| 88 Views

Penistaan Agama, Tumbuh Subur di Negeri Sekuler?

Oleh : Wakini
Aktivis Muslimah

Penistaan agama terus saja terjadi, baru-baru ini  beredar video seorang pria menginjak Al-Quran Ketika bersumpah di hadapan istrinya. Pria tersebut membantah telah berselingkuh dan menggunakan Al-Quran untuk bersumpah agar istrinya mempercayainya.

Setelah ditelusuri, pria tersebut merupakan salah seorang pejabat dari Kementerian Perhubungan yang bertugas sebagai Kepala Otoritas Bandar Udara Wilayah X Merauke. Pria yang diketahui Bernama Asep Kosasi itu, sebelum dilaporkan atas tindakannya menistakan agama, Ia juga pernah dilaporkan atas kasus KDRT. Hingga saat ini Asep Kosasi dibebastugaskan sementara sejak terlibat kasus KDRT (tribunnews.com, 18/5/2024).

Penistaan agama terus saja terulang yang semuanya di tunjukkan kepada Islam, sebelumnya ada YouTuber menyebut nabi Muhammad Saw sebagai pengikut jin, ada pula komika yang menjadikan Islam sebagai bahan olok-olokan dan kelakar dalam konten media mereka.

Menjamurnya para penista Islam di negara demokrasi sesungguhnya mengonfirmasi bahwa sistem ini gagal melindungi dan menjaga agama. Bahkan, demokrasi cenderung despotik lantaran ide kebebasan menjadi salah satu pilarnya. Ide inilah yang membuat penista agama selalu bermunculan.

Sanksi bagi penista pun tidak berefek jera. Setelah berulah, mereka berpotensi mengulanginya lagi karena ringannya hukuman—sebagaimana residivis Pendeta Saifudin dengan kasus yang sama tadi. Di sinilah pentingnya ketegasan hukum bagi semua pihak pelanggar. 

Namun, di mata publik, ada kesan hukum tidak berkeadilan pada semua pihak. Sangat wajar bila masyarakat menilai demikian karena mereka membutuhkan ketegasan dan penindakan cepat terhadap para penista agama. Selama ini, peran negara tampak sangat minimalis dalam menjaga agama, bahkan cenderung pasif dan baru bertindak setelah umat Islam bergerak dan bersuara lantang.

Apabila kita perhatikan kasus penistaan agama di dunia khususnya di Indonesia selalu berulang. Beberapa hal yang menjadi penyebab kasus penistaan agama sering terjadi adalah:

Pertama, negara menganut sekularisme. Sekularisme adalah paham yang menjauhkan umat Islam dari agamanya. Menafikan peran Pencipta dalam kehidupan. Mereka menganggap manusia berinteraksi dengan Penciptanya saat ibadah ritual saja. Paham ini menelurkan kebebasan tanpa batas. Kebebasan yang dikatakan merupakan hak mendasar bagi tiap manusia menjadikan alasan bagi mereka berlaku semaunya dan abai terhadap urusan agama.

Kebebasan yang mereka akui ada empat, yaitu kebebasan beragama, kebebasan kepemilikan, kebebasan berpendapat, dan kebebasan bertingkah laku. Kasus penistaan agama yang sangat subur ini menjadi bukti negara ini mengamini kebebasan berpendapat. Negara memupuk kasus ini dengan mempertahankan bercokolnya paham ini. Sehingga pelaku penista agama masih menghirup udara dengan bebas.

Kedua, Islam tidak dijadikan sumber hukum yang mampu menjadi solusi masalah hidup mereka. Tidak ada solusi yang jelas sehingga mereka meremehkan urusan penistaan agama ini sebagai hal yang lumrah dalam sistem saat ini.

Ketiga, pelaku penistaan agama tidak diberikan sanksi yang tegas. Apabila kita tengok ke belakang kasus penistaan yang dilakukan Sukmawati. Dia yang melakukan tidak diberi sanksi yang jelas. Setelah meminta maaf kasusnya pun menguap. Namun, beberapa waktu kemudian kasus penistaan agama terjadi lagi.

Negara lemah karena aturan hidup yang diterapkan telah cacat sejak lahirnya, tidak pernah mampu memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapinya. Banyak kasus yang mangkrak di pengadilan. Sedangkan rakyat membutuhkan sikap tegas terhadap para pelaku tindak kriminal. Bukan sebaliknya sikap tegas justru dilakukan kepada rakyatnya yang berusaha mengkritik penguasa karena kebijakan yang ditetapkan tidak adil.

Islam sangat membenci penghina Rasulullah Saw. Apalagi menghina Allah Azza wa Jalla. Azab yang ditimpakan pasti sangat berat.
Apabila seorang kafir harbi (kafir yang wajib diperangi) menghina agama Islam, menistakan Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya atau menistakan ayat al-Quran maka diperangi dan dibunuh kecuali ia masuk Islam. Hal ini didasari dengan firman Allah Azza wa Jalla:

وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ ۖ فَإِنِ انْتَهَوْا فَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِينَ

“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) agama itu hanya untuk Allah belaka. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang dzalim” (QS. al-Baqarah (2): 193).

Sayangnya, paham sekularisme dan liberalisme, tak dapat menerapkan hukuman mati kepada para penghina agama. Bahkan disanggah dengan adanya prinsip Hak Asasi Manusia. Dikatakannya hukuman tersebut tak manusiawi. Wajar adanya jika penistaan agama terus berulang. Solusi satu-satunya adalah penerapan Islam secara menyeluruh. Kejadian semacam ini pasti ditindak tegas dan membuat para penghinanya jera.

Islam sangat tegas terhadap penista agama bisa kita lihat dari sikap Khalifah Abdul Hamid saat merespons pelecehan kepada Rasulullah (saw). Saat itu, beliau memanggil duta besar Prancis meminta penjelasan atas niat mereka yang akan menggelar teater yang melecehkan Nabi SAW. Beliau pun berkata kepada duta Prancis, “Akulah Khalifah umat Islam Abdul Hamid! Aku akan menghancurkan dunia di sekitarmu jika kamu tidak menghentikan pertunjukan tersebut!”.

Itulah sikap pemimpin kaum muslim, yakni tegas dan berwibawa. Umat akan terus terhina karena tidak ada yang menjaga agama ini dengan lantang dan berani. Hanya dengan tegaknya syariat Islam secara kaffah melalui negara islam yakni Khilafah Islamiyyah.Khilafah akan menjadi kekuatan besar yang melindungi agama Allah dan izzul islam wal muslimin dengan seluruh sistem islam yang ada, khilafah akan mengedukasi umat agar tepat bersikap terhadap agamanya.Untuk itu, umat butuh Khilafah sehingga harus ada upaya mewujudkannya segera.

Wallahu a'lam bishowwab


Share this article via

47 Shares

0 Comment