| 189 Views

PPN Kembali Naik

Oleh : Sofi Kamelia

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dipastikan naik menjadi 12% pada 2025. Dipastikan kebijakan kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada 2025 tidak akan ada penundaan. Sebagaimana diketahui, tarif PPN saat ini sebesar 11% sejak 2022, atau telah naik sesuai ketentuan Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dari sebelumnya 10%. Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. (14/03/2024). Dilansir dari cnbcindonesia.com

Betapa mirisnya kondisi saat ini. Ditengah lonjakan harga berbagai kebutuhan pokok, yang membuat rakyat kesulitan untuk menjangkaunya. Ditambah lagi susahnya lapangan pekerjaan membuat masyarakat kekurangan penghasilan sampai banyak kepala keluarga yang menganggur sehingga menyebabkan kaum perempuan pun harus turun tangan menjadi pencari nafkah untuk menambah pemasukan keluarga. Dengan naiknya berbagai pajak yang dibebankan kepada rakyat, mulai dari pajak kendaraan bermotor, pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak penghasilan, dan lain lain.

Pajak dalam sistem kapitalis merupakan suatu pendapatan negara. Kenaikan Pajak ini biasanya dibebankan kepada masyarakat, sedangkan banyak perusahaan perusahaan besar malah mendapatkan keringanan pajak dari pemerintah bahkan diberikan banyak fasilitas royalti. Salah satunya seperti perusahaan smelter China yang ada di Indonesia. Kondisi ini sangat berbanding terbalik dengan kebijakan PPN. Kebijakan yang diputuskan tidak berpihak pada kepentingan rakyat melainkan untuk kepentingan para investor yang dianggap memberikan keuntungan dan manfaat untuk mereka. 

Hal seperti ini memang wajar dalam sistem ekonomi kapitalis, dimana tujuan mereka hanya mendapatkan keuntungan sebanyak banyaknya dengan cara apapun. Dalam sistem kapitalis, pemerintah mengatasi defisit anggaran dengan melakukan utang dan meningkatkan pendapatan lewat pajak. Pendapatan pajak dijadikan basis utama APBN, sementara pendapatan dari sektor SDA ditiadakan. Menaikkan tarif pajak dianggap win-win solution mengatasi krisis keuangan negara.

Negara saat ini hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator saja. Perekonomian sudah dikuasai oleh swasta dan asing yang masing-masing memiliki kepentingan dinegeri ini. Alhasil, sistem kapitalis tidak bisa menjamin keadilan dan kesejahteraan rakyat sebaliknya malah menyengsarakan rakyat. 

Dalam Islam jika terjadi defisit anggaran yakni penerimaan negara lebih rendah dibandingkan dengan pengeluaran yang wajib dipenuhi maka kewajiban tersebut beralih kepada kaum muslim dalam bentuk pajak yang sifatnya sementara atau pinjaman.

Negara akan menerapkan pajak pada masyarakat yang kaya. Artinya, pajak tidak dibebankan pada masyarakat luas. Jika terjadi kekurangan pendapatan dari sumber pendapatan yang ditetapkan dalam Islam untuk membiayai pengeluaran, negara dapat menerapkan pajak. Syaratnya, terdapat kebutuhan untuk menutupi kebutuhan dan kemaslahatan kaum muslim.

Rasulullah Sallahualaihi Wasallam bersabda :
"Barang siapa melepaskan kesusahan duniawi seorang muslim Allah akan melepaskan kesusahannya pada hari kiamat. Barang siapa memudahkan seorang yang mendapat kesusahan, Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat".
(HR Muslim). 

Islam memiliki berbagai sumber pendapatan Negara yang akan cukup untuk mewujudkan kehidupan yang sejahtera untuk rakyatnya. Sumber pendapatan yakni harta anfal, ghanimah, fai, khumus, kharaj, dan jizyah.

Sumber lainnya ialah harta milik umum, harta milik negara, usyur, dan harta sedekah/zakat. Ini yang dijadikan sumber pembelanjaan negara yang utama. Menjadi tanggung jawab seorang pemimpin untuk melepaskan kesusahan rakyatnya. Sebagai ganjaran, Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat.

Wallahu'alam bishawab.


Share this article via

88 Shares

0 Comment