| 57 Views
Wakil Rakyat Gadaikan SK Jabatan, Potret Bobrok nya Demokrasi!

Oleh: Najma Alhumaira
Aktivis Muslimah
Masih hangat diperbincangkan dijaga sosial media, sejumlah Anggota DPRD di Jawa Timur ramai-ramai 'gadaikan' Surat Keputusan (SK) pengangkatan ke bank. Fenomena gadai SK massal usai pelantikan Anggota DPRD ini menunjukkan betapa mahalnya biaya politik di Indonesia. Pengamat politik Universitas Brawijaya (UB) Prof Anang Sujoko menilai langkah anggota legislatif menggadaikan SK adalah fenomena yang cukup memprihatinkan.
Seperti inilah wajah wakil rakyat dalam sistem demokrasi. Wakil rakyat yang katanya dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, nyata nya sama sekali tidak memikirkan nasib dan permasalahan masyarakat. Mereka duduk di kursi DPR hanya untuk mendapatkan kekuasaan. Untuk bisa maju ke dalam kontestasi politik hari ini, para penguasa yang terpilih bukan lagi dilihat dari kompetensinya dalam memecahkan problem umat, melainkan siapa yang paling besar modal kampanye nya dan juga paling sesuai dengan kriteria para investor oligarki di balik penguasa.
Maka tidak mengherankan jika banyak wakil rakyat berbondong-bondong menggadaikan SK nya untuk bisa mengembalikan dana kampanye sebelum terpilih dan dilantik. SK yang seharusnya menjadi bukti bahwa ada tanggung jawab yang harus mereka pikul sebagai wakil rakyat dengan mudah nya dan tidak ada harga nya digadaikan demi uang. Semakin menguatkan bahwa rakyat bukanlah prioritas di mata para “wakil” Rakyat. Hal ini merupakan wajah dari penerapan sistem Kapitalis di Indonesia.
Kebiasaan wakil rakyat gadai SK pasca dilantik merupakan salah satu potret buruk politik demokrasi. Disinyalir "tradisi" ini terkait mahalnya ongkos politik untuk meraih kursi kekuasaan dan maraknya gaya hidup hedon wakil rakyat dalam sistem sekuler demokrasi. Sehingga alih-alih bekerja demi kepentingan rakyat, yang ada adalah maraknya budaya korupsi dan penyalahgunaan jabatan di kalangan pejabat publik termasuk wakil rakyat.
Maka sudah seharusnya rakyat tidak lagi berharap pada bobrok nya sistem demokrasi. Karena sejatinya demokrasi melegalkan penguasa untuk bertingkah mengikuti hawa nafsu dan juga menjadikan penguasa sebagai boneka oligarki yang harus mengembalikan modal yang diberikan investor melalui setiap kebijakan dan tingkah laku penguasa.
Fenomena hari ini tidak akan pernah terjadi dalam sistem Islam. Islam menetapkan bahwa jabatan dan kekuasaan adalah amanah. Dengan landasan sistem nya adalah aqidah Islam, serta standar penerapan hukum adalah hukum syara'. Maka tidak akan ada pejabat yang berani menggadaikan SK jabatan nya dibandingkan untuk memikirkan dan mengurusi urusan umat. Karena dalam Islam Pemimpin adalah ra'in (pengurus) yang mengurusi urusan rakyatnya. Dan akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya.
Di dalam sistem Islam terdapat Majelis Umat yang memiliki tugas pokok yang jelas berbeda dengan wakil rakyat dalam demokrasi. Fungsi Majelis Umat dalam Islam yaitu sebagai perpanjangan aspirasi umat yang dipilih karena kepercayaan, bukan iklan/pencitraan yang berbiaya mahal. Orang-orang yang menjadi anggota Majelis Umat jelas siap mengemban amanah untuk menyampaikan keluh kesah dan aspirasi umat kepada khalifah. Orang-orang terpilih yang menjalankan tugas nya atas dasar ketakwaan dan kemunduran kepada syariat Islam sebagai kedaulatan tertinggi dalam Daulah Islam. Bukan orang munafik ataupun para penjilat penguasa yang menggadaikan amanah nya demi hawa nafsu semata.
Regulasi ini tentunya sudah pernah diterapkan dan terbukti dalam catatan sejarah kegemilangan Islam dengan adanya kesejahteraan umat yang berlangsung selama 13 abad dalam naungan negara Khilafah Islamiyyah yang menerapkan sistem Islam sebagai pondasi dan dasar penerapan aturan di dalam negara. Sudah saat nya umat sadar dan kembali menginginkan untuk diterapkan nya kembali syariat islam dalam naungan Khilafah Islamiyyah.
Wallahu a'lam