| 225 Views
Tanpa Kuasa Umat Islam Binasa

Oleh : Ronita, S. Pd
Pegiat Literasi
Masalah Palestina dan muslim Rohingya seakan tak ada ujungnya. Sampai saat ini kedua entitas tersebut masih dalam suasana mencekam karena mereka menjadi sasaran para penguasa dzolim.
Dilansir dari VOA, (10/8/2024), terjadi serangan pesawat nirawak atau drone terhadap warga Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar. Kejadian tersebut mengakibatkan tewasnya puluhan orang, termasuk anak-anak. Beberapa saksi mata mengatakan para korban yang selamat harus mencari diantara tumpukan mayat untuk menemukan dan mengenali kerabat mereka yang tewas atau terluka.
Rakyat Palestina pun demikian. Mereka tak ubahnya bagai hewan buruan yang siap ditembaki kapan saja, sungguh menyedihkan. Kondisi ini terjadi di hadapan masyarakat dunia yang melihat jelas lewat media sosial dan elektronik. Kita pun menyaksikan intimidasi dan penyiksaan yang dilakukan di beberapa negara yang didalamnya umat Islam adalah penduduk minoritas. Perlakuan tidak adil pemerintahan India kepada penduduknya yang muslim, pemerintah Cina yang bertindak kejam kepada kaum muslimin Xinjiang dan kondisi kaum muslimin hari ini yang meskipun tinggal di negeri yang kaya tapi kekayaan hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang saja. Kemana para penguasa muslim? Apakah mereka kehilangan kuasa sehingga umat dibiarkan binasa?
Di sisi lain kita menyaksikan setiap tahunnya pada bulan Dzulhijjah kaum muslimin berbondong-bondong ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Mereka berkumpul disana dari berbagai negeri. Tak ada sekat sama sekali. Mereka berkumpul dan beribadah dengan satu ikatan yang mengikat mereka yaitu aqidah. Meskipun demikian, ketika mereka kembali ke negerinya masing-masing, ikatan itu pun hilang. Mereka ketika mendengar saudara muslim mereka didzolimi oleh penguasa penjajah, sebagian mereka diam, sebagian lagi peduli tapi tak bisa berbuat apa-apa, sebagian yang lain bahkan mengatakan itu urusan negerinya, yang penting kita aman di negeri kita. Betapa ironis, bersatunya kaum muslimin saat ibadah haji terkoyak ketika mereka telah kembali ke negerinya masing-masing.
Apa yang terjadi di berbagai negeri dimana umat Islam ditindas, didzolimi sungguh merupakan tindakan yang melukai rasa kemanusiaan. Bahkan seorang non muslim pun tidak bisa menahan rasa sedih dan marah yang mendalam atas kejadian yang menimpa umat Islam di Palestina yang sudah sangat keterlaluan. Aksi solidaritas pun digelar di negeri-negeri mereka, diantaranya di London, Spanyol, Berlin, Paris, Roma, Washington, dan yang lainnya.
Bagaimana dengan kaum muslimin? Apakah para penguasa kaum muslimin tak menyadari bahwa umat ini adalah umat yang satu, sehingga jika ada bagian umat yang terdzolimi maka yang lain pun harusnya merasakan kesedihan. Harusnya tak cukup hanya simpati dan empati yang diberikan. Karena masalah mereka tidak selesai hanya dengan dukungan dan bantuan. Mereka butuh perlindungan. Saat ini tak ada yang bisa menghentikan kebrutalan kaum kafir penjajah atas mereka, bahkan para pemimpin negeri-negeri kaum muslimin hanya mengecam tanpa bisa berbuat apa-apa.
Jika seluruh umat Islam bersatu sebagaimana pada saat mereka beribadah haji di Mekkah, karena ikatan aqidah. Tak ada sekat negara/nasionalisme. Pasti akan menjadi kekuatan yang besar. Tak seperti hari ini, umat disibukkan dengan urusan negerinya masing-masing dengan membanggakan benderanya masing-masing. Hal tersebut nampak saat terjadi saling klaim budaya antara negara hanya karena lagu daerah dan pakaian batik. Atau ketika ajang olahraga antara negara, para suporter dari negara yang satu bisa bertengkar hanya gara-gara tak terima negaranya kalah.
Kondisi ini tentu tak lepas dari sistem yang berlaku hari ini. Sistem sekularisme yang mengakar yang melahirkan sikap nasionalisme yang membuat seseorang hanya mencintai dan bangga pada negerinya sendiri. Sebenarnya sikap mencintai negeri tempat kelahiran adalah fitrah bagi manusia. Hanya saja sikap yang hanya mementingkan atau membanggakan negeri itulah yang kemudian membenamkan rasa simpati dan empati pada negeri yang lain.
Dalam Islam digambarkan bagaimana Rasulullah sangat mencintai negeri tanah kelahirannya yaitu Mekkah. Sehingga beliau selalu mengharapkan kebaikan dari negeri tersebut. Beda dengan cinta tanah air yang dijalankan Abu Jahal. Abu Jahal cinta tanah air yang didorong karena keinginannya untuk berkuasa dan tetap membiarkan negerinya dalam keadaan jahiliyah. Terbayang jika Islam tak ada di sana. Mekkah pada saat itu menjadi tempat yang penuh kebobrokan. Budaya yang bodoh dan tak masuk akal dilakukan di Mekkah saat itu. Maka Allah menurunkan Al Qur'an melalui RasulNya untuk memperbaiki kehidupan jahiliyah/kebodohan yang ada di Mekkah saat itu.
Nampak hari ini ketika sekat nasionalisme ala Abu Jahal yang ditunjukkan oleh para penguasa, bagaimana nasib kaum muslimin yang mengalami keterpurukan, kemiskinan bahkan kebinasaan?
Rasulullah SAW bersabda:
"Setelah aku wafat, setelah lama aku tinggalkan, umat Islam akan lemah. Di atas kelemahan itu, orang kafir akan menindas mereka bagai bagai orang yang menghadapi piring dan mengajak orang lain makan bersama. Maka para sahabat pun bertanya, " Apakah ketika itu umat Islam telah lemah dan musuh sangat kuat? " Sabda Rasulullah, "Bahkan masa itu mereka lebih banyak tetapi tidak berguna, tidak berarti dan tidak menakutkan musuh. Mereka adalah ibarat buih di laut". Sahabat bertanya lagi, " Mengapa mereka banyak tetapi seperti buih di lautan? " Jawab Rasulullah, "Karena ada penyakit al-wahn menimpa mereka". Sahabat bertanya lagi, "Apakah al-wahn itu? " Rasulullah bersabda, "Cinta dunia dan takut akan kematian".
Saat ini umat Islam tersekat dengan ikatan nasionalisme yang memecah belah mereka dalam banyak negara. Keadaan ini sangat memudahkan bagi musuh menjajah mereka dengan menuduh mereka teroris, mengusir mereka, menguasai tanah dan sumber daya alam (SDA) mereka bahkan merenggut nyawa mereka. Seharusnya umat Islam memiliki satu kepemimpinan agar menjadi kekuatan adidaya. Rasulullah sebagai suri tauladan kita telah mencontohkannya dengan menyatukan seluruh jazirah Arab. Dan diikuti oleh pemimpin kaum muslimin setelah beliau yaitu para khalifah/imamah/sultan yang kemudian menyatukan 2/3 dari dunia. Maka saat itu umat Islam punya kuasa yang membuat umat sejahtera. Saat itu Islam menjadi rahmat bagi seluruh alam karena yang merasakan kesejahteraan tersebut bukan hanya kaum muslimin tapi juga non muslim.