| 171 Views
Peringatan Darurat: Demokrasi Gagal Berpihak Pada Rakyat

Oleh: Idea Suciati
Aktivis Muslimah
Narasi “Peringatan Darurat” dengan Garuda berlatar biru beberapa waktu lalu viral di media sosial. Aksi di dunia maya itu ternyata mampu menjadikan sebuah gerakan nyata berupa unjuk rasa oleh seluruh mahasiswa di indonesia. Sebagai bentuk kemarahan dan kekecewaan ketika melihat manuver elite politik yang berkuasa , yang sudah mempertontonkan permainan kotor secara terang-terangan.
DPR dan pemerintah berusaha membatalkan Keputusan Mahkamah Konstitusi soal ambang batas usia dan syarat pencalonan Kepala Daerah yang ada pada UU Pilkada. Semua menduga tujuannya tidak lain untuk mengukuhkan dinasti politik Jokowi.
Peringatan darurat dianggap sebagian orang sebagai peringatan bagi matinya demokrasi di negeri ini. Karena sudah berubah menjadi otoriter populis yang didukung oligarki. Spirit demokrasi yang dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat tinggal slogan. Karena semua kebijakan terutama 10 tahun di masa jabatan nyata-nyata tidak berpihak pada rakyat. Sejak awal Rakyat cuma diberi satu hal, janji palsu.
Kesejahteraan rakyat tinggal mimpi, malah semakin sempit hidup rakyat dengan berbagai pembiayaan dan inflasi tinggi. Utang negara yang menggunung pun harus ditebus rakyat dengan keringat yang sudah mengering. Sementara penguasa dengan oligarkinya semakin menggurita, mencaplok semua SDA dan menikmati berbagai kemudahan investasi dan bisnisnya.
Pembagian kekuasaan dalam demokrasi pun tinggal teori. Yang terjadi adalah semua lembaga dikuasai, bahkan dilumpuhkan. Agar semua berpihak kepada rezim. Tidak ada lagi oposisi kecuali sandiwara belaka.
Hasilnya tidak ada lagi daya kritis, malah kesewenang-wenangan.
Sesungguhnya bukan demokrasi yang kini mati ditangan oligarki. Tapi sudah sejak awal demokrasi membawa konsep yang bisa diotak-atik oleh siapa saja yang berkuasa. Karena inti dari demokrasi bukanlah pemilu atau musyawarah. Tapi kedaulatan di tangan manusia. Artinya, manusia yang berhak membuat hukum. Manusia yang mana? Ya mereka yang berkuasa. Dengan kekuasaannya mereka membuat kebijakan yang menguntungkan diri sendiri dan kelompoknya. Sementara rakyat hanya menjadi stempel saja bagi kekuasaan mereka. Pemilu yg menjadi alat ukur demokrasi pun bisa diatur sesuai cara main kelompok tertentu.
Ini yang harus menjadi peringatan darurat bagi kita semua, khususnya umat islam, untuk segera mencampakan demokrasi. Karena demokrasi adalah sistem yang batil. Sistem yang gagal memberikan kesejahteraan, keamanan dan kebaikan bagi manusia.
Demokrasi tidak sesuai dengan islam. Prinsip mendasar demokrasi bertolak belakang dengan islam. Dalam islam, kedaulatan justru hanya di tangan syara’ (Allah SWT). Yakni syariat berdasarkan alquran dan assunnah. Tidak ada ruang sedikitpun bagi manusia untuk bisa mengotak-atik. Termasuk Penguasa, karena Penguasa pun diangkat untuk menerapkan syariat.
Sistem islam yang diterapkan secara kaffah melalui institusi Khilafah adalah satu-satunya jalan keluar dari semua kekacauan yang ditimbulkan demokrasi hari ini.
Sesungguhya Allah SWT sudah memberi peringatan yang amat keras bagi kita,
وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى
“Siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit. Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta. (QS Taha: 124).
Peringatan darurat apa lagi yang lebih baik dari ayat-ayat-Nya untuk menyentakkan kita agar segera kembali kepada AturanNya?
Wallahu’alam bissawab