| 41 Views
Retret Kepala Daerah di Tengah Efesiensi Anggaran, Pantaskah?

Oleh : Siti Rodiah
Baru-baru ini Presiden Prabowo Subianto telah melantik 961 kepala dan wakil kepala daerah hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (20/2). Usai dilantik, para kepala daerah akan menjalani retret, untuk mendapat pembekalan intensif yang dirancang untuk memperkuat pemahaman mereka tentang tugas pemerintahan dan pembangunan daerah. Namun, sejumlah pihak mempertanyakan kepentingan retret itu. (VOAIndonesia.com, 20/2/2025)
Pelantikan kepala dan wakil kepala daerah yang digelar serentak tersebut menurut Prabowo merupakan momen bersejarah dalam pemerintahan Indonesia dan sebuah bukti bahwa Indonesia merupakan bangsa yang besar dan memiliki demokrasi yang terus berkembang. Dalam acara tersebut telah dilantik 33 gubernur, 33 wakil gubernur, 363 bupati, 363 wakil bupati, 85 walikota dan 85 wakil walikota dari 481 daerah di Indonesia.
Presiden Prabowo mengapresiasi mandat yang diberikan rakyat kepada para pemimpin baru ini untuk memajukan daerah masing-masing. Dia juga menekankan pentingnya kerja keras dan menjaga kepercayaan rakyat. Sehari setelah dilantik, kepala daerah akan menjalani retret atau orientasi khusus di Akademi Militer (Akmil) Magelang, Jawa Tengah. Retret itu akan diadakan selama sepekan mulai tanggal 21 hingga 28 Februari 2025. Para kepala daerah akan mengikuti berbagai pembekalan intensif yang dirancang untuk memperkuat pemahaman mereka tentang tugas pemerintahan dan pembangunan daerah.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan retret tersebut digelar untuk membangun ikatan emosional serta kerja sama antar kepada daerah. Tito mengharapkan ada keselarasan antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Retret tambahnya akan dikemas dalam pola diskusi terbuka bagi kepala daerah.Tito menegaskan bahwa retret ini adalah bentuk efisiensi anggaran yang menggabungkan Kemendagri dan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas). Diperkirakan biaya penyelenggaraan retret tersebut sebesar Rp 13,2 miliar.
Tentu saja hal tersebut menimbulkan pro dan kontra dari masyarakat, karena besarnya biaya anggaran tersebut ditengah kebijakan Presiden dalam melakukan efisiensi anggaran di sejumlah kementerian. Salah satunya datang dari Pengamat hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari yang menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Pemerintahan Daerah, pembinaan dan pendidikan terhadap pemerintah daerah memang berhak dilakukan oleh pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri.
Feri Amsari menyebutkan tentang pasal 373, 374, 375 Undang-Undang Pemerintahan Daerah, bahwa jenis pembinaan, pendidikan itu seharusnya yang berkaitan dengan pekerjaan pemerintahan daerah dalam relasinya dengan pemerintah pusat dan daerah lain. Misalnya tentang tata kelola pemerintahan pusat dan daerah, relasi kerja sama antar daerah, keuangan daerah, dan kepegawaian daerah.
Feri juga mengatakan bahwa retret yang muncul di era Presiden Prabowo adalah pendidikan semi militer. Para peserta mengenakan pakaian seragam, berolahraga, dan menjalani kegiatan untuk menjalin kekompakan. Jadi itu semua tidak diperlukan dan tidak ada kaitannya dengan ketentuan yang ada pada UU Pemerintahan Daerah tersebut. Program tersebut juga disinyalir tidak tepat sasaran dan akan membuang-buang anggaran. Untuk pembinaan kepala daerah, katanya, cukup dilakukan pendidikan terpadu antar pemerintah provinsi yang dibantu oleh Kemendagri.
