| 64 Views
PHK Marak, Hidup Rakyat Semakin Berat

Oleh : Dewi yuliani
Bulan puasa mestinya disambut dengan gembira. Namun, tidak demikian dengan kondisi buruh di Indonesia. Menjelang Ramadan ini mereka justru berduka karena dihantam gelombang PHK. Sinyal PHK di tahun ini makin menguat, beberapa dampak dari efisiensi anggaran. Selain itu juga terjadi gelombang PHK di pabrik-pabrik tanah air karena berbagai hal Padahal mencari pekerjaan pada saat ini bukanlah hal yang mudah, ada banyak kriteria yang begitu menyulitkan termasuk batasan usia. Namun dalam sistem kapitalisme buruh adalah faktor produksi yang akan dikorbankan untuk menyelamatkan perusahaan.
Sumber berita dikutib dari Jakarta, CNBC Indonesia - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal kembali menghantui Indonesia. Dua pabrik memutuskan menghentikan produksinya alias tutup, menyebabkan ribuan orang buruh terancam kehilangan sumber pendapatan. Kedua perusahaan itu adalah PT Sanken Indonesia yang berlokasi di Cikarang, Jawa Barat dan PT Danbi International di Garut, Jawa Barat. PT Sanken Indonesia bakal total menghentikan operasionalnya bulan Juni 2025 nanti, menyebabkan 459 orang pekerja jadi korban PHK.
Maraknya PHK, selain menunjukkan buruknya iklim investasi di Indonesia, juga membukakan mata kita tentang rentan dan lemahnya posisi buruh dalam sistem kapitalisme. Buruh dalam kapitalisme tidak dianggap sebagai mitra kerja pengusaha, serta tidak dipandang sebagai manusia yang memiliki kebutuhan untuk hidup maupun rakyat yang harus dilindungi oleh negara. Tidak ada anggapan manusiawi bagi mereka.
Dalam kapitalisme, buruh hanya dianggap sebagai faktor produksi sebagaimana bahan baku, mesin, dan alat produksi lainnya. Karena hanya menjadi faktor produksi, ketika perusahaan menghendaki penghentian produksi, baik karena bangkrut maupun relokasi ke negara lain yang iklim investasinya lebih bagus, buruh pun dikorbankan.
Enteng saja bagi perusahaan untuk mem-PHK ribuan buruh, yang sering kali tanpa pesangon yang layak. Penentuan waktu PHK juga semena-mena, biasanya menjelang Ramadan, diduga agar perusahaan tidak perlu membayar THR. Adanya Jaminan pemberian 60% gaji selama 6 bulan melalui Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dengan batas atas upah 5 juta tidak akan menyelesaikan persoalan karena kehidupan tidak hanya berlaku selama 6 bulan saja.
Berbeda halnya dengan sistem negara Islam yang dimana negara Islam menjadikan negara sebagai raa’in, yang mengurus rakyat termasuk menyediakan lapangan kerja yang luas, sehingga rakyat dapat hidup sejahtera. Apalagi Islam menjadikan pemenuhan kebutuhan pokok sebagai tanggung jawab negara dengan mekanisme yang sesuai dengan syariat. Penerapan sistem ekonomi Islam meniscayakan ketersediaan lapangan pekerjaan yang cukup dan jaminan kesejahteraan untuk rakyat.
Jika ada perusahaan yang bangkrut, Khilafah wajib menyediakan lapangan kerja bagi rakyat yang menjadi korban PHK. Ini berdasarkan sabda Rasulullah saw., “Siapa saja yang meninggalkan harta maka harta tersebut menjadi hak keluarganya. Siapa saja yang meninggalkan utang atau keluarga (yang wajib diberi nafkah) maka itu urusanku dan kewajibanku (penguasa).” (HR Muslim).
Khilafah akan mengelola SDA, bukan menyerahkannya pada swasta seperti saat ini. Khilafah juga melakukan industrialisasi. Kedua hal ini akan membuka lapangan pekerjaan bagi rakyat. Bagi rakyat yang ingin bertani, Khilafah akan menyediakan lahan dan alat produksi pertanian. Bagi rakyat yang ingin berbisnis, Khilafah akan membantu permodalan dan bimbingan sehingga berhasil.
Dengan demikian, tidak ada rakyat yang hidup kekurangan karena tidak punya atau kehilangan pekerjaan. Semua rakyat akan memiliki pekerjaan dan mampu memenuhi kebutuhan keluarganya berupa sandang, pangan, dan papan. Sedangkan kebutuhan pokok berupa pendidikan, kesehatan, dan keamanan disediakan oleh negara secara gratis. Dengan pengaturan berdasarkan syariat Islam kafah, rakyat (termasuk buruh) akan merasakan kesejahteraan yang sebenarnya.
Wallahualam bissawab