| 79 Views

Petaka Pajak yang Menguras THR Rakyat

Oleh : Aktif Suhartini, S.Pd.I.

Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok

Bagi karyawan, tunjangan hari raya (THR) sudah pasti menjadi idola yang di nanti-nanti. Lelah bekerja dari pagi sampai malam ditambah lagi dengan lembur dari hari ke hari, dari bulan ke bulan hingga di akhir tahun dengan harapan akan mendapatkan uang THR untuk persiapan mudik pulang kampung bergembira bersama merayakan Hari Raya Idul Fitri.

Tapi apa yang didapat masyarakat selaku karyawan ternyata uang THR mereka terkena pajak yang sangat memberatkan rakyat, mengapa demikian ? Karena mimpi membawa uang lebih pun pupus karena pendapatan THR tidak seimbang dengan biaya pengeluaran hidup yang melambung tinggi.

Adapun skema pajak yang diberlakukan pemerintah ada 3 yakni: Pertama, pajak THR pegawai ditanggung pribadi, yaitu pajak THR bagi pegawai swasta ditanggung oleh masing-masing pegawai. Pemotongan ini dilakukan oleh perusahaan (pemberi kerja) secara langsung lalu disetorkan ke kas negara.

Kedua, pajak THR PNS ditanggung pemerintah. Ketiga, penghitungan pajak THR digabung penghasilan lain. Yaitu keseluruhan gaji, seluruh jenis tunjangan dan penghasilan teratur lainnya. Selain itu, termasuk bonus, THR, jasa produksi, tantiem, gratifikasi, premi, dan penghasilan tidak teratur lainnya semuanya dihitung total dan terkena pajak.

Skema pajak yang baru ini makin memberatkan rakyat, karena bonus THR dan tambahan penghasilan lain bagi pegawai swasta terkena pajak THR yakni pajak penghasilan (PPh) sesuai Pasal 21. Pemotongan ini dilakukan langsung perusahan kemudian disetorkan ke kas negara. Penghitungan pajak dilakukan dengan metode tarif efektif rata-rata atau disebut TER terhitung  mulai 1 Januari 2024. Metode Pajak TER membuat rakyat bekeluh kesah udahlah gaji seadanya, dipotong pajak seenaknya. Pemotongan lewat pajak THR yang konon lebih tinggi ini membuat pikiran rakyat berkecamuk. Terlebih perhitungan pajak tunjangan yang datangnya setahun sekali dan dinanti-nanti, merugikan rakyat.

Inilah yang terjadi dalam negara kapitalis. Di dalam negara kapitalis, memang pajak merupakan salah satu sumber pemasukan negara.  Bahkan apa saja bisa ditetapkan pajaknya, hingga terkesan rakyat terasa bagaikan sapi perah yang harus menyetorkan hasil keringat jerih payahnya untuk negara, bukan untuk menyenangkan keluarga atau dirinya sendiri. Yang lebih menyakitkan dana pajak yang terkumpul dikorupsi dan digunakan untuk kesenangan pribadi atau golongan kaum konglomerat… Astaqhfirullah.

Sangat berbeda dalam sistem Islam yang memiliki metode sumber pemasukan negara yakni pos fa’i dan kharaj, dari pos kepemilikan umum dan dari pos sedekah. Sementara pajak itu masuk dalam pos fa’i dan kharaj serta pengambilannya juga dalam kondisi tertentu saja yakni dalam kondisi baitul mal lagi kosong. Penarikan pajak ini pun dilakukan dalam kondisi khusus dan hanya pada rakyat yang kaya saja. 

Sungguh Islam mewajibkan negara menjamin kesejahteraan rakyatnya melalui berbagai mekanisme, dengan tujuan kesejahteraan merata untuk seluruh rakyat. Bukannya mekanisme yang menciptakan rakyat kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Masihkah kita akan mempertahan sistem kapitalis dan tidak segera memilih sistem Islam?[]


Share this article via

76 Shares

0 Comment