| 260 Views

Semakin Maraknya Kasus Bundir, Dimanakah Peran Negara ?

Oleh : Zulfita

Seorang siswi SMP yang nekat mengakhiri hidup dengan menabrakkan diri ke kereta api di Cikarang Utara, menggegerkan publik. Entah masalah apa yang sedang dia hadapi, sampai-sampai memilih bunuh diri dengan cara tragis. Diketahui siswi SMP itu tewas setelah nekat menabrakkan diri ke kereta api yang melintas di Stasiun Lemahabang, Desa Simpangan, Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, selasa (27/8/2024) sekitar pukul 16.00 WIB. Kejadian tersebut adalah salah satu kasus dari sekian banyaknya kasus Bunuh diri di kalangan Pelajar atau usia muda. Menurut data WHO pelaku bunuh diri kebanyakan usia muda antara 15-24 tahun. Komnas perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga mencatat Indonesia sudah masuk darurat bunuh diri anak. Sungguh miris, belakangan kita sering dengar kasus bunuh diri marak dikalangan pelajar, bahkan usia remaja.

Kasus-kasus bunuh diri ini dapat terjadi karena banyaknya faktor yang memicunya di antaranya karena masalah kesehatan mental, yakni adanya pembullyan yang sering kerap terjadi antar pelajar dan mahasiswa. Kemudian himpitan ekonomi, hingga terjerat pinjol juga kerap terjadi mulai dari kalangan orang dewasa hingga pelajar. Sulitnya mencari pekerjaan serta susahnya memenuhi kebutuhan pokok akibat kebijakan negara yang syarat dengan liberalisasi ekonomi. Dan Kondisi ini juga turut melahirkan kesenjangan sosial yang makin lebar di antara si kaya dan si miskin.

Berdasarkan data Center for Financial and Digital Literacy (CFDL), tercatat 51 orang melakukan bunuh diri karena terjerat pinjol sejak 2019 hingga Desember 2023. Sepanjang 2023 hingga April 2024, sudah ada 14 kasus bunuh diri dan percobaan bunuh diri yang dipicu oleh Judol. Kasus terbaru, seorang pria di Ciputat, Tangerang Selatan (7-7-2024) ditemukan tewas gantung diri karena terjerat utang pinjol puluhan juta dan kalah main judol. Di sini menunjukkan bahwa pinjol dan judol juga memiliki andil atas maraknya kasus bunuh diri. Lalu Mengapa bunuh diri dijadikan solusi terakhir oleh mereka ?

Tak lain adalah karena mereka memiliki mental yang lemah sehingga tidak cukup kuat dalam menghadapi tantangan dan ujian hidup. Dan ketika sudah terkena gangguan mental ini, maka seseorang bisa melakukan hal-hal diluar kendalinya.
Munculnya masalah kesehatan mental merupakan faktor internal yang dipengaruhi cara pandang tertentu. Pandangan hidup sekuler saat ini telah menyelimuti masyarakat, yang mana menjauhkan agama dari kehidupan. Imbasnya seseorang akan mengalami krisis identitas nya sebagai seorang hamba, serta krisis keimanan yang membuat mudah goyah, gampang tersulut emosi, nafsu sesaat, hingga pikiran yang kalut.

Di sisi lain, sistem pendidikan sekuler gagal membentuk karakter dan kepribadian yang kuat. Akibatnya, sistem pendidikan yang diharapkan dapat menciptakan generasi bermental baja, berkarakter mulia, dan memiliki pemikiran jernih, tidak berbeda jauh seperti di kayu yang di panggang oleh api.  Puluhan tahun pendidikan kita bergelut dengan sekularisme ternyata menghasilkan individu sekuler, materialistis, hedonis, jauh dari visi mulia, bahkan lemah secara psikis. Pada akhirnya, kesehatan mental mudah terganggu oleh masalah hidup, baik yang terkategori ringan, sedang hingga berat. Ini semua tentu bukan masalah individual semata, melainkan masalah sistemis.