Pendapat serupa juga disampaikan Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios) Wahyu Iskandar. Sebagaimana dikutip sejumlah media di Indonesia, beberapa waktu lalu, ia mengatakan bahwa retret tersebut cenderung bersifat seremonial dan lebih menampilkan kesan simbolis daripada memberikan dampak nyata terhadap efektivitas pemerintahan. Seharusnya, Prabowo lebih fokus pada evaluasi internal secara berkala daripada melakukan evaluasi melalui kegiatan seperti ini.
Di pemerintahan Prabowo-Gibran yang membuat gebrakan baru dengan program retret nya dianggap sebagai sarana yang ideal untuk menyiapkan kepala daerah dalam menjalankan tugasnya khususnya koordinasi dengan pusat dan daerah lain. Diharapkan para kepala daerah akan lebih bertanggung jawab, disiplin, berdedikasi tinggi dalam menjalankan amanah mengurus rakyat setelah mengikuti retret tersebut. Tapi sepertinya tidak akan berpengaruh terhadap perubahan watak dan karakter para pejabat kepala daerah yang selama ini selalu mengecewakan rakyat.
Jadi wajar jika kita menyimpulkan bahwa program retret ini tidak membawa manfaat sama sekali bagi kemaslahatan rakyat. Begitu sangat disayangkan anggaran sebesar Rp 13,2 M hanya untuk program yang tidak berguna seperti itu. Sesuai dengan besarnya anggaran tersebut, dalam program retret disediakan berbagai fasilitas yang mewah. Menjadi ironis ketika ada banyak rakyat yang hidupnya susah. Apalagi ini terjadi ditengah kebijakan efisiensi anggaran untuk mensukseskan MBG dan lain sebagainya. Seharusnya pejabat memiliki empati pada rakyat yang hidup susah agar muncul kesadaran akan tanggungjawabnya untuk membuat kebijakan yang mengutamakan kepentingan rakyat.
Sejatinya yang jauh lebih penting, untuk dilakukan pemerintah saat ini adalah menyiapkan konsolidasi dengan jajaran yang ada dibawahnya agar lebih solid dalam mengurus rakyat. Apalagi sudah mendekati Ramadhan, pemerintah seharusnya lebih memperhatikan dalam kesiapan stok makanan dalam menghadapi Ramadhan tersebut dan juga persiapan mudik lebaran.
Efisiensi dana yang dilakukan pemerintahan Prabowo sejatinya sangat berdampak pada kurangnya pelayanan pada rakyat sehingga membuktikan bahwa negara abai atas tanggungjawabnya sebagai pengurus rakyat. Negara hanya sebagai operator dan fasilitator untuk korporasi. Peran ini makin kuat ketika diterapkan desentralisasi kekuasaan atau penerapan otonomi daerah, sehingga para kepala daerah menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan pribadi dan melayani para korporat seperti korupsi, gratifikasi, suap menyuap, kemudahan pemberian izin usaha dan lain sebagainya. Jadi Inilah wajah buruk negara yang berasas sistem kapitalisme sekulerisme.
Islam menetapkan penguasa adalah raain atau pengurus rakyat yang akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah di akhirat kelak. Jadi penguasa akan bersungguh-sungguh dalam mengurus rakyat, karena sudah tertanam dalam jiwa mereka keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Didukung sistem Islam dalam menjalankan tugas ini, penguasa akan dengan mudah dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat dan memenuhi berbagai kebutuhannya, baik langsung maupun tidak langsung.
أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya, “Ketahuilah Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang di pimpin, penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. (HR. Bukhori)
Islam juga memiliki sistem pendidikan yang mampu menghasilkan generasi pemimpin yang siap mengemban amanah kepemimpinan. Ketika dibutuhkan pembekalan maka akan diadakan seefektif dan seefisien mungkin dan fokus pada konten pembekalan bukan pada seremonial dan kemewahan yang menghamburkan uang rakyat. Untuk itu sudah saatnya kita kembali kepada sistem Islam demi mewujudkan kesejahteraan rakyat secara hakiki.
Wallahu a'lam bisshowwab