| 186 Views

PeringatanDarurat: Ungkap Bobroknya Demokrasi atau Wajah Asli Demokrasi?

Oleh : Oktavia

Viralitas tagar #PeringatanDarurat di berbagai platform media sosial menjadi cerminan keprihatinan publik terhadap isu krusial yang dianggap mengancam demokrasi. Fenomena ini menunjukkan betapa dahsyatnya kekuatan media sosial dalam mengorganisir opini publik dan menyuarakan aspirasi masyarakat.

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menjadi pemicu munculnya tagar ini telah memicu perdebatan sengit di kalangan masyarakat. Singkatnya, putusan MK tersebut berisi: (1) Pembatalan perubahan batas usia calon kepala daerah dari Mahkamah Agung, dan (2) mengabulkan gugatan Partai Buruh dan Gelora: Threshold dari 20% menjadi 7,5%

Dampak dari putusan MK tersebut adalah PDI-P atau partai kecil lainnya, bisa mengusung calom gubernur (cagub), bukan hanya di Jakarta, tetapi juga di daerah lain, walaupun tidak ada kursi di DPRD. Ada yang setuju dengan putusan tersebut, namun tak sedikit pula yang merasa kecewa dan khawatir terhadap dampaknya terhadap sistem demokrasi di Indonesia.

Lantas, di manakah letak sisi darurat dari putusan MK? Menurut pakar hukum, putusan MK tidak boleh dianulir. Jika terjadi, maka konstitusi sudah diacak-acak. Begitulah kira-kira mengapa putusan MK dianggap darurat. Jika dianulir, maka PDI-P, Anies ataupun Ahok tidak dapat maju pilkada kali ini. Kalau kata pak presiden: 'Jokowi: Putusan MK Final dan Harus Dihormati (Detik News)'.

Media sosial telah menjadi ruang publik baru di mana masyarakat dapat berinteraksi, bertukar pikiran, dan menyampaikan pendapat secara bebas. Namun, di sisi lain, media sosial juga rentan terhadap penyebaran informasi yang tidak akurat atau hoaks. Dalam kasus #PeringatanDarurat ini, penting bagi kita untuk memilah informasi yang beredar dan mengutamakan sumber-sumber yang kredibel.

Munculnya tagar #PeringatanDarurat menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sangat peduli terhadap masa depan negara ini. Namun, penting bagi kita untuk menyalurkan aspirasi tersebut melalui cara-cara yang konstruktif dan damai. Pemerintah pun wajib sesegera mungkin merespon dengan bijak terhadap aspirasi masyarakat yang tertuang dalam tagar #PeringatanDarurat.

Selain itu, partai politik seharusnya juga perlu mengevaluasi kembali peran dan fungsinya dalam sistem demokrasi. Jika partai politik diam dan terus terarus dalam carut marutnya konstitusi negara ini, lantas demokrasi yang bagaimana yang layak ditegakkan?

Jika hal seperti ini terus berlanjut, ke mana slogan demokrasi yang menyuarakan aspirasi masyarakat dan berani mengambil sikap yang tegas dalam memperjuangkan kepentingan rakyat telah pergi?

Kasus #PeringatanDarurat ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa demokrasi yang berlangsung di Indonesia telah banyak mengalami 'obok-obok' oleh tangan para pemegang kepentingan. Atau justru sebetulnya ini adalah momen yang sebenarnya menunjukkan kepada kita bahwa wajah asli demokrasi ialah rusak dan penuh sampah elit politik.

Munculnya tagar #PeringatanDarurat merupakan sebuah momentum bagi kita untuk merefleksikan kembali arah politik di Indonesia. Kita harus belajar dari peristiwa ini dan mengambil langkah-langkah konkrit untuk memperkuat konstitusi dan sistem politik di negara kita.


Share this article via

84 Shares

0 Comment