| 15 Views

Retreat Kepala Daerah, Apa Urgensinya?

Oleh : Endang Seruni 
Muslimah Peduli Generasi

Presiden Prabowo Subianto melakukan pelantikan kepada kepala daerah dan wakilnya dari hasil Pilkada 2024 di istana negara pada 20 Februari 2025. Usai pelantikan ini sebanyak 961 kepala daerah dan wakilnya akan menjalani retreat untuk mendapatkan pembekalan intensif, guna memperkuat pemahaman mereka tentang tugas pemerintahan dan pembangunan daerah.

Retreat ini diadakan sepekan di Akmil Magelang Jawa Tengah. Menurut Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan bahwa retreat adalah bentuk efesiensi anggaran, yang menggabungkan Kemendagri dan Lemhannas. Menanggapi hal ini pengamat Hukum Tatanegara Universitas Andalas, Feri Amsari mengatakan bahwa retreat dinilai tidak tepat dan justru membuang-buang anggaran (Voa Indonesia.com,20/2/2025).

Sementara media asing asal Perancis, AFP mengamati reaksi publik yang kontra dengan program ini. Sebab acara ini memakan biaya Rp 13,2 miliar dan dilakukan saat Indonesia sedang melakukan efesiensi anggaran hingga 306,7 triliun (CNBC Indonesia,19/2/2025).

Retreat atau pembekalan kepada seluruh kepala daerah dan wakilnya dianggap sebagai sarana untuk menyiapkan kepala daerah dengan tugas-tugasnya. Banyak pihak yang menilai bahwa retreat ini tidak membawa manfaat, pada saat pemerintah menggulirkan kebijakan efesiensi anggaran di seluruh aspek. Dalam rangka untuk memuluskan program Makan Bergizi Gratis.

Efesiensi anggaran berdampak pada kurangnya pelayanan pada masyarakat. Ini bukti bahwa negara ambai atas tanggung jawabnya sebagai pengurus rakyat. Terlebih ketika diterapkan desentralisasi kekuasaan atau otonomi daerah. Inilah buah sistem Kapitalisme.

Disisi lain retreat tersedia berbagai fasilitas mewah. Berbanding terbalik dengan kondisi rakyat yang hidupnya semakin susah. Harga kebutuhan pokok yang melambung, sulitnya mendapatkan pekerjaan yang layak. Ditambah dengan PHK di depan mata. Seharusnya kondisi ini membuat penguasa lebih empati kepada rakyat. Sehingga menyadari bahwa kesejahteraan rakyat adalah tanggung jawabnya. Sebagaimana janji mereka ketika hendak melangkah menuju kursi kekuasaan.

Berbeda dengan pandangan Islam. Islam tidak sekedar agama ritual. Tetapi Islam punya aturan yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Aturan dari bangun tidur hingga membangun negara. Islam mampu menghasilkan generasi pemimpin yang siap mengemban amanah kepemimpinan. Sistem pendidikan dalam Islam menerapkan pola pikir dan pola sikap Islam. Sehingga menghasilkan generasi yang berkepribadian Islam.

Ketika mereka menjadi pemimpin masa depan, mereka tidak hanya ahli dalam kepemimpinan tetapi juga menjadi hamba Allah SWT yang bertakwa. Jika mental pemimpin demikian maka akan terjauhkan dari hal -hal yang melanggar hukum. Jika dibutuhkan pembekalan maka akan diadakan seefektif dan seefisien mungkin. Materi pembekalan akan fokus pada konten pembekalan bukan hanya sekedar seremonial dan bermewah-mewahan. Apalagi menghambur- hamburkan uang, yang tidak lain adalah uang rakyat.

Demikianlah jika sistem Islam diterapkan. Para penguasa akan berhati-hati dalam menjalankan amanah yang dibebankan di pundaknya. Sudah saatnya kembali kepada sistem Islam yang mampu memberikan solusi atas setiap persoalan.

Waallahu'alam bishawab.


Share this article via

20 Shares

0 Comment