Untuk itu, solusi yang layak untuk menghilangkan maraknya bunuh diri juga harus dengan solusi yang menyeluruh, sistemis, serta fundamental, yaitu dengan menghadirkan peran negara yang di dalamnya.
Dalam slam, fungsi negara adalah melayani dan mengurusi kepentingan dan kemaslahatan rakyat. Salah satunya ialah menyelenggarakan pendidikan berbasis akidah Islam. Dengan begitu, pendidikan diselenggarakan dengan tujuan membentuk kepribadian Islam pada diri peserta didik.

Sistem pendidikan Islam akan mewujudkan generasi yang memiliki pola pikir dan pola sikap yang sesuai tuntunan Islam. Dengan pola ini, generasi akan terdorong menjadi problem solver dalam menyelesaikan permasalahan kehidupan, baik itu pada level individu maupun masyarakat. Bukan sebaliknya, yakni trouble maker sebagaimana sistem pendidikan sekuler hari ini.

Allah berfirman dalam QS.An-Nisa ayat 29
ۚ
وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

Artinya:  Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

Bunuh diri merupakan dosa besar, walaupun islam sebagai agama yang mayoritas di negeri ini, namun tidak semua orang mempunya mindset yang benar terkait bunuh diri. Akhirnya generasi sekarang mempunyai mental yang rapuh sehingga meningkatnya penyakit mental seperti stress, depresi, anxiety, moody dan juga berpengaruh nya dari lingkungan sekitar yang membuat keadaan semakin memanas karena menjadi omongan ketika tidak bisa menjadikannya sesuai dengan standar kekayaan pada umumnya dan menjadi pressure bagi dirinya sehingga merasa rendah terhadap dirinya sendiri jika tidak sukses secara materi, karena masyarakat sekuler  menilai standar kebahagiannya adalah materi. Bayangkan saja ketika masyarakat saling peduli dan tidak mudah membandingkan satu sama lain dari standar materi, tentunya tidak akan muncul manusia-manusia yang merasa tertekan dan sampai ingin bunuh diri. Dan ini semua hanya bisa terjadi jika masyarakatnya berkepribadian dan berpandangan Islam. Karena dalam islam pencapaian kebahagiaan itu tidak diukur dari segi materi tetapi berdasarkan ketakwaannya. Dan kebahagiaan hakiki dalam islam yaitu ketika kita bisa meraih Surga-Nya kelak. Allah berfirman dalam QS. Al-Hujurat ayat 13 :

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

"Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal"

Dengan pandangan atau tolak ukur Islam, masyarakat akan selalu peduli ketika ada yang sedih dan murung akan dihibur dan dinasehati bahkan media juga akan menyajikan suasana ketakwaan dan dakwah di dalamnya. Tetapi itu semua tidak dapat terjadi di dalam negara yang masih menganut sistem Kapitalisme yang standarnya dari materi semata. Berbeda ketika dengan negara yang menganut sistem islam yaitu Daulah Khilafah, dimana negara akan serius dalam hal mendidik generasi masyarakat yang tangguh  dan berkepribadian islam dengan tujuan membentuk generasi yang menguasai tsaqofah dan IPTEK yang sudah memahami konsep aqidah yaitu manusia sebagai hamba allah yang serba lemah dan kekurangan. Manusia butuh dengan aturan allah sehingga selalu tergerak untuk taat. Ketika ujian datang mereka mampu menyikapinya dengan benar yaitu dengan sabar, ikhtiyar, tidak menyalahkan qadha allah atas dirinya, namun sebaliknya mereka justru akan sibuk dalam berkontribusi untuk islam, masyarakat dan negara. Tidak ada lagi kemiskinan jati diri di kalangan generasi dan tekanan kebutuhan hidup dari segi ekonomi karena negara juga nantinya yang akan menjaminnya.  Sehingga sebuah keniscayaan akan terciptanya kesejahteraan di tengah-tengah masyarakat.

Wallahu'alam Bishshawab


Share this article via

82 Shares

0 Comment