| 122 Views
Penetapan HET Beras, Benarkah Demi Kesejahteraan Rakyat?

Oleh : Juhan
Aktivis Muslimah
Pemerintah kembali memperpanjang masa relaksasi HET (Harga Eceran Tertinggi) yang ditandangani pada 31 Mei 2024. Perpanjangan Relaksasi HET Beras Premium dan Beras Medium berlaku sampai dengan terbitnya Peraturan Badan Pangan Nasional tentang Perubahan atas Perbadan No. 7 Tahun 2023 tentang Harga Eceran Tertinggi Beras. Aturan relaksasi ini sebelumnya berlaku sampai 23 Maret 2024, kemudian sempat diperpanjang hingga 24 April, terakhir diperpanjang lagi sampai 31 Mei 2024. Setelah ini harga HET beras diperkirakan akan naik secara permanen (CNBC, 01/06/2024).
Menurut Arief Prasetiyo Adi selaku Kepala Badan Pangan Nasional RI mengatakan relaksasi HET dilakukan demi menjaga stabilisasi pasokan harga beras premium dan beras medium di pasar tradisional maupun retail modern. Arief juga menegaskan bahwa penyesuaian HET tidak terpisahkan dari upaya stabilisasi pasokan dan harga beras, yang mana kebijakan di hulu juga selaras dengan di hilirnya. "Jadi selaras dengan kepentingan di hulu, yang mana kita juga mengeluarkan Perbadan terkait Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dan beras, maka di hilir perlu juga melakukan penyesuaian. Karena harga di tingkat produsen (petani) juga akan seirama dengan harga di tingkat konsumen," ujarnya (CNBC, 8/6/2024).
Untuk wilayah Bali dan NTB sendiri, HET beras medium sebelumnya Rp10.900 per kilogram menjadi Rp12.500 per kilogram dan HET beras premium Rp13.900 per kilogram menjadi Rp14.900 per kilogram. Begitu juga dengan wilayah lain naik Rp1000 per kilogram dari HET sebelumnya (Kontan.co.id, 10/6/2024).
Lantas apakah kehidupan para petani akan membaik setelah kebijakan ini?
Penetapan HET Beras, Petani Sejahtera?
Penetapan HET ini mengalami pro dan kontra di kalangan masyarakat, baik petani atau konsumen (pembeli). Kenaikan harga beras seolah-olah dianggap menyejahterahkan petani. Di sisi lain, rakyat semakin menjerit dengan penetapan HET yang terus naik. Hal ini diperjelas dengan pendapat Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Seragih yang mengatakan keputusan ini kurang tepat karena musim panen utama sudah berlalu. Keputusan tersebut tidak efektif dalam melindungi petani.
"Sementara itu produsen dan pedagang besar mungkin mendapatkan manfaat dari situasi ini. Hal tersebut dapat merugikan produsen kecil yang mungkin terpaksa menjual gabah dengan harga rendah selama musim panen utama. Ini menciptakan ketidakseimbangan dalam rantai pasok pangan dan dapat memperburuk ketimpangan ekonomi antara produsen besar dan produsen kecil,” ujar Henry (CNBC, 11/06/2024).
Jadi jelas penetapan HET beras ini hanya menguntungkan pedagang besar bukan petani. Kebijakan pemerintah tampak belum mempertimbangkan dampak terhadap semua pihak yang terlibat dalam rantai pasok pangan. Produsen kecil seperti petani juga harus mendapat perlindungan seperti mendapat harga yang adil, insentif untuk meningkatkan produktivitas dan akses yang lebih baik ke pasar. Sehingga pemerintah dapat menciptakan lingkungan yang lebih seimbang dan inklusif bagi semua pemangku kepentingan dalam sektor pertanian.
Kondisi ini bila tidak ditangani dengan serius akan berdampak pada generasi muda yang enggan menjadi petani. Ketika stok pangan nasional tidak mencukupi kebutuhan dalam negeri, maka mau tidak mau kita akan bergantung pada impor beras. Di sisi lain, banyak lahan pertanian yang masih produktif disulap menjadi pemukiman warga. Tentu hal ini akan mempengaruhi produksi beras nantinya.
