi pergeseran kepemimpinan tertinggi yang akan mengatur negeri ini. Notabene beban utang pokok dan bunganya semakin melonjak, dan jauh dari kata lunas. Tak ayal generasi penerus kepemimpinan akan mendapatkan warisan utang.
Debt Trap (Jebakan)
Melonjaknya utang seiring dengan anjloknya mata uang rupiah terhadap dolar AS. Nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar AS semakin melemah, turun 0,46% menjadi Rp. 16.396 per dolar AS. Busuknya, acuan standar mata uang dunia saat ini menggunakan dolar Amerika Serikat. Melemahnya rupiah sudah dipastikan menyebabkan beban pembayaran utang dalam bentuk dolar akan melonjak.
Utang ini seperti debt trap (jebakan), karena acuan utang menggunakan mata uang dolar, otomatis nilai utang pokok maupun ribanya semakin besar. Debt Trap (jebakan) utang, berpotensi bagi negara penghutang untuk melakukan intervensi, dominasi dan penjajahan keuangan negara.
Saat APBN tidak cukup untuk membayar warisan utang yang semakin melonjak, negara akan membayar dengan berbagai aset yang dimiliki. Bahkan tanah, perusahaan, aset transportasi, aset kesehatan, aset teknologi, aset barang tambang dan lain sebagainya akan diserahkan negara untuk melunasi utangnya.
Beban Rakyat
Pengelolaan APBN negara pengemban demokrasi kapitalisme hanya bertumpu dari pajak, ketika pendapatan pajak tidak mencukupi, solusinya dengan utang. Mirisnya, utang tidak hanya berisiko, tetapi juga menimbulkan konsekuensi hilangnya kemandirian dan kedaulatan negara.
Warisan utang yang melonjak, menjadi beban rakyat, karena pembayaran utang tersebut akan dibebankan pada masyarakat melalui mekanisme pajak. Negara akan meningkatkan penarikan pajak pada semua aktivitas transaksi masyarakat. Harga kebutuhan pokok semakin mahal, sementara penerimaan pendapatan masyarakat relatif menurun, ditambah pemangkasan berbagai iuran gotong royong BPJS, Tapera, Tunjangan Hari Tua, Pajak Penghasilan dan lain sebagainya
Belum lagi pemerintah pasti akan banyak memangkas anggaran belanja negara disektor pelayanan dasar seperti, anggaran pendidikan, kesehatan, transportasi, BBM, Bansos dan lain sebagainya untuk menutupi utang negara. Ngenas, beban kehidupan rakyat akan semakin memprihatinkan dan jauh dari sejahtera, akibat warisan utang yang terus melonjak.
Solusi Islam
Ekonomi Islam tidak akan menggunakan uang kertas, apalagi dolar sebagai alat transaksi. Islam akan menggunakan mata uang emas dan perak (dinar-dirham) sebagai acuan nilai tukar terhadap barang. Emas dan perak dipastikan bebas inflasi maupun krisis moneter.
APBN sistem Islam bukan bertumpu pada pajak dan utang. Islam mempunyai sumber pemasukan yang sangat besar yaitu dari kepemilikan umum (tambang, hutan dan laut). Dimana kepemilikan umum ini akan dikelola negara dan dikembalikan untuk kebutuhan dan kesejahteraan seluruh rakyatnya. Selain itu pemasukan juga berasal dari pengelolaan zakat mal dan kharaj (pungutan pajak tanah yang dibebankan atas tanah non-Muslim).
Jika semua yang disediakan Allah Swt. ini dikelola oleh negara dan melarang swasta serta asing untuk memilikinya, maka dapat dipastikan hasilnya lebih dari cukup untuk membiayai kebutuhan negara. Bukan mengandalkan pajak, untuk pemasukan negara yang akhirnya defisit sehingga terjerat utang. Saat manusia tunduk dan patuh sama penciptanya dengan melaksanakan syariat Allah, maka generasi ini akan terbebas dari beban utang ribawi.
Dalam Islam pemimpin adalah raa’in atau pelayan seluruh kebutuhan dasar rakyatnya, bukanlah membebani warisan utang yang menumpuk. Pemimpin akan menjadi junnah atau pelindung. mengupayakan semua kebutuhan dasar bagi seluruh individu rakyatnya secara mandiri. Dan semua itu hanya dapat terwujud, jika negara mengemban ideologi Islam kaffah, sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah dan semua khalifah penerusnya.
Walahu a'lam bishawab