| 128 Views
Sengketa Tanah dan Regulasi yang Amburadul

Oleh : Lusi Finahari
Aktivis Dakwah
Banyaknya konflik lahan yang heboh di awal tahun 2025, mulai dari pagar laut yang terjadi di berbagai daerah, sengketa lahan milik masyarakat adat yang disabotase oleh perusahaan yang mengatasnamakan Keuskupan di Maumere, dan sengketa lahan perumahan Cluster Setia Mekar Residance 2 di Bekasi.
Pengadilan Negeri Cikarang telah mengeksekusi lokasi hunian warga Cluter Setia Mekar Residance 2 di Bekasi, yang telah ditempatinya selama puluhan tahun. Keputusan eksekusi itu meninggalkan trauma yang mendalam bagi warga Cluster tersebut karena harus menghadapi aparat keamanan, alat-alat berat dan komentar-komentar di media sosial yang bisa memperburuk situasi. Meskipun warga sudah tinggal di Cluster tersebut namun warga masih terikat dengan klaim kepemilikan tanah yang sudah sah berdasarkan Setifikat Hak Milik (SHM) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang belum dibatalkan oleh BPN atas kepemilikan sertifikat untuk 27 bidang tanah warga Cluster.
Permasalahan yang kompleks pada kasus sengketa lahan di Cluster ini menandakan bahwa hukum dan regulasi kepemilikan tanah di negara ini tidak tegas dan mengarah kepada kemungkinan oknum-oknum mafia tanah yang merajalela, bahkan melibatkan juga instansi pemerintah yang memiliki otoritas di dalam ranah ini. Permasalahan lahan menunjukkan bahwa rezim dalam sistem kapitalisme adalah pelayan pemilik modal. Mereka tak segan mengorbankan rakyat dengan alat kekuasaan negara.
Berbeda sekali dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam semua aturan kehidupan termasuk aturan pertanahan, aturannya datangnya dari Allah SWT sebagai pemilik bumi.
Firman Allah SWT :
وَلِلَّهِ مُلْكُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۖ وَإِلَى ٱللَّهِ ٱلْمَصِيرُ
Artinya: “Dan kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan kepada Allah-lah kembali (semua makhluk).” (QS. An-Nur : 42).
Kemudian Firman Allah SWT dalam ayat yang lain :
ءَامِنُوا۟ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَأَنفِقُوا۟ مِمَّا جَعَلَكُم مُّسْتَخْلَفِينَ فِيهِ ۖ فَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَأَنفَقُوا۟ لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ
Artinya: “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.” (QS. Al-Hadid : 7).
Dengan demikian, Islam sudah menjelaskan dengan gamblang tentang kepemilikan tanah yakni, pemilik hakiki dari tanah adalah Allah SWT. Dan Allah SWT sebagai pemilik hakiki telah memberikan kuasa (istikhlaf) kepada manusia untuk mengelola tanah menurut hukum-hukum Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda :
“Barangsiapa mengambil sejengkal tanah bumi yang bukan haknya, niscaya ditenggelamkan ia pada hari kiamat sampai ke dalam tujuh lapis bumi.”
Wallahu A'lam Bisshawwab