| 8 Views
RUU TNI Disahkan, Rakyat Dikorbankan

Oleh: Lathifah Tri Wulandari
Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok
Kenapa kita perlu menolak revisi UU TNI? Kalau kalian kenal sejarah Reformasi 98, salah satu amanatnya yakni memisahkan ruang lingkup militer dengan sipil. Antara tentara dengan rakyat. Kenapa harus dipisah? Karena dominasi militer dalam ruang lingkup sipil ikut campur dalam ranah politik, sosial dan ekonomi. Maka akan sangat memungkinkan kepentingan negara beralih fungsi. Negara akan bergantung pada kepentingan militer, bukan lagi kepentingan rakyat.
Masuknya militer ke dalam ranah sipil juga menggerus habis demokrasi, karena tidak akan lagi bisa bergerak secara bebas, karena seluruh aspek sudah diawasi oleh militer. Karena tadi, militernya ada di berbagai aspek sipil. Ini terjadi pada masa pemerintahan Soeharto. Oleh karena itu, revisi UU TNI berpotensi mengembalikan Dwifungsi ABRI. Padahal Dwifungsi ABRI ini adalah satu landasan tuntutan di Reformasi 98. Reformasi 98 jadi tragedi berdarah yang kelam, dan sekarang melalui revisi UU TNI sangat mungkin bisa kembali. Dan tentunya revisi UU TNI ketika disahkan, rakyatlah yang harus dikorbankan.
Masuknya militer ke ranah sipil dan akan mempengaruhi segala hal, termasuk sistem peradilan. Salah satu draft RUU TNI ini, yakni perluasan kewenangan kedudukan Perwira aktif masuk ke Kejaksaan Agung, yang artinya militer bisa ikut andil dalam setiap keputusan hukum yang ada. Bahaya enggak? Jelas bahaya sekali. Itu berarti hukum di Indonesia bisa diobrak abrik penegakannya.
Penegakan hukum tanpa militer saja saat ini sudah sangat kacau, apalagi harus ditambah campur tangan militer di dalamnya. Sudah selesai kita sebagai rakyat, tidak akan ada lagi perlindungan lebih. Tidak akan ada perlindungan bagi sipil dalam segala aspek. Ini alasan singkat mengapa kita harus tolak tolak tolak.
Selain itu, hari ini kita sedang dilanda badai ekonomi. Ekonomi yang meorosot sangat jauh, tidak punya uang, terus masuk TNI ke ranah sipil. Apa kemungkinan terburuk. Ya, tragedi 98 terulang kembali. Penjarahan, kriminalitas melonjak tinggi karena PHK di mana-mana, usaha tidak ada yang beli, perusahaan banyak yang bangkrut. Maka, kita harus berjuang hari ini, pasalnya, revisi UU TNI ini mengabaikan aspirasi rakyat. Padahal salah satu syarat lahirnya sebuah kebijakan itu adalah aspirasi rakyat.
Tentunya, aspirasi rakyat sangat dibutuhkan karena itu merupakan salah satu bagian beramar makruf nahi mungkar. Melakukan amar makruf nahi mungkar itu harus ke siapa saja, termasuk negara atau pemimpin. Karena jika pemimpin melakukan kesalahan yang fatal, termasuk menetapkan UU yang merugikan rakyat, seperti revisi UU TNI yang memang terkait hajat hidup orang banyak, itu sangat bahaya sekali.
Padahal, seharusnya negara (pemimpin) harus senantiasa menyuarakan aspirasi rakyat. Karena kepemimpinan merupakan amanah yang harus dilaksanakan. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits, "Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, dimana Kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakan dengan cara baik, serta menjalankan amanahnya sebagai pemimpin," (HR Muslim).