Kebijakan HET Beras, Wujud Kegagalan Sistem Kapitalisme
Pengaturan harga beras tidak terlepas dari penerapan sistem kapitalisme. Dalam sistem ini, negara atau pemerintah memberi akses kepada para penguasa dan mafia pangan dalam distribusi beras dan mengatur harga beras di pasaran. Petani sebatas disemangati menanam lebih giat dengan diperkenalkan berbagai inovasi-inovasi baru. Namun mereka digempur dengan harga pupuk yang semakin mahal dan langka serta harga gabah yang tak berpihak.
Kenaikan harga beras ini tentu sangat terasa di masyarakat terutama dari kalangan bawah. Pendapatan yang jauh di bawah UMR hanya mampu memenuhi kebutuhan pokok mereka. Sedangkan anak-anak mereka terpaksa memilih berhenti sekolah karena ketiadaan biaya. Adanya bansos pun tidak mampu memberikan solusi tuntas. Belum lagi bansos yang diberikan tidak tepat sasaran dan ditambah dana bansos yang sering kali dikorupsi sehingga semakin menunjukkan kegagalan dalam menghadirkan solusi tuntas atas permasalahan ini.
Kesejahteraan petani tidak akan terwujud jika kebijakan negara terkait pangan masih bertolak ukur pada sistem kapitalisme. Negara seharusnya mengurusi kebutuhan masyarakat, baik sandang, pangan dan pangan. Bukan malah abai apalagi menyusahkan rakyatnya.
Ketahanan pangan ini harus dijaga. Ketersediaan pangan yang cukup ialah wujud jaminan masa depan dari negara terkait kemiskinan dan kelaparan. Terlebih lagi akan mengancam SDM dan masa depan generasi. Karena itu, negara harus memperhatikan kebijakan pangan, baik pengelolaan beras maupun distribusinya.
Politik Pangan dalam Sistem Islam Mampu Menyejahterakan Rakyat
Pangan adalah kebutuhan pokok yang sangat krusial. Negara seharusnya memberikan dukungan penuh kepada para petani sehingga lebih giat dalam bekerja dengan memberikan bantuan alat pertanian, alat produksi atau memberikan subsidi pupuk, obat-obatan dan benih. Sehingga akan meningkatkan keuntungan dengan biaya yang ringan.
Penerapan sistem Islam tentu akan menghentikan impor dan memberdayakan sektor pertanian. Impor beras akan mengakibatkan negara mudah dijajah dan dikuasai. Ketergantungan pangan seperti ini kurang baik, akan menimbulkan politik pangan dan politik dagang. Bahayanya, muncul oligarki yaitu bercampurnya kendali politik dan kendali ekonomi yang dipenuhi oleh berbagai kepentingan. Kebijakan pangan dalam sistem Islam mengacu pada peningkatan produksi pertanian dan pendistribusian yang adil.
Negara juga akan menerapkan kebijakan intensifikasi dalam meningkatkan produktivitas lahan yang sudah tersedia. Kemajuan teknologi tentu akan dioptimalkan sebaik mungkin untuk membantu petani dalam meningkatkan hasil produksi. Di sisi lain akan memudahkan para petani dalam mendapatkan pupuk, benih unggul, maupun sarana produksi pertanian.
Islam juga melarang menimbun barang dan melakukan permainan harga di pasar. Sehingga stabilitas harga pangan akan terjaga. Memastikan distribusi pangan dengan adil yaitu melihat setiap kebutuhan pangan per kepala dan memastikan stok beras sehingga tidak menjadi langka. Islam juga tegas terhadap para mafia pangan yang berusaha memonopoli harga beras di pasar.
Khalifah Umar bin Khaththab ra. telah memberikan contoh yang baik yaitu mengangkat Asy-Syifa dan Abdullah bin Utbah sebagai qadhi hisbah atau pengawas pasar di Madinah. Ini adalah salah satu wujud keseriusan daulah Islam dalam melakukan pengawasan stok beras atau bahan pangan yang lainnya. Tidak lupa juga Khalifah Umar berdoa memohon pengampunan dan rezeki dari Allah ta’ala dan tidak bisa tidur sebelum seluruh rakyatnya dipastikan telah terpenuhi kebutuhannya.
Rasulullah saw. bersabda, “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus hajat hidup rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR. Muslim dan Ahmad).
Sudah seharusnya seorang pemimpin mengurus kepentingan rakyatnya, bukan malah dimanfaatkan sebagai wadah mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Wallahu'alam.